Mohon tunggu...
Acep Purqon
Acep Purqon Mohon Tunggu... Dosen - Dosen ITB

Director of International Office , ITERA (Institut teknologi Sumatera) Chief of Data Science, ITERA (Institut teknologi Sumatera) Collaborative Professor, Kanazawa University, Japan Earth Physics and Complex Systems, Institute of Technology Bandung (ITB)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Urgensi Buku Bermutu di Sekolah (Diskusi dengan Mendiknas Jepang dan Korea)

14 Juli 2020   09:20 Diperbarui: 14 Juli 2020   09:27 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat berkesempatan bertemu dengan Mendiknas Jepang dan Mendiknas Korea Selatan, hal pertama yang saya tanyakan adalah terkait textbook atau buku wajib anak sekolah. Penyediaan buku teks bermutu adalah kunci percepatan perkembangan negara terutama mendukung STEAM (Science, Technology, Engineering, Art, Math). 

Pernah berkesempatan bertemu dengan Mr. Hiroshi Hase (saat menjabat Mendiknas Jepang) di Kanazawa Jepang. Di lain waktu, berkesempatan diundang bertemu dengan Mr. Kim Sang Kun (Mendiknas Korea Selatan) yang juga saat itu wakil perdana menteri Korea di Seoul, Korea. Terkait loncatan teknologi di kedua negara tersebut.

Tentu permasalahan di Indonesia tidak sesederhana itu. Ada banyak hal yang membuat tidak optimum. Saat saya bandingkan buku teks kita dengan kedua negara ini memang harus diakui masih cukup tertinggal. Kalau pun kita bisa menyediakan buku bermutu, ada hal lain, yaitu budaya kita masih erat dengan budaya bertutur, bukan budaya membaca seperti pada kedua negara tersebut.

Tapi mungkin ada serpihan-serpihan kecil yang kita bisa coba belajar dari apa yang terjadi dengan success story di Korea. Kalau yang positifnya, tentu bisa diambil. Untuk textbook ini saya juga berkesempatan meeting dengan mbahnya fisika pendidikan di Korea yaitu Prof. Pak. Dia adalah Ph.D pertama di Korea untuk bidang ini. Beruntung masih bertemu dengan generasi tersebut dan disebut legenda hidup (the living legend).

Korea Selatan saat tahun 70-an yang lebih miskin dari Indonesia dengan pendapatan perkapita hanya $60 dan tanpa sumber daya alam ini, mulai berfikir visioner bahwa satu-satunya harapan adalah SDM. Hal yang bisa dijual adalah teknologi, dan kuncinya adalah penguasaan STEM (Science, Technology, Engineering and Math).

Darimana dana untuk mengirim orang-orang Korea belajar STEAM tersebut?, akhirnya meski masalah harga diri akhirnya meminjam yen dari Jepang dan juga pinjam dari world bank saat itu. Namun pemanfaatannya termonitor dengan baik dengan hasil yang luar biasa.

Penguasaan penting Basic Science adalah juga melengkapi textbook atau buku pegangan SMA. Saya berkesempatan baik diberi buku yg akan diterbitkan pemerintah Korea untuk tingkat SMA yang akan digunakan di kurikulum mendatang. Buku ini tidak akan didapat di toko buku manapun karena fresh from the oven baru approval untuk diterbitkan (belum bersampul) untuk buku wajib sekolah SMA bidang STEM.

Hal paling terasa adalah cara memberi ilustrasi yang baik untuk anak sekolah belajar. Saya terus ke kantor kemendiknas (MoE) Korea yang sangat siap dengan kurikulum terintegrasi dari jenjang SD,SMP, SMA, Universitas. Hasilnya, teknologi berkembang sangat pesat dari zero to hero. Bahkan sudah mulai bisa mengalahkan Jepang untuk beberapa teknologi tertentu.

Dari semua yang saya saksikan, nampaknya ada benang merah bahwa Textbook yang baik adalah kunci.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun