Suatu hari di sebuah negeri yang kaya dan makmur, terdapat enam jenis warna yang mengisi negeri tersebut: merah, oranye, kuning, hijau, biru, dan ungu; begitulah mereka menyebut diri mereka. Di negeri tersebut, kaum merah dan ungu adalah pendatang yang mendiami negeri tersebut untuk maksud berdagang. Sementara oranye, kuning, hijau, dan biru sudah sejak lama menjadi empat kaum besar pendiri negeri tersebut.
Sampailah di suatu hari, enam wakil dari tiap kaum warna berkumpul dan berbincang.
"Warna di kaumku adalah yang terbaik di negeri ini. Lihatlah, hampir sebagian besar tumbuhan adalah hijau. Jangan lupa, hijau melambangkan hal-hal positif bagi negeri kita."
Mendengar hal tersebut, warna biru tak mau kalah, "Eits, jangan begitu. Kau lupa ya bahwa kaumku adalah pemberi rasa teduh dan dingin bagi negeri kita? Air dan langit semua berwarna biru, kami tenang dan sabar. Kau boleh berwarna hijau, tapi tanpa air, kau bukan apa-apa!"
Warna ungu pun menyela, "Ckckckck.. Negeri ini tak pernah berkembang tanpa aku! Kalian ini hanya tinggal saja di negeri ini, tak bisa berkreasi. Warna ungu adalah warna kemuliaan, gagah dilihat. Bahkan, di era modern seperti ini hampir sebagian besar barang yang kalian pakai adalah produksi kaum ungu."
Tentu saja, warna merah tak mau menghentikan percakapan, "Wahai ungu, kau sendiri yang bilang -hampir- sebagian besar. Tentu saja kau benar, soalnya sebagian besar produksi kaumku ada di negeri ini. Dari mainan sampai teknologi, bangsaku yang menguasai. Bahkan, kami tak hanya pintar produksi, tapi juga mengakali pengunjung agar membeli produk kami, entah baik ataupun tidak. Usaha dong, baru bicara!"
Warna kuning hanya diam, tanpa sepatah kata.
***
Cerita singkat di atas adalah gambaran negeri kita, bahkan ironisnya dunia kita saat ini. Tidak hanya di negara maju, bahkan di desa terkecil di Indonesia pun sudah mulai 'gengsi' untuk meninggikan rasnya. 'Ras ku yang paling baik!" pikirnya. Bangsa asli Indonesia di bagian barat membanggakan kedaerahannya yang masih kental, serta rasa persaudaraan yang kuat. Kaum Jawa membanggakan kelemah lembutannya. Orang-orang Dayak menjunjung tinggi kekuatannya. Gadis Sulawesi adalah yang terbaik, pikir beberapa orang. Papua kaya akan keanekaragaman hayati di sana.
Mungkin penulis tak sepenuhnya benar dengan pernyataan di atas. Mungkin kedaerahan di Sumatera bukan yang dibanggakan. Mungkin lemah lembut orang Jawa tidak dibanggakan. Mungkin di Kalimantan kekuatan tidak dijunjung tinggi. Mungkin juga orang Sulawesi bilang orang Jawa lebih baik. Mungkin juga Papua lebih membanggakan hal lain. Penulis tak tahu. Tetapi satu hal yang pasti, Indonesia bukanlah Indonesia tanpa orang Sumatera, Jawa, Sulawesi, Kalimantan, dan Papua. Negara ini lahir dari rahim yang sama, rahim seorang ibu. Manusia. Apakah sang Pencipta membedakan seorang dilahirkan dari rahim yang lain? Tidak! Bahkan tak satupun dari manusia yang menghembuskan nafasnya di bawah matahari dapat keluar dari kandungan secara otomatis. Pastilah seorang ibu yang membantu. Pastilah seorang bidan ataupun dokter mengoordinir. Pastilah ada seseorang di sampingnya yang menjaga.
Bagaimana dengan orang Tionghoa? Hindustan? Timur Tengah? Kaukasia?