Menjelang pemungutan suara, perseteruan yang terjadi antara Ketua Umum PBB, Yusril Ihza Mahendera dengan Imam Besar FPI, Habib Rizieq Shihab memanas. Rizieq menyerukan dengan lantang "Tenggelamkan PBB, pilih PKS!".
Yusril balik menyerang dan menuduh Rizieq sebagai 'Si Raja Bohong". Dalam suasana politik saat ini, perseteruan tersebut tak dapat dilepaskan dari kepentingan politik yang ada dibelakangnya.
Semuanya berawal dari pernyataan Yusril dalam salah satu stasiun televisi swasta. Yusril menyatakan bahwa Habib Rizieq pernah berkata dalam komunikasi via telpon bahwa keislaman Prabowo itu tidak jelas. Karena itu, yang mendampingi Prabowo harus ulama.Â
Pernyataan Yusril tersebut ternyata cukup membuat kubu Prabowo gerah. Habib Rizieq langsung membuat pernyataan klarifikasi melalui video yang diunggah ke Youtube.Â
Dalam klarifikasinya langsung dari Mekah, Rizieq menyatakan bahwa Yusril berbohong. Ia tidak pernah menyatakan keislaman Prabowo tidak jelas dan telah lama tidak pernah berkomuikasi via telpon.Â
Seolah tak mau kalah, Yusril merespon pernyataan Rizieq tersebut. Dalam screenshoot yang diunggah di akun instagram pribadinya, Yusril memperlihatkan  chat Habib Rizieq bahwa keislaman Prabowo lemah dan lingkarannya penuh dengan kalangan islamophobia. Atas bukti itu, Yusril balik menyerang Rizieq dengan menyatakan bahwa Habib Rizieqlah, Si Raja Bohong yang sesungguhnya.Â
Rizieq Shihab dan Yusril merupakah dua tokoh yang terkenal telah sering memperjuangkan kepentingan umat Islam. Rizieq adalah pimpinan organisasi militan FPI yang konsisten menegakkan amar ma'ruf dan memberantas nahyi munkar, sementara Yusril adalah pimpinan PBB, partai yang dianggap penerus Partai Masyumi.Â
Yusril, yang juga seorang advokat, telah banyak mengadvokasi berbagai kasus yang merugikan umat, seperti menjadi advokat bagi HTI yang dibubarkan oleh pemerintah. Lalu mengapa kini keduanya berseteru?
Saya melihat setidaknya ada tiga motif politik dibalik sikap-sikap Yusril selama ini. Pertama, Yusril punya kepentingan politik untuk meloloskan PBB untuk mencapai batas parliamantary threshold 4 % di pemilu legislatif. Yusril melihat bahwa dukungan terhadap Jokowi sebagai tokoh yang diusung menjadi Presiden akan mendongkrak suara PBB di masyarakat.Â
Hal tersebut sesuai dengan teori efek ekor jas (coat-tail effect), yakni mengandalkan ketokohan untuk menarik suara partai. Jokowi sebagai petahana jelas memiliki elektabilitas lebih tinggi dibanding Prabowo. Kedua, Yusril ingin tampil paling depan sebagai sosok pemimpin umat yang menyampaikan aspirasi umat yang terdzalimi bukan dengan jalan beroposisi, melainkan berkoalisi.Â
Selama ini, Yusril berada satu barisan dengan kelompok Rizieq Shihab, Amien Rais, Bahtiar Natsir, Mardani Ali Sera, dkk yang menjaga jarak dengan pemerintah Jokowi. Namun, saya merasa, Ketokohan Yusril tidak mendapat posisi politik yang kuat di antara tokoh-tokoh tersebut. Terbukti dari beberapa kali ia dikecewakan, seperti gagal menjadi cagub DKI 2017 lalu.