Mohon tunggu...
Tasya Auliya Rizka
Tasya Auliya Rizka Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

saya sangat tertarik pada isu keamanan internasional.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Efektivitas Upaya Indonesia dalam Menangani Ancaman Kedaulatan di Laut China Selatan

22 Mei 2024   20:30 Diperbarui: 22 Mei 2024   20:31 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Hans Morgenthau, tokoh realisme klasik, berpendapat bahwa sovereignty merupakan inti dari eksistensi negara dan melibatkan hak eksklusif untuk membuat keputusan politik dan hukum. Dalam sistem internasional yang anarkis, kedaulatan menjadi fondasi utama bagi keamanan dan kelangsungan hidup negara, memungkinkan negara untuk melindungi national interest dan menjaga stabilitas melalui balance of power. Dalam hal ini, sovereignty merupakan otoritas tertinggi dan independen yang dimiliki oleh negara untuk mengatur urusan dalam dan luar negerinya tanpa intervensi dari negara lain.

Konflik Laut China Selatan merupakan salah satu contoh nyata di mana ancaman terhadap kedaulatan terlihat jelas. Laut China Selatan adalah wilayah yang strategis secara ekonomi dan militer, dengan jalur pelayaran penting dan potensi sumber daya alam yang besar. Kedaulatan negara-negara yang terlibat, seperti China, Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Brunei, terancam oleh klaim teritorial yang saling tumpang tindih.

China mengklaim hampir seluruh Laut China Selatan berdasarkan apa yang disebut "sembilan garis putus-putus" (nine-dash line), yang tidak diakui oleh hukum internasional, khususnya United Nations Covention on The Law of The Sea (UNCLOS). Klaim ini menimbulkan ketegangan dengan negara-negara lain di kawasan yang juga memiliki klaim kedaulatan atas sebagian dari wilayah tersebut. Upaya China untuk memperkuat klaimnya melalui pembangunan pulau buatan dan penempatan instalasi militer dianggap sebagai ancaman langsung terhadap kedaulatan negara-negara tetangganya.

Ancaman terhadap kedaulatan ini berpotensi memicu konflik berskala besar, karena setiap negara berusaha untuk mempertahankan hak sovereignty dan national intererest-nya. Dalam konteks ini, kedaulatan menjadi isu utama yang mendorong negara-negara untuk meningkatkan kapabilitas militer mereka dan mencari dukungan dari aliansi internasional. Keberlanjutan konflik di Laut China Selatan juga mencerminkan pentingnya balance of power dalam hubungan internasional, di mana negara-negara berusaha menghindari dominasi satu pihak yang dapat mengganggu stabilitas regional dan global.

Indonesia, dengan kebijakan luar negeri bebas aktifnya telah melakukan berbagai upaya diplomatik untuk menangani ancaman konflik di Laut China Selatan, dengan tujuan utama melindungi kedaulatan dan menjaga stabilitas regional. Indonesia aktif terlibat dalam diplomasi bilateral dengan negara-negara yang terlibat dalam sengketa serta melalui forum multilateral seperti ASEAN. Dalam konteks ASEAN, Indonesia mendorong penyelesaian konflik secara damai dan penerapan Kode Etik (Code of Conduct) di Laut China Selatan, yang bertujuan untuk mengurangi ketegangan dan mengatur perilaku negara-negara di kawasan tersebut. Melalui diplomasi ini, Indonesia berupaya menciptakan kerangka kerja yang mendorong dialog dan kerja sama, daripada konfrontasi.

Selain langkah diplomatik, Indonesia juga memperkuat kapabilitas maritimnya untuk menjaga wilayah perairannya. Pemerintah Indonesia meningkatkan kemampuan angkatan laut dan penjaga pantai dengan membeli kapal patroli baru, meningkatkan latihan militer, dan memperkuat infrastruktur maritim. Tindakan ini mencerminkan upaya untuk meningkatkan pengawasan dan perlindungan terhadap wilayah maritim Indonesia, terutama di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Patroli intensif di wilayah Natuna Utara dilakukan untuk menegakkan hukum dan mengusir kapal-kapal asing yang memasuki wilayah perairan Indonesia secara ilegal, menunjukkan komitmen tegas dalam mempertahankan kedaulatan maritim.

Di samping upaya diplomatik dan militer, Indonesia juga mengembangkan infrastruktur dan ekonomi di wilayah perbatasan sebagai bagian dari strategi memperkuat klaim kedaulatan. Fokus ini terutama diarahkan pada kawasan Natuna, di mana pembangunan pelabuhan, fasilitas perikanan, dan infrastruktur lainnya dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat dan memperkuat kehadiran Indonesia di wilayah tersebut. Pengembangan ini tidak hanya bertujuan untuk mengamankan sumber daya maritim, tetapi juga untuk menunjukkan bahwa wilayah tersebut berada di bawah yurisdiksi dan pengelolaan efektif oleh Indonesia. Melalui kombinasi diplomasi, penegakan hukum, dan pembangunan ekonomi, Indonesia berupaya menjaga kedaulatan dan mencegah eskalasi konflik di Laut China Selatan.

            Upaya yang dilakukan Indonesia dalam menangani ancaman konflik di Laut China Selatan menunjukkan beberapa tingkat efektivitas, tetapi tantangan dan keresahan tetap ada. Dari segi diplomasi, keterlibatan Indonesia di ASEAN dan upaya mendorong penerapan Kode Etik (Code of Conduct) telah membantu mengurangi ketegangan dan memfasilitasi dialog antar negara yang terlibat. Pendekatan diplomatik ini memberikan kerangka kerja yang lebih teratur untuk menyelesaikan sengketa, namun implementasinya masih menemui kendala karena perbedaan kepentingan dan pandangan di antara negara-negara yang terlibat.

Dari segi militer, peningkatan kapabilitas maritim Indonesia telah memperkuat pengawasan dan perlindungan terhadap wilayah perairannya, khususnya di Natuna Utara. Patroli intensif dan penegakan hukum yang tegas terhadap kapal-kapal asing yang memasuki wilayah Indonesia secara ilegal menunjukkan komitmen yang kuat dalam mempertahankan kedaulatan. Namun, keberadaan militer yang lebih kuat saja tidak cukup untuk menghilangkan keresahan, karena aktivitas militer China yang terus meningkat di kawasan tersebut tetap menjadi sumber ketegangan dan potensi konflik.

Meski telah ada upaya diplomatik dan militer, efektivitasnya terbatas karena konflik di Laut China Selatan melibatkan banyak negara dengan klaim yang saling bertentangan dan kepentingan strategis yang besar. Pembangunan infrastruktur dan ekonomi di wilayah perbatasan seperti Natuna membantu memperkuat klaim kedaulatan Indonesia, namun langkah ini perlu didukung oleh upaya internasional yang lebih besar untuk menekan tindakan agresif dan mendukung resolusi damai. Keresahan tetap ada karena penyelesaian konflik yang menyeluruh memerlukan komitmen bersama dari semua negara yang terlibat, serta penegakan hukum internasional yang konsisten dan adil.

            Agar dapat meningkatkan efektivitas dalam menangani konflik di Laut China Selatan, langkah-langkah tambahan yang perlu dipertimbangkan meliputi penguatan kerjasama regional dan internasional serta peningkatan dialog antara negara-negara yang terlibat. Secara regional, ASEAN dapat memainkan peran yang lebih proaktif dalam memfasilitasi dialog dan mediasi antara negara-negara yang terlibat dalam sengketa. Langkah ini memerlukan kerjasama yang erat dan komitmen bersama dari semua anggota ASEAN untuk menjaga stabilitas dan perdamaian di kawasan tersebut. Di samping itu, upaya internasional melalui lembaga-lembaga seperti PBB dan organisasi regional lainnya dapat memberikan dukungan diplomatik yang diperlukan untuk memperkuat penegakan hukum internasional dan mendorong penyelesaian konflik yang adil dan berkelanjutan. Namun, diharapkan dalam proses penyelesaian konflik tersebut, lembaga-lembaga yang terkait dapat bersikap netral dan tidak diintervensi oleh negara manapun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun