Mohon tunggu...
AcHie Jie
AcHie Jie Mohon Tunggu... -

Lahir di Makassar pada 7 Oktober 1986. Telah menyelesaikan studi S1 sebagai Sarjana Ekonomi pada jurusan Ilmu Ekonomi UNHAS. Saat ini masih terus berusaha menjadi manusia seutuhnya.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tata Kelola Parkir Kota Makassar Perlu Dibenahi

12 Januari 2010   14:40 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:30 1802
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Perkembangan kota Makassar yang dari tahun ke tahun semakin mengisyaratkan perubahan terhadap pola hidup masyarakat. Hal ini tentu saja berpengaruh pula pada sector kepemilikan kendaraan di Makassar yang kian meningkat dimana setiap pemilik kendaraan menginginkan kemudahan mobilisasi dalam kota Makassar. Meningkatnya penggunaan kendaraan serta mobilisasi masyarakat dari satu tempat ke tempat lainnya paralel dengan kebutuhan masyarakat akan lahan atau ruang parkir. Karena kendaraan tidak selamanya bergerak, pada suatu saat akan berhenti, menjadikan parkir sebagai elemen terpenting dalam transportasi. Di kota Makassar sedikitnya terdapat 717 titik parkir yang tersebar di 14 kecamatan, ini berdasarkan data Perusahaan Daerah Parkir Kota Makassar. Namun disayangkan karena tidak jarang tempat parkir merupakan penyebab terjadinya kemacetan dalam kota, contohnya daerah Jl. Bullevard ataupun Jl. G.Latimojong yang kepadatan parkirnya sangat tinggi tetapi tidak diimbangi dengan ketersediaan lahan. Secara umum, masyarakat kurang memahami tempat-tempat yang merupakan daerah larangan parkir. Hingga mereka memarkir kendaraannya sesuka hati. Yang lebih disayangkan lagi karena para petugas parkir di daerah tersebut justru mengarahkan serta melegalkan para pengguna kendaraan untuk menempati daerah larangan parkir. Padahal secara defenitif, daerah yang merupakan larangan parkir adalah sepanjang enam meter sebelum dan sesudah tempat penyeberangan pejalan kaki atau tempat penyebrangan sepeda yang sudah ditentukan; Sepanjang 25 meter sebelum dan sesudah tikungan tajam; Sepanjang 25 meter sebelum dan sesudah persimpangan; Sepanjang 50 meter sebelum dan sesudah jembatan; Sepanjang 100 meter sebelum dan sesudah perlintasan sebidang; Sepanjang 6 meter sebelum dan sesudah akses bangunan gedung.

Seringkali kita menemui juru parkir liar yang beroperasi di Makassar yang belum tentu berguna dalam hal membantu memarkir kendaraan padahal SK Walikota nomor 935 tahun 2006 tentang sistem perparkiran tepi jalan umum, namun para juru parkir liar tetap saja marak dan belum diberi tindakan oleh pihak PD Parkir Makassar. Yang menggelikan adalah para pengguna lahan parkir tetap -secara tidak langsung- menyuburkan praktek-pratek parkir liar dengan memberikan uang kepada mereka. Mungkin saja ini pengaruh rasa takut terhadap juru parkir tersebut. Jika demikian halnya, maka apa bedanya dengan pemalakan terhadap pemilik kendaraan. Lagi-lagi tugas dan tanggung jawab PD Pakir Makassar dan pihak yang berwajib dipertanyakan.

Tahun 2010 ini, Perusahaan Daerah (PD) Parkir Makassar Raya berencana menaikkan tarif retribusi parkir awal tahun 2010 mendatang. Penyesuaian tarif tersebut berkisar 50 persen hingga 100 persen dari retribusi selama ini. Untuk tarif resmi parkir di pinggir jalan yang awalnya sebesar Rp 500 untuk sepeda motor akan naik menjadi Rp 1.000. Sedangkan untuk mobil dari Rp 1.000 menjadi Rp 1.500. Sementara untuk kawasan strategis seperti wilayah Asindo Panakukang Mas dan kawasan Pengayoman akan naik dari Rp 1.000 menjadi Rp 1.500 untuk kendaraan roda dua. Sedangkan roda empat dari Rp 1.500 naik Rp 2.000. Dari rencana kenaikan tersebut, maka terdapat beberapa permasalahan penting yaitu mengapa tarif parkir harus dinaikkan? Apakah biaya parkir saat ini sebanding dengan pelayanan parkir yang diberikan? Mengapa selama ini, parkir resmi pinggir jalan dikenakan biaya Rp 1000 padahal tarif yang sesungguhnya hanya Rp 500 dan tak ada tindakan nyata pemkot dari pelanggaran tersebut?

Tahun 2008, PD Parkir memenuhi targetnya sekitar 100,45 persen dari target PAD Rp 3,6 miliar. Untuk tahun 2009, pendapatan dari parkir ditargetkan sebesar Rp 4,3 miliar sedangkan pada tahun 2010 ini pendapatan dari parkir ditargetkan sebesar Rp 5 miliar. Jika PAD adalah alasan yang melatarbelakangi rencana kenaikan biaya parkir, maka hal ini menurut saya kurang bijak. Kita boleh melakukan wawancara kepada para pemilik kendaraan, apakah pada saat melakukan transaksi parkir resmi pinggir jalan mereka diberikan karcis parkir? Selain itu, penerapan jasa parkir resmi di Makassar belum benar-benar menyentuh seluruh lahan parkir di kota ini. Misalkan untuk jasa parkir PT. Taspen (Jl. Botolempangan) dan Toko Agung (Jl. Sam Ratulangi) belum terdapat petugas parkir resmi yang ditunjuk oleh pemerintah. Dilain pihak, parkir liar disekitar mall-mall di Makassar masih saja subur, silahkan tengok parkiran depan Mall Panakukang (Jl. Boulevard) serta di samping Mall Ratu Indah (Jl. Mawas).

Suburnya praktek pemarkiran liar inipun sepertinya dihalalkan oleh para pemilik kendaraan jika melihat banyaknya kendaraan yang terpakir dikawasan tersebut. Mungkin ini disebabkan sistem pembayaran yang dihitung per jam saat ini masih sangat membebani dan terkesan tidak manusiawi. Pembayaran yang tinggi ini juga belum diimbangi dengan pelayanan yang memuaskan, tanggung jawab mengenai kerusakan dan kehilangan masih saja menjadi beban bagi para pemilik kendaraan.

Seharusnya setiap masyarakat mengetahui bahwa tindakan sewenang-wenang tersebut bisa di gugat sebagaimana tercantum pada Pasal 18 ayat 1 huruf a, undang-undang nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yang berbunyi: 1. Pelaku usaha (perusahan tempat parkir) dalam menawarkan barang/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan, dilarang membuat atau mencantumkan kalusul baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian (dalam hal ini karcis tanda bukti parkir) apabila: a. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha, penggunaan tempat parkir termasuk dalam perjanjian penitipan barang, sehingga menurut pasal 1706 KUH Perdata, perusahaan pengelola tempat parkir harus menjaga barang yang dititipkan pada areal miliknya dengan baik, sebaik barang miliknya sendiri.

Apabila aturan tersebut dilanggar maka sang konsumen dapat menempuh upaya hukum yang dijelaskan dalam 45 Undang-undang nomor 8 tahun 1999 yaitu menggugat pelaku usaha secara perdata melalui badan peradilan umum; melaporkan secara pidana pelaku usaha atas dugaan melanggar Pasal 16 Undang-undang 16 nomor 8 Tahun 1999, pelaku di ancam dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,-. Lagi-lagi cara untuk menempuh jalur hukum terlalu riskan dan ribet bagi sebagian besar warga Makassar. Apakah tidak lebih baik jika pemkot memberikan nomor telepon atau pos pengaduan masalah pemarkiran? Tindak lanjut dari pengaduan masyarakat mengenai masalah pemarkiran juga semestinya dilakukan dengan nyata.

Rencana kenaikan tarif parkir tahun 2010 sebaiknya benar-benar dengan alasan yang kuat. Janganlah kenaikan tarif parkir kemudian menjadi polemik setelah ditetapkannya tarif yang baru. Selain itu, masalah-masalah pemarkiran di kota Makassar saat ini harus diselesaikan sebelum muncul masalah-masalah yang lebih besar nantinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun