Mohon tunggu...
Ulul Rosyad
Ulul Rosyad Mohon Tunggu... Wiraswasta - Jangan hanya melihat dan menilainya, hampiri dan ikut prosesnya, Dan kau akan tau bagaimana Rasanya

Seorang Pencari Susuhe Angin

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Seberkas Maya

15 Mei 2014   06:40 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:30 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Padamu sang malam, bolehkah aku bicara? Sebentar saja untuk sedikit meringankan beban dihatiku dan membagi perasaan yang tertumpuk rapi namun lapuk dihatiku.
Bolehkah aku bicara? untuk sejenak memandang gelapmu dan menikmatinya meski aku sadar tak bisa merangkulmu.
Bolehkah aku bicara? Tapi aku bingung harus berkata apa nantinya di depanmu.

Yang jelas semua masih gelap dalam pandangan malam dimana aku terdiam tersudut dan hanya bisa memandangnya dalam mimpi..
Yang jelas aku masih menginginkan malam tanpa batas agar kau bisa berlama lama berdiri disampingku, bersamaku, berjalan bergandengan, berlarian berkejaran denganku, meski dalam mimpi
yang jelas aku masih tak tau apakah hitam itu hampa dan putih itu gambaran maya, yang aku tahu aku ada di tempat yang serba abu-abu

Yang absurd dan rancu..

Yang tak jelas dan terjebak antara batas ruang dan waktu.
Senang bisa mengenalmu dan aku lebih senang jika bisa melupakanmu.
Karena semua harus berjalan dan aku yakin bumi akan terus berputar meski tanpa adanya kebersamaan
Cinta boleh mati tapi anggapanku tentang cinta tak boleh mati hanya karena tidak saling memiliki

Malam ini aku sungguh merasa sangat tenang dengan desahan angin yang lewat semilir dan melintas di sekitarku.
Rasanya aku merasakan hampa, tapi keriuhan dan sorak sorai bahwa kau telah berlalu jelas terasa.
Aku mengingatmu seperti retak tanah dalam gersang di padang padas yang tak terbasahi hujan Kebahagiaan, kering kerontang dan terlihat bias fatamorgana di kejauhan yang nyatanya itu hanya gambaran seberkas maya.

Aku mengenangmu yang telah berlalu dalam hati yang terpaku akan bayangmu.
Tapi aku juga masih takut melupakanmu seperti hujan yang menghapus jejak kerinduanku pada malam tadi

Sesekali aku juga mendambakan senja sebagai jawaban atas keletihanku saat surya membelenggu dengan teriknya.
Sesekali aku juga mendambakan fajar sebagai jawaban bahwa mimpiku itu bukanlah nyata.
Sesekali aku ingin merasakan indah bersamamu tak hanya dalam maya.
Dan sesekali aku ingin meyakinkanmu bahwa hidupmu terlalu singkat karena melewatkanku.

Akankah engkau orang yang datang di kehidupanku kali ini.
Akan ada sebuah nyata yang pasti kurasakan sesaat lagi.
Akan ada hati yang percaya padaku bukan hanya sebatas kagum dengan abu-abuku.

Semoga saja engkau seperti lentera yang cukup bisa menerangi jalanku dan menghangatkanku di malam yang dingin seperti yang kurasakan saat ini.
semoga saja engkau seperti air yang menghapus semua jejak ku yang baru saja kulewati dengan hati yang baru saja kulalui.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun