OLEH NIA ARFARINI
UNIVERSITAS PAKUAN FAKULTAS HUKUM BOGOR
Penegak hukum merupakan suatu lembaga negara yang bertugas menjalankan dan menegakan hukum di suatu negara, salah satu dari lembaga penegak hukum adalah kepolisian. Kepolisian berperan penting dalam menjaganya keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakan hukum serta memberikan perlindungan pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat, sebagaimana tercantum dalam Tugas kepolisian di Indonesia dalam UndangUndang (UU) Nomor 2 Tahun 2002 yaitu " Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah salah satu fungsi Pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban Masyarakat, menegakkan humum, serta memberikan perlindungan, Pengayoman" dan pelayanan kepada masyarakat. Sesuai dengan Pasal 30 ayat (4) UUD 1945 " Polri merupakan alat negara yang menjaga, keamanan dan ketertiban masyarakat, bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum". Dalam UU tersebut dapat disimpulkan bahwasanya tugas kepolisian merupakan suatu perbuatan yang ditujukan untuk melindungi negara. Unsurunsur negara sendiri salah satunya adalah rakyat, namun pada kenyataannya unsur-unsur negara maupun UU tersebut tidak sepenuhnya dilakukan oleh kepolisian. Terdapat banyak sekali laporan mengenai penyalahgunaan wewenang oleh kepolisian yang mencakup tentang tindak kekerasan berlebihan, pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) serta melanggar batasbatas yang telah ditentukan.Â
Penggunaan kekerasan yang berlebihan oleh aparat penegak hukum, seperti polisi atau militer, terhadap warga sipil, terutama dalam situasi protes atau unjuk rasa yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk mengekspresikan ketidakpuasan atau protes terhadap suatu kebijakan, tindakan atau situasi sering kali terjadi. Di dalam UU no.9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum. Sementara itu, dalam Konstitusi Republik Indonesia 1945, kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum diatur dalam Pasal 28E. Pasal tersebut berbunyi, "Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang". UU tersebut memperbolehkan adanya unjuk rasa, namun pada kenyataannya banyak sekali kasuskasus di mana aparat negara melakukan penangkapan sewenang-wenang, penyiksaan, atau penghilangan paksa pada saat terjadinya unjuk rasa. Tidak hanya kekerasan berlebihan yang dilakukan oleh kepolisian, tetapi hal tersebut juga termasuk kedalam pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Sangat di sayangkan masyarakat yang menjadi korban atau saksi kekerasan tersebut akan merasakan ketakutan, ketidakadilan, masyarakat akan mulai mempertanyakan hak-hak mereka sendiri. Masyarakat akan lebih waspada kepada otoritas yang seharusnya melindungi mereka dan hal ini dapat mengurangi kepercayaan publik terhadap kepolisian.Â
Tidak hanya itu, didalam peristiwa penembakan yang dilakukan polisi kepada siswa SMK 4 Semarang hingga meninggal dunia pada minggu, 24 November 2024 dengan inisial GRD. Suatu kejadian yang merampasan nyawa seorang siswa. Alih alih menegakan hukum di suatu negara, padahal kepolisian sendiri melanggar hukum yang telah ditentukan yang dapat di artikan sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia sebagaimana telat tercantum dalam Pasal 28A UUD 1945 Mengatur Hak Hidup " setiap orang berhak hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya". Makna Pasal 28A UUD 1945 menjelaskan bahwasanya setiap orang mempunyai jaminan hak atas kehidupannya, baik untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya. Hak hidup sendiri merupakan hak yang esensial yang tidak dapat ditawar atau non-derogable rights. Adapun yang dikatakan oleh Jimmy Carter "Komitmen untuk hak asasi manusia harus bersifat mutlak, hukum yang adil, dan keindahan alam dilestarikan. Yang mempunyai kekuatan tidak harus menganiaya yang lemah dan harus meningkatkan martabat manusia."Â
Serta pembunuhan di luar hukum (extrajudicial killing) atau penghukuman mati di luar hukum (extrajudicial execution) yang merupa suatu pembunuhan yang dilancarkan oleh pemerintah tanpa melalui proses hukum terlebih dahulu. Tindakan semacam ini dianggap melanggar hak asasi manusia karena telah mengabaikan hak seseorang untuk memperoleh proses hukum secara adil. Hak korban untuk hidup juga dilanggar, terutama di negara-negara yang sudah menghapuskan hukuman mati. Untuk negara yang belum, penghukuman mati hanya boleh dilakukan setelah melalui proses hukum yang adil dan hanya untuk kejahatankejahatan yang paling serius (seperti yang diatur oleh Pasal 6 ICCPR). Masyarakat yang merasa hak-haknya tidak dihormati oleh negara akan mengalami krisis kepercayaan yang mendalam, yang bisa berujung pada radikalisasi atau ketidakpatuhan sipil (suatu perlawanan yang tidak sah). Kasus penyalahgunaan wewenang telah menjadi salah satu isu sosial yang sangat meresahkan fenomena ini tidak hanya mencederai keadilan dan integritas institusi negara saja, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap pemerintahan dan sistem hukumnya. Ketika penyalahgunaan wewenang terjadi dengan frekuensi tinggi dan dalam berbagai bentuk, dampaknya dapat dirasakan di berbagai aspek kehidupan masyarakat dan memerlukan tindakan cepat serta efektif untuk mengatasi dan memulihkan kepercayaan. Memulihkan kepercayaan publik setelah terjadinya kasus penyalahgunaan wewenang memerlukan pendekatan yang komprehensif dan berkelanjutan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI