Taraf ilmu yang berkualitas bila kita melihat dari kacamata yang luas sebenarnya bukan hanya berasal dari PTN favorit saja, namun ilmu yang berkualitas itu lahir dari para tenaga pengajar yang profesional dalam menjalankan bidangnya dan bagaimana niat para calon mahasiswa ini dalam menuntut ilmu baik di PTN yang favorit maupun yang non favorit.
Praktek Nepotisme Merajelala
Dengan tingkat animo masyarakat yang sangat tinggi untuk kelulusan anaknya pada PTN favorit tersebut, tidak menutup kemungkinan akan membuka "pintu" pada praktek-praktek Nepotisme.
Praktek-paraktek Nepotisme pada ujian masuk ini bukanlah "barang baru" yang terjadi di Indonesia, para calon peserta maupun para orang tua calon peserta ini yang termotivasi untuk masuk pada PTN favorit ini akan melakukan segala cara agar mencapai kelulusan.
Hal itu memicu maraknya praktek-praktek Nepotisme yang terjadi misalnya menggunakan jasa joki pada saat ujian masuk dan ada pula para "pejabat" atau "orang penting" yang menggunakan kekuasaan jabatan yang dimiliki itu untuk meloloskan anaknya tersebut. Tak jarang juga ada yang memberikan sejumlah uang atau tindakan suap yang bertujuan untuk meloloskan anaknya. Salah satu contohnya adalah Demi Pacar, Gadis Cantik Rela Jadi Joki SBMPTN dan banyak kasus lainnya yang terekspos di masyarakat.
Ubah Niat dan Ikut Ujian secara Sportif
Bila niat para calon mahasiswa ini sama dengan para orang tua calon peserta hanya berlandaskan rasa gengsi saja, maka tak akan ada guna bila calon mahasiswa yang lulus tersebut. Niat awal sangatlah menentukan langkah dalam meretas jalan masa depan, sehingga bila hanya bermodalkan niat gengsi tersebut kepada teman sejawat atau kepada masyarakat bahwa dirinya telah lulus di PTN favorit maka ilmu yang didapatnya tidakkan mencapai taraf keberkahan.
Ubahlah niat awal yang salah itu, sehingga niat yang awalnya hanya untuk ke"gengsi"an semata menjadi niat benar-benar mengikuti ujian tersebut untuk memperoleh kelulusan yang maksimal, ketika kelulusan secara sportif itu di banggkan maka itu sah-sah saja.
Seharusnya peran orang tua dalam memotivasi anak untuk lebih giat belajar dalam menempuh ujian masuk itu sendiri adalah berperan sangat besar. Orang tua yang baik tidak akan membenarkan anaknya untuk melakukan kecurangan-kecurangan yang mengakibatkan salah satunya adalah pembodohan terhadap anaknya sendiri.
Orang tua juga berperan dalam meminimalisir terhadap keberlangsungan praktek-praktek Nepotisme itu dari menghilangkan rasa "gengsi" itu. Mengubah rasa "gengsi" dengan mensupport anak tersebut untuk lebih rajin belajar dan bersikap jujur pada saat mengikuti ujian.
Kebanggaan yang diperoleh dengan sikap sportif dan kejujuran akan terasa lebih beda dengan sebuah kebanggan dengan cara yang diperoleh dari kecurangan. Kebanggaan yang diperoleh dari sikap jujur akan membuat si anak lebih giat belajar kala si anak telah lulus dan melalui perkuliahan tersebut.