[caption id="attachment_333077" align="aligncenter" width="300" caption="Simpang Tiga Ikon Kecamatan Pauh"][/caption]
Kisah misteri yang saya tulis ini terjadi beberapa bulan yang lalu yang terjadi di sebuah desa kecil tepatnya di Desa Pauh, Kecamatan Pauh, Kabupaten Sarolangun, Jambi. Di mana selama 2 minggu saya mengunjungi sahabat saya waktu masih mondok di Jawa dulu.
Masih sangat terasa dan dari banyak kejadian misteri kejadian inilah yang salah satunya membekas hingga kini. Ceritanya, malam itu saya dari kampong Pauh Seberang dari berkunjung ke rumah teman yang baru saya kenal di desa yang kecil ini. Jarak kampung Pauh Seberang dan kampung tempat saya menginap jaraknya tak kurang dari 5 Km. jarak penghubung satu-satunya dari Pauh ke Pauh Seberang harus melewati perkebunan sawit dan karet disisi kanan kirinya.
Sebenarnya saya juga membawa motor dari Pauh ke kampung Pauh seberang ini. Tidak tahu mengapa ketika akan saya pakai balik ke Pauh tiba-tiba tidak mau nyala. Logis juga sih, karena beberapa kali juga begitu suka macet dan tidak mau nyala saat dingin. Sebelumnya saya sudah diwanti-wanti oleh sahabat saya tepat saya menginap agar jangan terlalu malam ke Pauh Seberang, karena disamping sepi saya juga belum kenal betul daerah tersebut.
[caption id="attachment_333078" align="aligncenter" width="512" caption="di jalan setapak inilah kisah ini dimulai"]
Salah saya sendiri karena keasikan ngobrol sama teman baru yang berjanji akan menjadi pemandu saya ke Bukit 12 tempat Suku Anak Dalam hingga kami lupa waktu. Sialnya saat akan balik ke Pauh Luar motor yang saya bawa tidak mau nyala, sialnya juga tuan rumah pun motornya sedang dipakai saudaranya. Singkat cerita, barangkali karena merasa tidak enak dengan dan merasa bertanggung jawab akhirnya teman baru saya yang biasa saya panggil bang Rusdi berinisiatif mengantar saya hingga ke Pauh Luar.
Sebenarnya perasaan takut tak jadi masalah bagi saya. Itulah dari awal ketika hendak balik tadi saya enggan diantar, namun bang Rusdi bersikeras karena merasa bertanggungjawab sama bang Beny sahabat saya tempat saya menginap selama di Pauh ini. Suara jangkrik mengiringi langkah kami menyusuri jalan yang sunyi. Sesekali suara burung hantu dan binatang malam terdengar di kejauhan. Pohon-pohon karet membisu berjajar di kanan kiri jalan tak beraspal yang kami lalaui. Untung malam itu bulan agak terang, hingga keadaan jalan tidak begitu gelap.
Untuk mengusir kesunyian, sengaja saya banyak mengobrol tentang hal-hal ringan yang sering membuat ketawa kami memecah kesunyian. Anehnya, begitu sampai di tengah-tengah kebun kelapa sawit, entah mengapa tiba-tiba badanku merinding, pun sama halnya apa yang terjadi sama bang Rusdi terlihat dari ekspresi bahasa tubuhnya. Saya lihat HP menunjukkan pukul satu malam. Lanjutkan membaca
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H