Aku pernah bertemu seorang perempuan yang wajahnya seindah senja, matanya seperti lautan berwarna biru. Tapi kuperingatkan kepada kalian jangan pernah menatap matanya lebih dari 60 menit, kalau kalian tidak ingin masuk ke dalam matanya yang biru seperti laut. Ada sebuah cerita dari seorang dosen di kampusku yang menjadi pembimbing akademiknya, hilang setelah melakukan bimbingan akademik dengannya. Setelah dinyatakan hilang selama 2 bulan, dosen itu kembali ke kampus, dan menyatakan pengunduran diri dari kampusku. Mulai dari situ hal itu menjadi bahan obrolan semua mahasiswa di kampus. Banyak yang menyatakan dosen itu menghilang karena masuk ke dalam mata perempuan itu dan tersesat. Ada juga yang menyatakan bahwa dosen itu menghilang karena sedang ada masalah dengan istrinya. Aku awalnya lebih percaya pernyataan yang ke-dua, tetapi bagaimana aku membuat cerita ini kalau aku tetap konsisten percaya dengan alasan yang kedua?
Nama perempuan itu adalah Cici, dia teman pertama yang aku kenal pada saat aku masuk ke kampus. Dia juga perempuan pertama yang membuat ku jatuh cinta dengan alasan yang sangat klise, karena wajahnya yang seindah senja, dan matanya yang biru seperti laut. Siapa yang sangka bahwa biru laut di matanya, memang terdapat benar ada laut di dalamnya? Aku-pun tak habis pikir bagaimana dia memasukkan laut ke dalam matanya. Para pembaca, teman-teman, kumohon percayalah setiap perkatan yang kunyatakan dalam cerita ini. Yang pertama adalah, aku tidak suka dengan hal yang klise. Seperti ketika semua orang sedang suka mendengarkan lagu galau yang trending di media sosial, aku tetap mendengar “Rumah Sakit”. Namun setelah semua orang tahun band “Rumah Sakit”, aku berpindah haluan kepada “Dongker”. Karena kurasa musik yang sudah sering didengar oleh semua orang, akan terasa membosankan jika didengarkan lagi. Yang berikutnya adalah, kalian harus percaya bahwa mata Cici yang berwarna biru laut itu, benar-benar terdapat laut di dalamnya.
Hal ini harus ku sampaikan kepada kalian, semoga kalian mempercayainya. Sudah kunyatakan sejak awal bahwa aku tidak menyukai hal klise, baik dalam hal apapun dengan pengecualian, wajah Cici yang indah seperti senja, dan matanya yang biru seperti laut. Semua orang yang bertemu dengan Cici akan melihat senja di pantai, dengan laut yang indah. Semua orang itu termasuk aku. Harus jujur ku katakan bahwa, aku jatuh cinta kepada Cici sejak awal aku bertemu dengannya. Hal ini sebetulnya tidak berterima dengan konsistensi ku, dalam menolak segala hal yang bersifat klise. Namun aku lupa menyatakan satu hal tentang diriku yaitu, aku tidak suka berbohong, apalagi dengan diri sendiri. Aku awalnya ragu untuk mendekatinya. Tetapi pada satu hari aku mencoba, beranikan diri untuk berbicara dengannya, barang sepatah kata-pun tak apa. Namun bodohnya aku adalah membuat janji temu di sebuah warung kopi di kampus, dengan alasan ada satu hal yang penting perihal organisasi kampus. Yang tak akan mungkin hanya terjadi pembicaraan sepatah kata.
Cici menyetujui hal tersebut dan kami pun bertemu. Rumor tentang lautan dalam mata Cici, sudah beredar di kumpulan seluruh mahasiswa, namun aku masih tidak percaya. Saat itu warung kopi sedang sepi, mungkin hanya kami berdua di sana sebagai pengunjung. Obrolan berlangsung selama 1 jam lebih lamanya. Aku mulai paham mengapa wajahnya seindah senja, karena memang dia suka dengan senja. Sejak obrolan terakhir kami, pendengaran ku mulai terganggu dengan suara ombak yang berdesir, seperti aku sedang duduk di tepi pantai. Mata Cici mulai berbinar dan bercahaya, mata biru laut itu mulai terlihat seperti laut sungguhan. Sejak awal mulai obrolan aku memang sudah memperhatikan matanya, agar pembicaraan terasa intim. Namun salahku adalah menatapnya selama obrolan berlangsung. Penglihatan ku semakin buram, aku seperti melihat laut di depan mata ku, berat di mata ku mulai terasa, hingga aku berkedip, dan menutup mata cukup lama. Kau tahu apa yang terjadi selanjutnya? Aku sudah berada di tepi pantai yang sangat indah, dan laut yang biru seperti mata Cici.
Aku bingung dan tak tahu aku berada di mana saat ini. Aku mulai memahami situasi dengan melihat sekitar. Aku mulai sadar bahwa aku berada di dalam mata Cici. Sekarang aku harus apa? Aku tidak tahu jalan keluar dari sini. Sementara aku memikirkan jalan keluar, aku menikmati dunia di sini. Pantai dan laut di dalam sini masih asri dan sangat tenang. Aku meraba kantung kemeja ku, ku ambil sebungkus rokok yang dari pagi, di dunia yang asli, ku beli di warung depan rumah kos ku. Tak lupa aku menikmati indahnya laut dan baunya yang sangat segar, dengan membaca buku “Sepotong Senja Untuk Pacarku” karya Seno Gumira. Sudah bosan ku rasa menikmati dunia itu, aku mulai memikirkan bagaimana aku keluar dari sini. Aku mulai berjalan menyusuri pantai ku harap ada jalan keluar di ujungnya. Namun aku tak menemukan ujungnya, hingga senja tiba dengan matahari yang sangat terang. Yang ku temukan adalah sebuah warung kopi, dengan perempuan yang sedang duduk membelakangiku. Kusambangi warung kopi itu dengan harap aku menemukan jawaban di mana jalan keluar dari sini berada.
Setelah ku sampai di warung kopi itu, aku terekejut ternyata perempuan itu adalah Cici yang sedang termenung. Namun dia hanya terdiam ketika aku bertanya “sedang apa kau di sini dan bagaimana aku bisa di sini?”. Sampai akhirnya dia menangis dan mulai bicara.
“aku gak tahu sampai kapan semua orang selalu berbohong kepada ku” ucap Cici.
“maksudnya apa Ci?” aku bertanya.
“kamu pembohong, kamu pembohong, kamu orang yang gak tau diri”
“aku tidak tahu maksud kamu Ci” sungguh aku tidak tahu.