Mohon tunggu...
Ulul Rosyad
Ulul Rosyad Mohon Tunggu... Wiraswasta - Jangan hanya melihat dan menilainya, hampiri dan ikut prosesnya, Dan kau akan tau bagaimana Rasanya

Seorang Pencari Susuhe Angin

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Antara Karma, Takdir, Nasib dan Balas Dendam Tuhan

13 Februari 2013   19:07 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:17 2937
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Orang yang percaya pada takdir menganggap perjalanan hidup manusia pada hukum alam yang sudah pasti. bumi dan benda angkasa yang bergerak melalui hukum alam, maka dari sini pun akan timbul kesimpulan bahwa demikian juga dengan umur manusia, segalanya berjalan berdasarkan hukum alam yang tidak berubah. Umur manusia sudah ditentukan berdasar hukum yang tetap. kemungkinan mati untuk seseorang yang berdiam diri di rumah atau seorang tentara yang berjuang di medan pertempuran sama saja, karena apa? Sebab sudah ditentukan terlebih dahulu.

Bila belum waktunya untuk mati walau ditembaki, manusia tak dapat mati. Tuhan telah menetukan segalanya dan manusia hanya dapat tunduk pada ktentuan Tuhan. menurut kepercayaan takdir ini, manusia tak dapat berdaya untuk merubah nasibnya dan karena sudah ditentukan lebih dulu. manusia tidak dapat bertanggung jawab atas perbuatannya, atas jalan pikirannya dan atas kemauannya karena Tuhan sudah menetukan.

Kepercayaan ekstrem seperti ini tidak dapat dipertahankan. Tuhan adalah Maha Penyanyang, Maha Pengasih, Maha adil. Tidak mungkin Tuhan Yang Maha Adil telah menetapkan kesusahan dan penderitaan pada sejumlah umatnya yang kurang mampu. Tidak mungkin Tuhan Yang Maha Pengasih membuat sebagian umatnya penjahat. Tidak masuk akal kalau Tuhan menetapkan seseorang menjadi pembunuh dan menetapkan orang itu untuk di hukum mati di tiang gantungan. Di mana kasih sayang Tuhan yang menetapkan makhluk ciptaan-nya sendiri untuk di hukum gantung?

Pemaknaan takdir seperi ini adalah penafsiran yang kurang tepat. Kesalahan bukan ada pada Tuhan melainkan kemampuan otak manusia untuk memahami ajaran agama yang kadangkala dangkal dan sempit. yang ditafsirkan manusia sebagai nasib adalah akibat dari perbuatannya yang mungkin kurang disadarinya karena terjadi diluar kesadaran, misalnya terjadi pada kehidupan terdahulu. dalam hal ini, kita perlu menerima adanya kehidupan dunia yang telah kita lewati sebelum yang sekarang.

Ini terjadi karena hukum instinc, hati nurani dan hukum sebab akibat ialah karma. tindakan kemampuan dari kemauan. Apa yang diperbuat oleh manusia terjadi karena kemampuan ini. Pada hewan halsemacam ini tidak berlaku karena kelemahan dalam hal pemikiran dan segala macam pertimbangannya. Karma menguasai tidak hanya manusia tapi juga hukum alam yang tak dapat dielakkan.

Hukum karma memberi pelajaran bahwa manusia mempunyai kebebasan kemauan, bahwa dia bertanggungjawab untuk perbuatannya dan bukan hanya boneka yang kebetulan berbasib sial, juga bukan penerima limpahan-limpahan hadiah dan hukuman dari balas dendam Tuhan. Hukum ini mengajar manusia dengan instinc-nya untuk mencapai kebahagiaan dan agar dia berkembang sampai pendirian kebenaran dan cinta… semoga…………..matur suwun

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun