Oleh : Ach Baiquni
Sejak pra Islam pun sudah ada dishamonisasi antara agama ataupun antar suku bangsa, hal ini berangkat dari perbedaan keyakinan mereka terhadap Tuhan. Ada yang monotiesme ataupun politiesme dalam mempersepsikan Tuhan. Agama Islam, Kristen dan Yahudi mempunyai persamaan trah meyakini bahwa Tuhan adalah monotiesme, bahkan mereka berpandangan bahwa Nabi Adam adalah manusia pertama di dunia ini. Berbeda pandangan kelompok agama politiesme yang mempunyai banyak Tuhan contoh agama Hindu dan Budha.
Perbedaan keyakinan ini membawa penganut masing-masing agama bermusuhan karena mereka berpandangan keyakinan merekalah yang paling benar dan absolut sehingga terjadilah disharmonisasi antar mereka, karena mereka berpijak bahwa orang yang tidak sealiran dengannya dianggap “kafir” dalam istilah agama Islam atau dalam arti lain menyimpang dari ajaran Tuhan sebenarnya, maka orang-orang yang seperti perlu diluruskan pemahamannya, bahkan mereka menggap bahwa keyakinan merekalah yang berhak hidup dunia ini,
sehingga orang yan tidak sepahan taubat atau diperangi. Mereka tidak peduli dengan ajaran kitab sucinya untuk saling menghargai antar sesame manusia, tak terkecuali orang yang berbeda agama. Namun, tidak semua orang mempunyai pandangan yang seperti ini, malah mereka saling memahami dan menghormati perbedaan karena ini merupakan fitrah manusia.
Suatu ketika, saya diminta teman saya untuk menggantikan mengajar les matematika anak kls 2 SD, teman saya tidak memberitahu sebelumnya kalau si anak yang mau les adalah orang Kristen. Jam 6 sore saya berangkat dari kampus menuju rumah si anak , sesampai ditegah perjalanan adzan magrib berkumandang, saya berniat untuk salat di rumah si anak. Ketika sudah masuk kompleks si anak, saya ketemu masjid sampai terbesit dalam hati saya “salat dulu ah si masjid” tetapi hati kecil saya menginginkan untuk salat di rumah si anak, sesampai di rumahnya saya di persilahkan duduk.
Ketika saya duduk manis di ruangan tamunya, saya melihat foto-foto salib, Yesus dan Bunda Maria, hati kecil saya merasa menyesal “kenapa kok tadi saya tidak salat di masjid yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah tersebut”, tak lama kemudian saya dipersilahkan bertemu si anak di lantai 2, jelang 15 menit kemudian saya izin pada pembantunya untuk salat magrib meskipun saya agak ragu di izinkan atau tidak ini sama pembantunya, ternyata saya kaget si pembantu langsung paham meskipun dia beragama Kristen juga,
“ya mas silahkan ngambil wudhu di kamar mandi lantai satu dan langsung salat di kamar itu sudah ada sajadahnya mas” setelah salat sekitar 1 jam kemudian ibu si anak datang dari tempat bekerjanya langsung menyapa saya, “Mas guru lesnya ya “ ujar si ibu, “ya Bu” jawab saya, lespun selesai saya sempat berbincang-bincang dengan ibunya mengenai kemampuan si anak dalam menguasai materi matematika dan tak lama kemudian saya pamit bu saya mau pamitan,
Makasihhh mas hati-hati di jalan ya mas saya pun diantar sampek pagar rumahnya dan kedua kalinya bilang hati-hati mas d jalan. Baru kali ini saya mengajar dihormati banget sama orang tuanya saya tidak tahu apakah ini bagian dari ajaran cinta kasih dalam agama Kristen yang jelas kalau seperti ini maka tidak akan terjadi disharmonisasi antar umat beragama.
Pamulang, 13 Pebruari 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H