Ketahuilah! Pecel Lele Khas Lamongan "Warung Makan Cak Joe" Sejak Tahun 1993
Hai guys! Apakah di sini ada yang sering makan pecel lele atau menyukai makanan satu ini? Bisa dibilang bahwa salah satu makanan berat ini menjadi salah satu hidangan yang paling merakyat ya, bagaimana tidak?Â
Hampir di kota-kota besar pasti kalian sering kali melihat orang berjualan makanan satu ini nih! Dengan menunya yang sangat lengkap ini, ada protein hewani, sambal, hingga ada sayurannya.Â
Tapi dari kalian para pembaca, apakah pernah bertanya - tanya ketika kalian sedang makan di warung tenda di pinggir jalan maupun dibawa pulang atau bahkan di restoran sekalipun dengan pertanyaan "kok pecel lele tidak ada pecelnya ya?"
Nah untuk kalian yang penasaran dengan jawaban tersebut, yuk simak sejarah atau asal usul dari salah satu makanan yang merakyat satu ini.
Pecel lele sendiri pertama kali dijual di daerah Jawa Timur, Lamongan tahun 1970 sampai pada akhir tahun 1970an, dan setelahnya beberapa penjual pecel lele ini mulai mengembangkan atau bisa dikatakan juga mengenalkan di Jakarta.
Semakin bertambahnya waktu dan lama kelamaan penjual soto lamongan yang sudah dari dahulu merantau ke Jakarta, mulai menambahkan menu pecel lele ini di tempat mereka berjualan.
Hal tersebut diketahui dari salah seorang yang berjualan soto lamongan di Jakarta.
Kalian pernah tidak terbesit pertanyaan, mengapa pecel lele dinamakan seperti itu jika tidak ada bahan untuk membuat masakan pecel pada umumnya seperti bumbu kacang?
Pada awalnya pecel lele ini bernama pecek lele. Pecek secara istilah adalah yang dipakai oleh warga Jawa Timur sebagai cara penyajian hidangan makanan menggunakan cara digeprek atau dipenyet lalu diberi sambal.
Sedangkan di Jakarta sendiri ada makanan khas Betawi yang mempunyai nama Pecak, yaitu berupa makanan ikan tawar yang dibakar atau digoreng dan disiram dengan kuah santan dan campuran kemiri dengan cabai yang kemudian disajikan diatas piring.
Dengan demikian, cara untuk menghindari kemiripan pada nama tersebut yang mengakibatkan salah persepsi, jadi para pedagang pecel lele ini mengganti nama menu mereka yang semula pecek lele menjadi pecel lele.
Lalu kenapa mereka memasak lele? Bukannya ada ikan lainnya seperti ikan mujaer atau ikan gurame?
Masyarakat Lamongan memilih lele dikarenakan mempunyai daya tahan hidup yang lebih kuat sehingga ikan tersebut lebih mudah diternak dan juga tetap segar sebelum dimasak. Jelas Ketua Putra Asli Lamongan (Pualam), Soen'an Hadi Poernomo.
"Lele itu punya labirin di dalam tubuhnya, jadi tanpa air atau di tempat berlumpur yang ekstrem pun bisa bertahan hidup, akhirnya digoreng pas masih segar " kata Soen'an Hadi Poernomo.
Untuk kalian yang bertempat tinggal di Jogja atau yang ingin berkunjung ke Jogja ada yang tahu tidak tempat makan pecel lele yang enak di mana?
Jika kalian masih belum tahu dimana tempatnya, berkunjunglah ke warung makan Cak Joe di Dekat Supermarket Nabati Jl. Sidorejo No. 8A Sonopakis Kidul, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul, DIY.
Beliau sudah mulai berjualan pecel lele selama kurang lebih 27 tahun dan belum pernah beralih profesi dibidang yang lainnya. Sudah pasti masakan beliau enak, serta teksturnya yang renyah dan buat kita ketagihan dengan setiap gigitannya.
Cak Joe sendiri dulu pernah berjualan di Cibinong, Bogor, Jawa Barat dan juga di wilayah sekitar Jakarta pada tahun 1991 - 1992 kemudian mulai berjualan di Jogja pada tahun 1993 sampai saat ini
"Dulu masih ikut orang saat saya masih seorang bujang dan mulai mempelajarinya dari sana, setelah itu saya mulai bisa membuat bisnis usaha pecel lele ini sendiri. " Ucap beliau saat diwawancarai.
Strategi beliau dalam penjualannya ialah memuaskan konsumen dengan mengantarkan makanan, mengajaknya untuk mengobrol, bercanda dengan kehumorisannya, dan keramahannya
Tidak hanya itu saja, beliau juga berjualan dibantu dengan istri tercintanya yang membuat kita bisa secara langsung melihat bagaimana keharmonisan mereka.
Di saat pandemi covid-19 terjadi pertama kali ini sangat berdampak pada penjualan beliau karena semakin berkurangnya pelanggan yang datang dan juga beliau sulit untuk menarik pengunjung.Â
Dengan berkurangnya pelanggan yang datang, akan tetapi semangat mencari nafkah beliau harus kita acungkan jempol dan tentunya kita tiru karena dia masih bertahan pada usaha pecel lelenya dan tetap berikhtiar serta tanpa pantang menyerah untuk bertanggung jawab sebagai kepala keluarga dan juga memenuhi kebutuhan keluarga beliau.
Tantangan atau keluh kesah yang dilaluinya sendiri saat berjualan lebih pada saat musim penghujan atau saat hujan yang mana membuat usaha beliau sepi pengunjung dan biasanya yang beliau lakukan disaat seperti itu ialah dengan cara berserah diri pada Allah SWT dan istighfar.
"Saya punya cita - cita untuk mempunyai usaha sendiri dan tempat untuk usaha sendiri dan tidak menyewa dan semoga usaha pecel lele saya semakin besar dan tentunya saya tidak lupa untuk memuaskan pelanggan supaya lebih betah membeli makanan ditempat saya. " ucap pemilik usaha, Cak Joe.
Sebenarnya beliau juga ingin untuk menambah menu agar memikat lebih banyak pelanggannya, namun karna adanya kendala tenaga kerja dan hanya dibantu oleh istrinya, maka beliau tidak dapat menambah menunya.Â
Beliau ingin untuk menambah menu seperti ayam bakar, lele bakar dan lainnya. Karena masakan beliau memang sangat lezat dan memanjakan lidah, maka sangat disayangkan jika beliau belum bisa menambahkan menu makanan pada usaha pecel lelenya.
Menu yang ada di Warung Makan Cak Joe sendiri ada minuman teh, dan jeruk, untuk makanannya sendiri ada nasi lele, nasi ayam, nasi nila, nasi goreng, dan masih ada yang lainnya seperti yang ada pada warung makan pecel lele pada umumnya.Â
Harganya sendiri bisa dibilang murah dengan harga Rp. 2.500,00 untuk minumannya dan makanannya mulai dari harga Rp. 5.500,00 - Rp. 16.000,00. Cukup murah bukan?
Sedangkan di tempat beliau ini jika dagangannya sisa, beliau menyimpannya ayam, tahu, tempe, dan lainnya di freezer, namun beda halnya dengan lele dikarenakan lelenya juga masih hidup, maka biasanya beliau bawa dan masih ditaruh didalam air untuk disimpan agar saat dimasak dilain waktu masih segar.
Untuk waktu berjualan, biasanya beliau mempersiapkan dagangannya setelah sholat ashar dan mulai menerima pelanggan pada pukul 16.00 dan beliau biasanya paling lama buka sampai jam 23.00.Â
Jika kalian berminat untuk mampir disana maka saya sarankan mulai pada pukul 16.00 sampai jam 22.00 karena biasanya beliau tutup lebih cepat jika dagangannya sudah habis terjual. Namun beda halnya jika pada saat hujan, biasanya beliau masih buka sampai pukul 23.00.
Dengan bisnis usaha UMKM ini juga beliau dapat melanjutkan hidupnya dan juga memenuhi kebutuhan pokok, tidak hanya Cak Joe saja namun masih banyak juga pedagang UMKM yang lainnya, terkadang juga di musim - musim tertentu banyak pedagang UMKM yang masih belum bisa memenuhi kebutuhan pokoknya.
Jika kalian ingin berkunjung di Jogja atau bertempat di Jogja, maka tidak ada salahnya kalian mencoba jajanan di pinggir jalan ini.Â
Saya sarankan ke Warung Makan Cak Joe, karena tempatnya yang berada di pemukiman yang tenang juga yang membuat suasana disana lebih nyaman untuk menikmati makanan dan berbincang serta tidak bising oleh kendaraan yang lewat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H