Mohon tunggu...
Ulul Rosyad
Ulul Rosyad Mohon Tunggu... Wiraswasta - Jangan hanya melihat dan menilainya, hampiri dan ikut prosesnya, Dan kau akan tau bagaimana Rasanya

Seorang Pencari Susuhe Angin

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Membincang GENTING dan PENTING

13 Maret 2011   14:42 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:49 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13000270041539264000

[caption id="attachment_94243" align="alignleft" width="300" caption=""][/caption] Suatu kali saya pernah belajar tentang dua kata dari seseorang yang saya anggap guru. Dua kata yang benar-benar selalu membuat saya ingat dan waspada. Dua kata itu adalah genting dan penting. Ya, ada saat-saat penting dan ada saat-saat penting. Setelah pelajaran singkat itu, setiap kali saya melewati peristiwa saya selalu mengkategorikannya. Apakah ini termasuk yang genting atau yang penting. GENTING selalu PENTING. Tapi penting tidak selalu genting. Dan kini saya merasa dalam suatu masa serta ruang yang genting. Genting musim hujan akan mengirimkan banjir bandang di sepanjang aliran bengawan solo. Genting karena kita di kepung para politisi busuk yang memuakan. Genting karena pemilukada tidak mencerminkan demokrasi yang sesungguhnya. Sepertinya, kita selalu dikepung kegentingan. Kosekuensi logis dari terkepungnya kita oleh kegentingan adalah, hampir-hampir kita tak sempat menarik napas panjang untuk merancang masa depan yang lebih juntrung. Semua tindakan yang kita lakukan dalam kondisi genting selalu bersifat reaktif. Bersifat sementara, tidak berorientasi pada jangka panjang dan selalu dilakukan dengan kegamangan. Gamang pada hasil. Kegentingan sebenarnya muncul karena kita melalaikan yang penting. Genting, khawatir banjir dan meluapnya bengawan solo karena kita tak menganggap penting memperbaiki tanggul pada kemarau yang terlewat dan tidak menganggap penting mengelola hutan. Genting, di kepung politisi busuk karena kemarin-kemarin kita tak anggap moral sebagai yang penting. Kini kita memanen kegentingan itu. Kegentingan yang menyesakkan. Seharusnya kita mulai belajar. Kegentingan tidak menghasilkan apa-apa kecuali tangkisan-tangkisan atas pukulan yang menghabiskan tenaga tapi tak menghasilkan apa-apa. Seharusnya kita mulai menata. Mana yang penting untuk dirancang dan digadang sehingga kita bisa menuai apa yang diharapkan dan tau apa yang dikerjakan. Sekali lagi, berada dalam kondisi yang genting seharusnnya membuat kita seperti pepatah jawa, ELING LAN WASPODO, ingat dan waspada. Ingat saja, tak banyak memberikan arti. Tapi ingat dan waspada akan memberikan agenda-agenda yang lebih baik dan langkah-langkah yang sempurna. Bagimanapun, bekerja dalam kegentingan tak menghasilkan sesuatu yang prima dan bisa dibanggakan. Berbeda ketika kita bergerak karena sesuatu yang penting. Bekerja dalam genting berarti pula diselingi ketakutan. Tapi bekerja karena penting, selau didorong oleh energi cinta. Dan cinta selalu memberikan yang lebih baik pada akhirnya. Semoga kita selalu belajar sesuatu atas sesuatu yang baru berlalu. Tuban, 12 mei 2011

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun