Mohon tunggu...
Amir Hamzah
Amir Hamzah Mohon Tunggu... -

saya orang kampung yang pengen belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Nature

Catatan Hari Bumi 22 April; Dimanakah Pangan yang Sehat bagi Kita?

21 April 2011   15:57 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:33 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

di mana pangan yang sehat?

Memperingati Hari Bumi yang jatuh pada tiap tanggal 22 April, muncul sebuah pertanyaan melankolis, di manakah pangan yang sehat bagi kita? Pertanyaan ini muncul dan mengemuka di tengah ketidakpastian bagi kita dalam mendapatkan bahan makanan yang bebas dari residu pestisida dan senyawa berbahaya lainnya. Betapa sulitnya kita mendapatkan pangan yang sehat, yang proses produksinya tidak menggunakan senyawa-senyawa semacam urea, TSP atau KCl sebagai bahan pupuk, ataupun bahan pangan yang tidak menggunakan bahan-bahan pestisida, herbisida dan senyawa beracun lainnya yang dalam kadar tertentu tidak hanya dapat membunuh serangga yang di maksud, namun juga dapat besifat toksid (racun) bagi manusia, terutama jika kadarnya sudah menumpuk dan terakumulasidalam darah.

Seorang teman bercerita, beras yang kita jadikan sebagai makanan pokok sepengetahuannya tidak terbebas sepenuhnya dari bahan-bahan di atas. Sang teman yang bekerja sebagai tenaga konsultan pada proyek pengembangan padi di suatu kawasan transmigrasi, sampai menggelengkan kepala, betapa dia terkejut ketika mengetahui bahwa proses produksi padi mulai dari proses penyemaian hingga panen sangat banyak menggunakan bahan-bahan anorganik/kimia, walaupun secara fisik memperlihatkan bentuk padi yang bernas dan berisi. Dia sampai tidak percaya, bahwa untuk membunuh hama keong mas saja para petani harus menumpahkan berliter-liter bahan kimia yang mampu membunuh sang hama di areal tanamannya. Itubaru di lakukan saat pengolahan tanah sebelum tanam, belum lagi jika serangan hama meningkat pada proses perkembangan selanjutnya. Dia sampai tak bisa membayangkan jika hamparan padi yang mencapai 20 ribuan hektar tersebut ditumpahkan bahan racun untuk membunuh keong mas. Artinya, air dan tanah bahkan udara di areal tersebut sudah “diracuni” oleh para petani dengan dalih untuk membunuh jenis hama tertentu. Para petani bahkan tak bisa mengetahui dampak terhadap lingkungan ekosistem tanaman padi berada. Itu hanya satu jenis bahan kimia saja, karena menurut penuturan para petani, setiap tahap demi tahap dalam proses produksi pertanian tersebut, mereka “diajarkan” untuk menumpahkan beragam racun bagi beragam serangga, racun bagi hama tikus dan beragam zat kimia lainnya bagi peningkatan hasil padi yang ditanamnya. Jika tidak demikian, menurut mereka, hasil yang diharapkan tidak tercapai.

Lebih terkejutnya lagi sang teman, saat para petani yang dibinanya tersebut saat panen tiba memberikan oleh-oleh berupa sekarung beras, dengan mengatakan bahwa beras yang diberikan ini ditanamnya dengan perlakuan khusus, tanpa menggunakan bahan kimia dan apapun jenisnya. Cerita sang petani kemudian, bahwa untuk konsumsi rumah tangganya dia tidak menggunakan bahan-bahan kimia dalam proses produksinya, yang diidentifikasinya dengan perlakuan khusus tadi, sedangkan tanaman padi yang proses produksinya menggunakan beragam bahan kimia, mulai dari racun rumput, racun serangga bahkan racun tikus sekalipun, tidak dikonsumsinya, hanya diperuntukkan bagi konsumsi masyarakat lainnya alias dijual ke pasaran.

Bagi anda yang sering di dapur, coba sekali-kali perhatikan beras yang anda cuci sebelum dimasak? Biasanya, beras yang dipacking apik dengan merek dagang yang tertentu, terkenal dengan kulit yang bersih, tampak bernas dengan bulir yang bening, namun saat dimasak, ternyata lebih cepat basi dan berbau. Konon kabarnya, hal ini disebabkan oleh proses produksi beras tersebut yang menggunakan beragam bahan kimia anorganik. Beras anorganik ini dalam proses produksinya, identik dengan pemakaian bahan-bahan kimia yang pada dosis tertentu memang diperuntukkan membasmi beragam hama dan penyakit tanaman padi. Namun, ketika serangan bertambah parah petani biasanya tidak segan-segan menambah dosis anjuran dengan harapan tanamannya terbebas dari hama dan penyakit dimaksud. Celakanya, beberapa jenis hama mempunyai sifat resistensi terhadap bahan kimia tertentu, sehingga jika bahan kimia tersebut terlalu sering digunakan untuk membunuhnya, hama tersebut akan mempunyai antibody atau sifat kebal terhadap bahan kimia yang dimaksud.

Bagi kita yang senang dengan beragam sayuran yang daunnya diambil sebagai hasil ekonomis semacam sawi, seledri, bayam, kangkung dan sebagainya. Pernahkah terpikir misalnya, berapa dosis anjuran pestisida yang digunakan petani dalam membasmi hama tanamanya sehingga mendapatkan daun sawi yang hijau mulus dan bersih, bebas dari cacat fisik lainnya. Atau justru, penampilan fisik daun sawi tersebut telah membutakan kita terhadap kemungkinan adanya kandungan bahan kimiawi beracun yang melekat di daun sawi tersebut. Sebuah pertanyaan yang wajar bagi kita sebagai konsumen beragam produk pertanian, di manakah pangan yang sehat bagi kita?

Organic Farming Sebuah Jawaban

Saat ini, dunia pertanian telah diperkenalkan dengan konsep pertanian organic. Berbeda dengan anorganik yang identik dengan pemakaian bahan-bahan yang sifatnya anorganik atau non alami, pertanian organic bertumpu pada bahan yang berada di sekitar kita yang sifatnya alami atau organic, bisa dari pupuk kandang (bahan pupuk dari kotoran hewan) atau pupuk kompos (bahan pupuk yang berasal dari seresah tanaman yang membusuk). Hasil produksi dari pertanian organic ini biasanya juga berbeda, baik dari rasa, kualitas hingga harga produknya.

Isu pertanian organic tidak hanya trend sesaat dengan slogan back to nature-nya, namun pola hidup baru yang mengedepankan penggunaan bahan organic untuk mendapatkan bahan pangan yang sehat dan bergizi tinggi. Tidak hanya memproduksi bahan pangan yang sehat, dalam banyak literature, penggunaan bahan organic secara berkesinambungan justru akan meningkatkan kandungan biologis tanah.

Memang, tidak serta merta kita mengklaim bahwa bahan pangan yang dihasilkan merupakan pangan organic, karena harus berdasarkan standar mutu dan sertifikasi terhadap produk yang dihasilkan. Namun, sekecil apapun upaya pengurangan pasokan bahan kimia dalam proses produksi pangan, seyogyanya juga dinilai sebagai bentuk penyadaran terhadap sesama bahwa keamanan pangan (food safety), bergizi tinggi serta aman bagi lingkungan dapat memberikan kepastian bagi kita terhadap penyediaan bahan pangan yang sehat.Wassalam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun