Mohon tunggu...
Achir Wijiatmoko
Achir Wijiatmoko Mohon Tunggu... -

penulis artikel, pemberdaya diri WA, telegram (0857 2559 3387)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Rasa Marah vs Rasa Bersalah

18 Januari 2016   20:09 Diperbarui: 18 Januari 2016   20:24 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

  Secara definisi, rasa marah dan rasa bersalah, saling berkebalikan ... Rasa marah, adalah rasa yang  muncul, karena kita merasa dipelakukan tidak seharusnya, oleh orang lain ... Sementara rasa bersalah, adalah rasa yang muncul, saat kita merasa, telah memperlakukan orang lain, dengan tidak seharusnya ...

Rasa marah dan rasa bersalah, adalah sama-sama termasuk emosi getaran rendah ... Sama-sama masuk ke kategori force, kalau kita mengacu pada tabelnya David R. Hawkins ... Tapi jika kita melihat pada skala energinya, rasa marah, memiliki getaran lebih tinggi, daripada rasa bersalah ... Rasa marah, berada di skala 150 ... Sementara rasa bersalah, berada di skala 30 ...

Berdasarkan skala tersebut, jika ada dua orang dalam hidup ... Orang pertama, dia banyak menggunakan rasa marah ... Lalu orang kedua, dia banyak menggunakan rasa bersalah ... Maka, meskipun keduanya sama-sama mengakses getaran rendah, kualitas hidupnya, lebih baik orang yang menggunakan rasa marah ... Serius ...

Kok bisa? ... Amati saja diri kita ... Saat marah, energi kita besar ... Berlebih bahkan ... Bisa menghancurkan ... Bahkan dalam beberapa film kartun, rasa marah bisa memicu transformasi ... Dalam film kartun Dragon Ball, awal Son Go Ku untuk pertama kalinya, mampu berubah menjadi Super Saiya, adalah karena rasa marah, akibat Krilin dibunuh secara sadis oleh Freeza ...

Dan amati, saat kita sedang merasa bersalah ... Energy kita drop khan? ... Kita akan terasa lemah ... Gairah hidup sangat menurun ... Rasa bersalah ini, adalah sebuah rasa yang sangat dekat dengan kematian ... Orang bunuh diri, tidak sedikit yang dipicu, oleh besarnya rasa bersalah ini ... Rasa bersalah, bahkan konon bisa menjadi hantu, menjadi penampakan menakutkan, di next dimension yang kita akan alami ...

Tentunya, idealnya sih, kita lebih baik menggunakan getaran-getaran yang tinggi ... Misalnya, kedamaian, suka cita, cinta dan sebagainya ... Tapi topik bahasan kita, memang bukan ke situ ... Kita sedang membahas, perihal rasa marah dan rasa bersalah ... Jadi ya itu tadi, lebih memberdayakan rasa marah, daripada rasa bersalah, apalagi rasa bersalah yang berkepanjangan ...

Orang yang sering marah, masih mungkin bisa sukses dalam hidupnya ... Lihat Donald Bebek ... Meskipun dia pemarah dan sering sial, tapi setidaknya dia terkenal khan? ... Dessy Duck juga naksirnya sama dia ... Sukses dia hahahahahahaha ... Tapi, orang yang dihantui rasa bersalah, berat sekali mencapai keberhasilan dalam hidup ... Bisa berhasil kok, cuman beraat sekali upaya fisiknya ...

Jika saya diminta untuk memilih ... Lebih mudah mana, antara memotivasi orang yang pemarah, dan memotivasi orang yang mudah sekali merasa bersalah? ... Terus terang, lebih mudah memotivasi orang yang pemarah ... Pemarah, disentil begini, "gitu aja kok gak bisa", itu sudah memotivasi dia ... Tapi orang yang mudah merasa bersalah, dikasih kalimat begitu, tambah hancur dia ...

Yang pemarah, mari berlatih memaafkan orang lain ... Yang mudah merasa bersalah, mari berlatih memaafkan diri anda sendiri ...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun