Mohon tunggu...
Acep jamaludin
Acep jamaludin Mohon Tunggu... Konsultan - Direktur Kajian strategis dan Pembangunan PT. Sinergi Riset Nusantara

Seorang Aktivis Gerakan Mahasiswa yang fokus terhadap isu soal dan politik dan bekerja sebagai konsultan politik disalah satu perusaan konsultan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Revolusi di TPS Demi Ibu Pertiwi Saatnya Rebut Ruang Demokrasi

26 Oktober 2023   18:30 Diperbarui: 26 Oktober 2023   18:30 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Situasi politik di Indonesia akhir-akhir ini telah menunjukan tanda-tanda yang mengkhawatirkan.
Praktik korupsi, kolusi dan nepotisme atau lebih populer disebut dengan singkatan KKN semakin
terlihat datang bersamaan dengan itu ada juga beberapa ancaman lain bagi demokrasi kita,
membuat banyak orang merasa khawatir tentang masa depan demokrasi Negara ini.
Dalam satu dekade terakhri dibawah kepemimpinan Joko Widodo, kita telah menyaksikan
ketidakadilan merajarela. Rakyat kecil terpinggirkan, diekploitasi, dan dibiarkan lemah oleh
kebijakan pemerintah. Meskipun ada upaya pembangunan infrastruktur dan ekonomi,
sayangnya, hal tersebut serigkali menyebabkan perampasan tanah rakyat, kerusakan lingkungan,
dan praktek korupsi yang merajarela.
Selama sepuluh tahun terakhir juga, demokrasi Indonesia semakin hilang esensinya. Hukum tidak
lagi digunakan untuk mensejahterakan rakyat dan menegakkan keadilan. Kita telah menyaksikan
bagaimana politik berubah menjadi bisnis yang merugikan rakyat, dan bagaimana suara-suara
kritis seringkali ditekan melalui pelabelan politik dan instrument hukum seperti UU ITE.
Pemimpin kita tampaknya lebih memihak kepada kepentingan modal, investor, dan elite politik,
sementara rakyat kecil menjadi korban.
Sepuluh Tahun Demokrasi Hilang Esensi
Praktek pemerintahan di hampir sepuluh tahun ini, telah menyebabkan demokrasi kehilangan
esensi. Pemerintahan Demokrasi yang diidamkan oleh Abraham Lincoln "...dari rakyat, oleh
rakyat dan untuk rakyat..." tidak terjadi di Indonesia ini. Mereka dari rakyat, dipilih oleh rakyat
tapi kebijakan-kebijakan yang dihasilkan malah bukan untuk rakyat. Hukum tidak lagi digunakan
untuk menegakkan keadilan dan mensejahterakan rakyat, demokrasi saat secara telanjang telah
mendorong politik 'dagang sapi', serta memojokkan lawan politik dengan memperalat aparatur
negara dan hukum.
Baru-baru ini kita akhirnya diramaikan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada tanggal
16 Oktober 2023, menambah banyak persepsi masyarakat dengan agenda politik yang mengarah
pada skenario yang keluar dari kreatifitas sutradara Jokowi dengan memanfaatkan atribut
hukum. Banyak orang berpendapat bahwa keputusan ini digadang-gadang demi melancarkan
jalan pencalonan sang putera mahkota. Tentu persepsi ini menguat dengan situasi dimana
Prabowo dan Ganjar belum mengumumkan pasangannya sebelum putusan Mahkamah
Konstitusi keluar. benar saja setelah MK mengeluarkan putusannya Koalisi Indonesia
Menang(KIM) yang mengusung Prabowo Subianto sebagai calon presiden akhirnya
mengumumkan pasangan cawapresnya yaitu Gibran Rakabumingraka.

Sikap MK tentang syarat usia pejabat publik mengacu pada Putusan MK Nomor 15/PUU-V/2007,
Putusan MK Nomor 37/PUU-VIII/2010, dan Putusan MK Nomor 49/PUU-IX/2011. Karena
memiliki komponen open legal policy Artinya UUD 1945 menyerahkan penentuan batasan usia
kepada pembentuk undang-undang untuk mengaturnya yaitu eksekutif dan legislatif.

16 oktober 2023 mayoritas hakim MK memutuskan untuk mengabulkan Sebagian gugatan
dengan menambahkan syarat calon presiden dan calon wakil presiden sehingga Pasal 169 huruf
q UU Pemilu selengkapnya berbunyi: Berusia paling rendah paling rendah 40 tahun atau pernah
/sedang mendukuki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pilkada.
MK tidak berwenang mengadili permohonan terkait batas usia calon presiden (capres) dan calon
wakil presiden (cawapres). MK dalam putusan sebelumnya telah menentukan hal-hal yang
termasuk open legal policy (kebijakan hukum terbuka) hal itu berdasar pada ketentuan Undang-
Undang Dasar (UUD). UUD memberikan delegasi kewenangan berupa pernyataan dapat diatur
lebih lanjut dalam atau dengan undang-undang, maka hal itu termasuk open legal policy.
MK akan jadi tidak konsisten dengan putusan-putusan sebelumnya. Dan ini artinya MK akan
membuat dirinya jadi terlalu politis menjadikan MK tidak independen dan mengurangi
legitimasinya sebagai lembaga yudikatif. Adanya konflik kepentingan dalam penyelenggaraan
negara membuat cek and balance jadi tidak bekerja. MK selain mengabulkan sebagian gugatan
penambahan syarat capres/cawapres, MK sering menolak gugatan yang mendukung jalannya
kepentingan kekuasaan seperti omnibuslaw UU cipta kerja, UU KPK, revisi masa jabatan
pimpinan KPK dll. Adanya relasi keluarga dalam lembaga negara dapat mengukuhkan kolusi,
korupsi dan nepotisme yang sulit hilang di republik ini hingga dapat menghancurkan demokrasi.

Tiga Tahun UU Omnibuslaw Membawa Krisi Tenaga Kerja dan Lingkungan
UU Omnibuslaw , yang telah berlaku selama tiga tahun, terbukti membawakonsekuensi serius
dalam sektor tenaga kerja, lingkungan, dan agrarian. Kita perlu merenung lebih dalam tentang
bagaimana undang-undang ini telah merubah peta ekonomi dan sosial Indonesia.
UU CIPTAKER telah membawa perubahan yang signifikan dalam dunia kerja di Indonesia. Di
bawah peraturan yang baru, batas waktu dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu(PKWT)
diperpanjang 3 tahun menjadi hingga 5 tahun. Hal ini menciptakan ketidakpastian pada buruh,
karena mereka kesulitan mendapatkan jaminan pekerjaan yang stabil dan hak-hak mereka
menjadi semakin rentan.

Selain itu, pembatasan jenis pekerjaan yang dapat dijalankan melalui sistem outsourcing juga
dihapuskan. Ini berarti bahwa buruh yang bekerja di berbagai sektor dan profesi dapat
dipekerjakan dengan sistem outsourcing, yang sering kali tidak memberikan jaminan kerja yang
baik.
Penting untuk mencatat bahwa di bawah UU Omnibuslaw, "kebutuhan hidup layak" yang
sebelumnya digunakan sebagai acuan untuk menghitung upah minimum juga dihapuskan. Ini
berarti upah buruh tidak lagi memiliki landasan yang kuat untuk memenuhi kebutuhan dasar
mereka. Bahkan lebih mengkhawatirkan, perubahan aturan yang terbaru telah memungkinkan
pemotongan upah buruh hingga 30% per bulan dan perubahan waktu kerja dengan persetujuan
sepihak, yang mengakibatkan buruh semakin rentan terhadap eksploitasi.
Tambahan lagi, proses PHK yang semakin mudah menyulitkan para buruh, karena perusahaan
hanya perlu memberi tahu mereka tanpa perlu melakukan perundingan. Hal ini mengakibatkan
peningkatan tajam dalam jumlah buruh yang di-PHK sejak UU Omnibuslaw mulai diberlakukan.
Pesangon yang diberikan kepada buruh yang di-PHK juga berkurang, yang berarti bahwa mereka
menerima kompensasi yang lebih rendah daripada sebelumnya.
Di sektor lingkungan, UU Omnibuslaw memicu perubahan signifikan dalam kebijakan
pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Hal ini membawa konsekuensi serius bagi
kerusakan lingkungan dan ancaman terhadap ekosistem alam.
Lahirnya Bank Tanah yang merupakan turunan dari UU Omnibuslaw telah meningkatkan eskalasi
konflik agraria. Penetapan lokasi tanah oleh Kementerian ATR/BPN seringkali dilakukan tanpa
mempertimbangkan situasi di lapangan, sehingga meningkatkan risiko konflik agraria yang lebih
meluas.
Penggusuran dan perampasan tanah atas nama Proyek Strategis Nasional (PSN) semakin
meningkat. Kementerian ATR/BPN telah melaporkan bahwa mereka telah membebaskan tanah
seluas 23.000 hektar untuk PSN dan 10.000 hektar non-PSN. Kemudahan dalam proses
pengadaan tanah untuk proyek infrastruktur, yang merupakan turunan dari UU Omnibuslaw,
telah memperburuk eskalasi penggusuran dan perampasan tanah yang seringkali tidak
mempertimbangkan hak masyarakat lokal.
Impor pangan yang semakin mudah juga mengancam kedaulatan pangan Indonesia. Pemerintah
telah mengimpor sejumlah besar beras, bahkan ketika produksi beras nasional mencapai surplus.
Hal ini menyebabkan kerugian bagi petani lokal dan mengancam kedaulatan pangan negara.
Pengembangan Food Estate yang mencapai ribuan hektar juga menyebabkan perampasan tanah
rakyat dan kerusakan lingkungan. Lebih dari sekadar perampasan tanah, ini juga menciptakan
konsekuensi jangka panjang terhadap keberlanjutan ekosistem.

Dalam rangka untuk meredakan dampak UU Omnibuslaw pada sektor tenaga kerja dan
lingkungan, perlu adanya perubahan kebijakan dan perbaikan hukum yang berorientasi pada
kesejahteraan rakyat dan pelestarian lingkungan. Saatnya bagi masyarakat untuk bersatu dan
memperjuangkan hak-hak mereka serta melindungi lingkungan demi masa depan yang lebih
baik.
Gerakan Revolusi di TPS
Perjuangan melawan UU Omnibuslaw telah membangkitkan kesadaran di kalangan rakyat.
Demonstrasi besar-besaran yang diadakan sebagai respons terhadap UU Omnibuslaw sejak
tahun 2019 sampai dengan sekarang menghadirkan gambaran tentang keinginan rakyat untuk
perubahan yang lebih besar.
Namun, perjuangan ini juga telah mengakibatkan tragedi dan korban jiwa yang patut
disayangkan. Pahlawan yang gugur dalam perjuangan melawan UU Omnibuslaw harus dihormati
sebagai penjaga demokrasi.
Pada titik ini, menjelang tahun demokrasi gerakan revolusi di Tempat Pemungutan Suara (TPS)
merupakan Ide yang konkrit untuk melakukan perubahan agar apa yang terjadi selama hamper
satu dekade ini tidak terualang lagi. ini merupakan respons terhadap krisis demokrasi yang
sedang berlangsung.
Dalam situasi di mana pilihan pemimpin yang kompeten dan bermoral sangat penting, gerakan
revolusi di TPS merupakan langkah mengambil alih kendali dalam pemilihan pemimpin kita.
Dengan melibatkan diri dalam pemilihan, kita dapat memastikan bahwa pemimpin yang terpilih
benar-benar mewakili kepentingan rakyat, sehingga tidak akan terjadi lagi anak bangsa yang
berguguran dalam perjuangan melawan pemimpnnya sendiri.
Gerakan ini adalah langkah nyata dan terukur dalam menghadapi krisis demokrasi. Dengan
memilih pemimpin yang sesuai dengan visi dan nilai-nilai kita, kita dapat mewujudkan perubahan
yang kita inginkan.
Momentum Pemilu 2024 adalah kesempatan emas untuk mengembalikan demokrasi yang adil
dan humanis. Kita perlu melakukan gerakan ini dan bergerak bersama untuk mewujudkan masa
depan yang lebih baik untuk Indonesia. Kita perlu aktif melakukan kurasi terhadap calon-calon
pemimpin kita ke depan, baik legislative maupun eksekutif. Lantas bagaimana kita bisa
melakukan revolusi di TPS ini.
Pertama, lihat dan cari tahu latar belakang dan rekam jejak orang-orang yang akan kita pilih nanti
untuk legislatif di tiap levelnya(DPR Kabupaten, Provinsi dan RI) maupun eksekutis baik Presiden,
Wakil Presiden, Gubernur dan Pemerintah daerah lainnya.
Tentu akan banyak orang yang kita cari tahu, akan tetapi ini akan sebanding dengan apa yang
bisa kita lakukan ke depan, baik itu monitoring atau melakukan relasi komunikasi pada orang
yang terpilih nantinya. Jangan sampai orang yang pernah melakukan tindak pidana korupsi,
orang yang akan berpotensi memiliki konflik kepentingan antara kepentingan pribadi dan
kelompoknya berbenturan dengan kepentingan rakyat keseluruhan juga orang yang tidak
memiliki ide dan gagasan dalam kepemimpinan kemudian hari terpilih kembali di 2024 nanti.
Kedua, setelah melakukan pencarian informasi langkah selanjutnya adalah membandingkan
gagasan-gagasan para calon dengan calon lainnya. Gagasan mana yang paling dibutuhkan untuk
masyarakat termasuk didalamnya gagasan untuk meningkatan ekonomi kerakyatan agar
disparitas ekonomi tidak terlalu tinggi dan penjaminan keamanan rakyat dalam menggunakan
hak-haknya.

Ketiga, calon-calon mana saja yang sudah kita tentukan untuk dipilih sebarkan juga informasi
yang telah kita dapatkan melalui media apapun yang kita miliki, agar masyarakat lainnya secara
umum juga mengetahui apa yang ingin mereka perjuangkan dan cocok dengan apa yang ingin
kita perjuangkan juga. Seringkali kita sungkan untuk menyebarkan apa yang kita yakini, ingat
berbeda pilihan adalah hal yang biasa dan tidak perlu menjadi hal yang bisa menjauhkan bahkan
membuat konflik diantara orang-orang terdekat kita. Bukankah selera makan kita juga berbeda-
beda, lantas mengapa berbeda pilihan politik tidak diperbolehkan?.
Keempat, lakukan dialog atau obrolan-obrolan sehat secara tatap muka dengan orang-orang di
sekitar kita baik keluarga, orang terdekat ataupun tokoh masyarakat. Jika kita sudah tau
informasi gagasan apa saja yang dibawa oleh para calon pemimpin kita, mestinya obrolan akan
terjadi secara sehat, yaitu dengan cara bertukar pikiran gagasan mana yang paling baik,
bukannya fanatisme buta terhadap simbol-simbol politik buta.
Kelima, melakukan revolusi di TPS dengan cara memilih calon-calon yang sudah kita yakini untuk
kita pilih bersama orang-orang di sekitar kita. Sekali lagi, patut kita hargai juga orang-orang yang
memiliki perbedaan pilihan diantara kita, agar mereka juga dapat memilih secara bebas, rahasia
dan adil. Jangan sampai ada diskriminasi diantara masyarakat hanya karena hal tersebut, karena
orang terdekat kitalah yang pertama kali bisa tau dan membantu kita dalam situasi dan kondisi
apapun yang kita hadapi dan tugas pemimpin yang terpilih adalah melayani masyarakat
keseluruhan baik yang memilihnya ataupun tidak. Karena mereka adalah pemimpin rakyat bukan
pemimpin relawan.
Langkah-langkah kecil inilah yang bisa kita lakukan di tahun-tahun politik ini, untuk mencegah
hal-hal yang tidak perlu terjadi seperti di beberapa tahun kebelakan dan langkah-langkah ini pula
yang akan menentukan nasib kita bertahun-tahun ke depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun