Mohon tunggu...
Achmad Anwar Sanusi
Achmad Anwar Sanusi Mohon Tunggu... Guru - Anak petani desa

Pengelana amatiran. Sedang ingin menapaki jejak ulama: mengajar, menulis, dan berdagang.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Menjadi Guru: Sebuah Memoar

25 November 2021   22:50 Diperbarui: 26 November 2021   20:56 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saat Menjadi Guru SD (Dok. Pribadi)

Berbagai panggilan yang pernah dan masih disandangkan kepada saya, baik itu pak guru, kakak guru, atau ustadz sekali pun sebenarnya harus diakui cukup berat untuk diemban. Tanggung jawab dari panggilan ketiganya bukanlah main-main, menuntut saya untuk menjadi sebenar-benarnya guru: pantas digugu (dipercaya/dituruti) dan ditiru. Namun harus saya akui, panggilan dan menjadi yang terakhir terasa lebih berat. 

Selain karena panggilan ustadz identik dengan seseorang yang memiliki pemahaman agama yang luas, juga karena saya dituntut menjadi teladan dan contoh yang patut ditiru oleh para murid karena berada dalam keseharian mereka selama 24 jam sehari dan 7 hari dalam seminggu. Shalat berjama'ah, cara berpakaian, berinteraksi, bersikap pada diri sendiri, hingga tidur sekalipun, selalu menjadi perhatian dan dijadikan contoh ideal bagi para murid. Bahkan ada ungkapan, ustadz itu batuknya saja adalah pendidikan.

Hidup adalah proses. Kadang kita tak pernah tahu apa yang sedang kita jalani saat ini akan tetap bertahan atau berubah diluar dugaan dalam beberapa waktu ke depan. Dalam hitungan, menit, jam, hari, bulan ataupun tahun. Namun yang jelas, menjadi apapun saya nanti di masa depan, saya bertekad untuk tetap membagikan pengalaman dan ilmu yang sedikit saya miliki dengan cara mengajar. Mengajar siapa pun dan dengan cara bagaimana pun. Persis seperti pesan seorang kiyai guru saya, yang disampaikannya kembali kepada saya, yang tetap menjadi pedoman hingga saat ini, yang secara tidak langsung bisa dikatakan telah mendoktrin saya hingga saat ini, "menjadi apapun dirimu, tetaplah mengajar."

Maka melalui tulisan ini saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada ibu, madrosatul ula saya, dan semua guru yang pernah mengenal, mengajarkan ilmu, dan telah 'mengantarkan' saya hingga berada pada tahap seperti sekarang ini. Jika saja agama mengizinkan, setelah kepada ibu, saya ingin bersujud pula kepada guru.

Terima kasih!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun