Ketika bepergian ke tempat baru, sayang rasanya melewatkan lawatan ke pasar tradisional. Pasar Seni, tepatnya Kesturi Walk, selalu menarik perhatian saya ketika sedang ke Kuala Lumpur. Bukan untuk berbelanja, hari itu saya hanya menikmati jalan-jalan santai sore hari setelah mengantar seorang kawan berkeliling di Merdeka Walk.
Mengamati interaksi pedagang dan pembeli, kios - kios yang menarik, dan raut wajah para pedagang adalah cara saya menikmati sisi lain sebuah pasar. Â Beberapa hal yang saya amati dan menjadi perhatian saya di hari itu adalah ibu penjual buah-buahan lokal dan seorang pedagang minuman es. Entah mengapa saya langsung menujukan pandangan ke kios ibu ini, mungkin karena warna-warni kontras yang memikat.
Sudah sore, tapi dagangan ibu ini masih banyak. Sayangnya saya tak sempat membeli buah -- buahan dan berbincang-bincang dengannya, karena kawan saya mengajak buru-buru mencari Restoran Yusoof dan Zakhir. Untung saja saya sempat mengabadikan gambar ibu dan kiosnya.
Cuaca Kuala Lumpur yang sangat panas dari siang hingga sore itu membuat buah manggis, duku, pisang, dan berbagai macam apel sepuluh kali lebih menarik dari biasanya. Cuaca panas juga yang membuat badan ibu ini penuh dengan peluh. Sorot matanya masih berbinar penuh dengan harapan.
Dibalik itu mungkin ada rasa lelah, khawatir, gelisah, atau sebaliknya, semangat yang luar biasa besar untuk menghidupi keluarganya. Ah, saya hanya bisa menebak -- nebak. Saya tidak akan tau yang ibu itu rasakan kalau saya tidak langsung bertanya padanya. Jika berkujung lagi ke Kesturi Walk, saya akan berbincang dengan ibu ini.
Tertulis menu : air mata kucing, coconut water, dan sejenis minuman sirsak. Lebih mendekat ke arah kios, terlihat seorang lelaki memakai apron merah dan songkok hitam dikepalanya. Lelaki ini adalah pemilik kios. Tidak terlihat ada orang lain yang membantunya. Namun sore itu ia cukup sibuk melayani pembeli yang silih berganti mengunjungi kios kecilnya.
Lebih dekat lagi, lelaki penjual minuman es yang berpostur besar ini sedang menghitung penghasilannya. Tidak ada mesin kasir, uang hasil penjualan minuman es nya ditempatkan disebuah wadah mirip mangkuk agak besar berwarna hitam, cukup unik. Mungkin dia sedang mengumpulkan tabungan untuk orangtuanya, atau sedang menghitug pendapatan untuk membayar cicilan. Lagi-lagi, saya hanya menebak.
Sudah sangat lama saya mengagumi sosok pedagang. Ya mereka yang berkomitmen untuk berniaga sebagai jalan mencari nafkah. Nabi bersabda "Sesungguhnya sebaik-baik usaha adalah usaha perdagangan ", hadits ini dengan tegas menyebutkan bahwa profesi terbaik menurut Nabi Muhammad SAW adalah dengan berniaga. Â Adakah beberapa diantara kita yang menyambung hidup dengan berniaga? sungguh mulianya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H