Radikalisme dan Terorisme telah menjadi ancaman yang nyata bagi negara-negara di dunia.  Begitu juga dengan negara Indonesia  yang tengah menghadapi ancaman teroris di berbagai wilayah. sejauh ini ada beberapa aksi teror yang telah memakan banyak korban jiwa sehingga menimbulkan kerugian baik dari masyarakat hingga pemerintah. sikap pemerintah untuk melawan aksi-aksi teror ialah dengan membentuk badan-badan yang menangani terorisme seperti Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Detasemen Khusus 88 (Anti Teror), serta Badan Intelijen Negara yang secara khusus mencari informasi terkait aksi terorisme. Dengan dibentuknya badan-badan yang secara khusus mencari, menyelidiki serta menangani aksi-aksi terorisme diharapkan dapat meminimalisir serta mencegah adanya aksi-aksi terorisme yang dapat menimbulkan banyak kerugian. Akan tetapi aksi-aksi teror masih saja terjadi di Indonesia sehingga diperlukan optimalisasi peran dan fungsi badan-badan terkait untuk menanggulangi ancaman terorisme di Indonesia.
Belum lama ini telah terjadi aksi teror yang dilakukan oleh dua orang pelaku bom bunuh diri di daerah kampung melayu yang memakan korban jiwa 3 orang aparat Kepolisian Republik Indonesia serta korban lainnya yang mengalami luka-luka. hal ini menjadi sebuah pertanyaan dimana peran dan fungsi lembaga-lembaga terkait untuk mencegah adanya tindakan terorisme. sesuai dengan Undang-undang Nomor 17 tahun 2011 tentang Intelijen Negara, Pada pasal 1 ayat 2 yang berbunyi intelijen Negara adalah penyelenggara Intelijen yang merupakan bagian integral dari sistem keamanan nasional yang memiliki wewenang untuk menyelenggarakan fungsi dan kegiatan Intelijen Negara. menurut undang-undang tersebut Intelijen negara merupakan salah satu bagian dari sistem keamanan nasional yang memiliki fungsi dan wewenang untuk mencegah serta menangkal segala potensi ancaman termasuk aksi-aksi terorisme. Akan tetapi dalam melaksanakan tugas dan fungsinya intelijen negara memiliki batasan-batasan wewenang dalam menindaklanjuti informasi-informasi intelijen yang telah diperoleh dari lapangan seperti tidak diperbolehkan untuk menangkap serta melakukan interogasi terhadap terduga teroris. Intelijen negara hanya memliki wewenang untuk mengumpulkan informasi terkait aksi terorisme dan diberikan kepada Instansi terkait yang nantinya sebagai bahan penunjang untuk menindaklanjuti informasi tersebut. Hal ini menjadi penyebab mengapa dalam menangani kasus terorisme cenderung lamban sehingga aksi-aksi teror terus terjadi di Indonesia.
Pembatasan wewenang terhadap intelijen negara dalam menangani tindakan terorisme di Indonesia telah memberikan dampak yang buruk bagi masyarakat, sehingga Intelijen Negara tidak maksimal dalam menjalankan peran dan fungsinya dengan baik. Perlu adanya revisi terhadap Undang-undang Intelijen Negara untuk memberikan kewenangan lebih terhadap BIN dalam menangani berbagai kasus Terorisme di Indonesia agar BIN dapat melaksankan perannya secara optimal untuk mencegah terjadinya aksi-aksi terorisme lainnya. Sesuai dengan tugas dan fungsi intelijen negara untuk mencegah, menangkal serta menanggulangi setiap potensi ancaman yang dapat mengganggu kepentingan dan keamanan nasional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H