Mohon tunggu...
chandra achey
chandra achey Mohon Tunggu... -

jangan menjadi seonggok jiwa yang mati

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lamunan Hitam

6 Oktober 2012   04:07 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:12 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tak tahu apa yang terfikirkan dalam benaku selama ini, kosong, kosong, hanya kosong. Bagaikam berjalan dalam sebuah lorong hitam berusaha mencari titik cahaya untuk keluar dari lorong yang gelap, gemericik air yang terdengar dalam lamunanku yang menghiasi perjalanan dalam lorong itu.

Sekilas sesuatu yang terbayang hanya wanita seksi dengan busana yang sangat minim sekali yang selalu menjadi bayang-bayang laki-laki dewasa , kunikmati sejanak lekukan demi lekukan tubuhnya, kubelai rambutnya, dan kutatap matanya sedekat mungkin sampai hembusan nafas yang terdengar ketika bibir ini berdekatan. Kulepaskan busananya dan diapun menanggalkan busanaku, aku terhanyut dengan hangat tubuhnya, dia meraung bagaikan serigala yang ditembak senapan laras panjang, meraung dengan penuh kenikmatan. Senapanku tepat sekali mengenai sasaran  yang membuat dia semakin meraung. ku tembakan lagi senapanku tapi dia bangkit lagi, kutembakan lagi senapanku tapi dia bamgkit lagi, kutembakan lagi hingga amunisiku habis dan ternyata dia menyerang dengan hembusan nafas yang kencang dan detak jantung yang tak menentu karena sudah ditembak beberapa kali.

Tapi apa yang kudapatkan? Hanya kenikmatan yang  tak nyata yang aku rasa. Oh tuhan keluarkanlah hambamu dari lorong hitam yang nista ini, tapi aku tidak akan menyerah menemukan titik cahaya yang kucari.

Dimana kau cahaya? Ahhhh, aku mendengar jawaban, tapi jawaban aneh yang serupa dengan teriakanku tadi, baru ku sadari ternyata itu suara yang memantul . Bagaimana aku keluar dari lorong hitam ini, cahaya sangat aku rindukan dan aku tak boleh menyerah, kan ku genggam cahaya itu.

lentunan suara adzan membukakan cahaya yang aku cari, tubuh ini seraya diajak untuk segera dibasuhi air wudhu. Kulit ini menyatu dengan sejuknya air wudhu, ku percepat langkah ini tuk meletakan telapak kaki di atas sajadah suci. tangan ini aku angkat seraya ku ucapkan takbir, ternyata inilah cahaya yang ku cari dalam lamunan hitamku. Terlalu lama aku tidak bersentuh dengan wudhu, dan terlalu lama aku bersentuh dengan kulit wanita bukan muhrimku. Hina sekali diri ini, ya Allah aku terima dosaku, tapi aku mohon terimalah air mata yang ku teteskan hanya untukmu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun