Pada 19 Januari 2015, saya menjadi penumpang kereta api kelas ekonomi AC, Logawa. Kereta Logawa melayani rute Jember-Purwokerto via Surabaya Gubeng dan sebaliknya. Saya tercatat sebagai penumpang gerbong satu dengan nomor kursi 1A, dan tujuan akhir Stasiun Lempuyangan Yogyakarta.
Rasanya nyaman duduk di tepi jendela sembari menatap hamparan Indonesia yang aduhai indahnya. Namun kenyamanan tersebut sedikit terganggu manakala ketika kereta berjalan, ia sesekali mengeluarkan suara derit yang keras sekali. Saya menebak, asal suara itu dekat sekali dengan bangku yang saya duduki. Akhirnya saya mengerti apa yang menjadi penyebab bunyi keras tersebut, ketika kereta tiba di Stasiun Bangil.
Dokumentasi Pribadi, 19 Januari 2015
Rupanya ada masalah dengan salah satu tuas roda di gerbong satu kereta api Logawa, posisinya tepat di bawah bangku dengan nomor 1A. Itu artinya, bunyi yang mengagetkan selama perjalanan berasal tepat di bawah bangku yang saya duduki.
Para ahli hisap banyak yang memanfaatkan kejadian ini dengan turun dari gerbong dan menyalakan rokok.
Tidak lama kemudian, terdengar informasi dari pihak PT. KAI. Semua penumpang yang ada di gerbong satu, diharap untuk segera pindah ke gerbong enam. Maka kami pindah beramai-ramai.
Seusai boyongan massal tersebut, maka kereta api Logawa kembali melanjutkan perjalanan. Menurut salah seorang penumpang, gerbong satu yang bermasalah tersebut diparkir di Stasiun Bangil.
Selama perjalanan, setiap kali kereta api singgah di sebuah stasiun, kami para penumpang 'pindahan' selalu berharap agar tak pindah tempat duduk lagi, hanya karena ada penumpang baru yang lebih berhak pada bangku, sesuai dengan yang tertera di karcis. Meski telah berharap agar tidak berpindah tempat, ada saja beberapa penumpang yang bergeser tempat duduk, sebab si pemesan bangku telah datang.
Ketika kereta api tiba di Stasiun Gubeng Surabaya, para ahli hisap segera turun. Mereka mengerti, di stasiun ini kereta akan berhenti sedikit lebih lama sebab masih harus membalik lokomotif. Namun kami para penumpang pindahan masih harus bergeser, sekali lagi. Dari pengeras suara, pihak PT. KAI menghimbau kami, para penghuni gerbong enam, untuk berpindah ke gerbong tujuh. Kami tentu menurut saja, meski ini boyongan yang ketiga kalinya dalam satu perjalanan. Toh kami hanya penumpang alias tukang numpang.