Mohon tunggu...
Ulul Rosyad
Ulul Rosyad Mohon Tunggu... Wiraswasta - Jangan hanya melihat dan menilainya, hampiri dan ikut prosesnya, Dan kau akan tau bagaimana Rasanya

Seorang Pencari Susuhe Angin

Selanjutnya

Tutup

Politik

2013 adalah Tahun 'Geger' untuk Indonesia

14 Maret 2013   16:07 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:46 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Lumrah rasanya di tahun 2013 ini dinamakan tahun ‘geger’ di jagad perpolitikan Indonesia. Kasus-kasus yang terjadi belakangan ini, mengingatkan kita pada cerita ephos Mahabarata. Peperanangan ini sebenarnya adalah ‘perang saudara’ ,namun , yang menarik justru dalam ephos tersebut dan sebanding lurus dengan kenyataan sekarang ini adalah, dalam perang saudara tersebut dipenuhi akal bulus dan kelicikan, tak peduli harus menumbalkan saudara asalkan bisa menang.

Mungkin ini adalah kehendak alam. Bahwa, apa yang muncul dalam sebuah lakon, akan senantiasa menjelma dalam relaitas sebenarnya. Sebagai contoh, kasus yang menimpai elite politisi Partai Demokrat. Diantara mereka saling menjatuhkan, saling beradu akal licik. Adanya karut marut ini, diterima atau tidak ini merupakan tamparan keras kepemimpinan SBY dipenghujung akhir pemerintahannya. Diceritakan dalam ephos tersebut, semua ini akan berakhir ketika para kawula (rakyat jelata) menuntut haknya....

Tak dapat dipungkiri, adanya berbagai skandal yang melibatkan politisi parta penguasa ini berekses pada kepercayaan masyarakat terhadap pemimpinnya. Sepertinya apa yang dikatakan rakyat sudah tidak mempercayainya lagi. Rakyat jelata rindu terhadap pemimpin yang bisa ‘ngayomi’ dan rindu untuk segera mengetahui jalan tentang lenyapnya kebobrokan bangsa ini.

Memang tidak mudah mencari jalan terang untuk segera mengakhiri karut marut bangsa ini, terlebih dahulu kita harus menggali akar-akar dari keburukan moral yang mencengkeram kita semua, bukan hanya untuk penguasa saja. Karena apa? Akar-akar ini adalah merupakan benih yang menyebabkan kebobrokan itu sendiri. Tanpa sadar, kita semua baik sebagai rakyat jelata maupun penguasa telah dicemari oleh benih-benih kekotoran batin ini sehingga dalam setiap segi kehidupan kita merealisasikan bersama karma buruk tanpa sedikitpun kita menyadarinya. Bukan rahasia lagi, bahwa kedua belah pihak, walaupun tidak seluruhnya, yaitu antara penguasa dan rakyat yang bersinggungan dengan birokrasi, mempraktekkan bersama seperti halnya proses simbiosis mutualisme, praktek-praktek seperti penyuapan, uang pelicin, katabelece dan sebagainya. Budaya buruk inilah yang telah menjadi konvensi dari kita sendiri tanpa sedikitpun kita menyadari bahwa kita sebenarnya tengah menggali kubur kita sendiri.

Budaya buruk seperti di atas, kalau kita sedikit mau menguarai itu dipicu oleh tiga hal ini, yaitu, tamak, kebencian dan bodoh.

Tamak adalah merupakan kekotoran batin yang memicu seseorang untuk menjadi ingin menguasai semua yang diinginkan, tidak peduli kerugian yang mungkin dialami oleh orang lain atas perbuatannya tersebut. Penguasa mempraktekkan manifestasi tamak dengan cara seperti intimidasi, manipulasi, dsb. Sedangkan rakyat memanifestasikannya dengan cara menjarah, menyuap dsb. Semua itu berakar dari tamak.

Kebencian, ini merupakan ketidaksenangan yang muncul saat orang lain mendapatkan keberuntungan, dan juga saat dirinya tak berhasil mecapai kondisi yang ia inginkan. Kekotoran batin yang disebut kebencian ini juga mengarah pada niatan mencelakakan makhluk diluar lingkungannya yang tidak sesuai dengan egonya atau kehendaknya.

Dan yang terakhir adalah kebodohan, kekotoran yang satu ini akan mampu menutupi batin manusia sehingga ia tak mampu memahami tentang Hukum Alam yang pasti akan berlaku atas dirinya sekecil apapun perbuatan buruk yang ditanamkannya. Kebodohan ini sering dimanifestasikan lewat kalimat sepeti; “Mumpun berkuasa, apa salahnya korupsi sedikit? Toh nanti bisa bertobat.” Ini adalah kebodohan, atau ketertutupan batin dalam menghayati Hukum Alam, yaitu Hukum Tuhan.

Ketiga benih kekotoran batin itulah yang telah menginfeksi budaya adiluhung bangsa ini. hingga menjadikan pada titik nadir. Seperti halnya pertandingan sepak bola di lapangan yang berlumpur, semua pemain pasti terkena lumpur. Begitu juga dengan penonton yang menonton terlalu dekat, mereka pasti sedikit banyak juga terkena percikan lumpur. Sebuah pengingat saja untuk para elite negeri ini, saat ini adalah era reformasi, dimana para pemain telah terbongkar kecuranannya dan penonton pun berebut masuk ke lapangan untuk menghakimi para pemain. Semua orang pun terkena lumpur. Pemain, wasit, penonton yang masuk arena, sampai hakim garisnya.

Namun beruntunglah mereka yang tetap berada dipinggir dan tetap memandang dengan jernih, lagi-lagi seperti ramalan Ronggowarsito “Seberuntungnya orang yang ikut zaman edan, lebih beruntunglah mereka yang sadar dan waspada”

Kondisi terkini penyelenggara bangsa sekarang ini tak ubahnya epos Mahabarata, sedang dalam perjalan ke‘Tegal Kurusetra’ berhadap-hadapan dengan saudara sendiri. Suka tidak suka, sesungguhnya berawal dari dari ‘dadu’ kasus Bank Century inilah berbagai prahara politik negeri ini cetar membahana. Partai dan penguasa saling sandera menyandra. Dan inilah ‘Tegal Kurusetra’ yang sebenarnya.....

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun