Mohon tunggu...
Widianto Ahmad
Widianto Ahmad Mohon Tunggu... wiraswasta -

Sepertinya, jangankan kau atau mereka, akupun tak mengerti kegelisahan ini..

Selanjutnya

Tutup

Puisi

"Error"

13 Juli 2011   14:33 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:42 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Seperti kemarin dan sebelumnya, aku disini, masih disini.

Diantara buritan ilalang di hamparan ladang tak berujung, bak kenari tua dirudung masa, ditinggalkan kawanan, meratap sendiri.

Sampai disuatu siang yang terik, perlahan angin berhembus menghimpun serpihan awan yang menjadi gulungan mendung kelabu, aku disini, sendiri tak mampu berdidri melawan gemuruh dan hantaman hujan dan badai.

Ingin berlari sekuat tenaga, kemudian membentangkan sayap yang sudah tak bertenaga, terbang meninggalkan tumpukan jerami yang menghalangiku dari pandangan untuk mengejarmu, disisa nafas trahir kuterjatuh, tak mampu, nyatanya ku tak sanggup berdiri, aku terkapar, kalah.

Meratapi diri, berteriak, tak ada satu pun yang peduli.

————- hening —————

Kuterjaga diantara lalu lalang warga kota ini, ditengah kerumunan pasar pagi. Aku hanya duduk bersila menahan sakit tak terperi.

Tak sadar diri, tak kenal diri.

————- hening —————

Hembusan dingin angin malam ini membangunkanku dari tidur panjangku, aku terjaga diantara mimpi didalam mimpi. Masih tak sadar diri.

————- hening —————

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun