Mohon tunggu...
Ulul Rosyad
Ulul Rosyad Mohon Tunggu... Wiraswasta - Jangan hanya melihat dan menilainya, hampiri dan ikut prosesnya, Dan kau akan tau bagaimana Rasanya

Seorang Pencari Susuhe Angin

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Wanita Misterius di Sudut Kafe

16 Agustus 2014   01:31 Diperbarui: 12 Desember 2016   19:49 463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_338220" align="aligncenter" width="453" caption="Paket yang harus disampaikan"][/caption]

Indra keenam atau perasaan “peka” dengan dimensi lain di luar dunia manusia, memang tidak dimiliki semua orang. Kelebihan ini bisa dianggap sebuah keberuntungan atau malah sebaliknya, seperti kejadian yang saya alami dua pecan silam.

Berawal karena janji saya untuk silaturahim ke rumah yang sudah kuanggap saudara di daerah Banten pada minggu 3 agustus 2014 kemarin, puncak-puncaknya arus balik. Untuk mencapai Merak, Banten saja dari Pati, Jawa Tengah sekurangnya membutuhkan tak kurang dari 36 jam perjalanan darat. Berangkat dari Pati minggu menjelang maghrib sampai di Merak pada senin malam jam 22.30 WIB. Perjalanan yang melelahkan.

Karena sudah larut sampai di Merak ini saya sengaja tidak menghubungi saudara untuk menjemput saya, pikirku saya bisa mencari penginapan dulu agar bisa istirahat total dan besoknya saya baru ke rumah yang sudah saya anggap saudara (maaf tidak saya sebutkan di sini atas berbagai pertimbangan). Dari dua penginapan yang sering saya pakai untuk menginap saat di Cilegon salah satunya penuh dan satunya lagi menyisakan kamar yang mahal, saya pikir itu sia-sia lagi pula hanya untuk transit saja untuk besoknya saya akan ke rumah saudara. Akhirnya dari tukang ojek saya dianjurkan pada satu penginapan yang agak murah dan masih di lingkup kota. Cuma memang agak masuk ke dalam jadi kalau bukan orang yang mengenal daerah tersebut saya yakin tidak bakalan tahu keberadaannya.

Singkat cerita, setelah menyelesaikan administrasinya saya langsung menuju kamar yang saya pilih dengan diantar keeping room. Sepi sekali malam itu, karena semenjak sore hari kelihatanya kota Cilegon diguyur hujan. Karena penat dalam perjalanan, setelah sekedar basuh muka dan cuci kaki saya setel alarm jam 05.00 pagi agar bisa bangun dan mandi. Matikan lampu dan tidur dan tidak sedikitpun menekan remote pendingin ruangan di meja. Tidur.

Ufff! Sosok perempuan kurus, berwajah tirus, dengan rambut tergerai sebahu itu makin mendekat. Parfumnya begitu menusuk. Seperti bau melati dan rempah-rempah. Gaun satinnya yang putih menjuntai ke tanah yang becek, hingga ujung-ujungnya penuh bercak tanah dan kotor. Tapi kelihatannya dia tidak peduli. Perhatiannya hanya tertuju padaku yang berjarak hanya sekian meter didepannya.

Astaghfirullah.. kenapa kedua kaki ini rasanya terpakuditempatnya? Bergerak atau bergeserpun. Saya tidak bisa. Sementara kurasakan udara disekelilingku semakin dingin. Beku.

Entah ada dimana saya sekarang. Sekelilingku gelap dan berkabut. Hanya ada aku dan perempuan itu. Hati kecil ini mengatakan, ada yang tidak beres. Tapi ingin lari dan teriak, tidak bisa. Mmm, pikir-pikir buat apa saya yang laki-laki setua ini musti takut.

Lamban tapi pasti. Perempuan yang sebagian wajahnya tertutup rambut itu, makin mendekat. Aroma rempah yang tercium, lamat-lamat berubah menjadi bau anyir. Busuk, perutku rasanya seperti diaduk-aduk. Buat bernafas juga semakin sulit. Dada seperti dibebani ribuan ton pemberat. Sampai akhirnya, dia berada tepat didepanku! Ya, kami benar-benar bertatapan muka. Sangat dekat.. astaghfirullah! Saking kagetnya saya sampai terhuyung-huyung, mundur dan jatuh terduduk.

Tebakan kalau dibalik rambut itu, wajahnya cantik.. ternyata bertolak belakang. Rusak. Bagian kanan pelipisnya hingga dagu perempuan itu, melepuh. Merah, penuh darah. Buru-buru saya berusaha bangun, tapi sia-sia. Sosok mungil itu lebih sigap dan kuat, tidak seperti diduga. Tengannya mencengkeram lenganku dan wajah itu nyaris menempel begitu dekat dengan wajahku…

1408101792183027313
1408101792183027313


Kring.. Kring.. Kriiiiing! Bunyi alarm di handphone, mengejutkan. Hah! Syukur hanya mimpi buruk. Saya terbangun dengan badan basah, bermandi keringat. Gila, kejadiannya seperti beneran. Seperti yang saya tulis dari awal pada catatan ini, saya memang sensitive atau banyak orang bilan indera keenam bawaan semenjak kecil. Kadang alam bawah sadarku bisa merasakan yang orang awam tidak rasakan. Ada satu cerita waktu kakak sepupu syukuran rumah barunya, saya merasa rumah itu tidak bener. Nyatanya, bolak-balik anaknya sakit, demam tidak jelas. Ternyata, putranya seringa diajak “main” sama penunggu kebun dibelakang. Setelah halaman tersebut dirapikan dan digelar selametan, semuanya aman terkendali, beres.

Ada banya kawan yang bilang, sebuah keberuntungan memiliki sixth sense. Tapi bagi saya, kadang sebaliknya. Bencanalah kira-kira, satu ketika saat pulang dari mall di kota Cilegon ini menuju penginapan disampingnya. Tiba-tiba, melihat bocah cilik, plontos, memperhatikan saya, pas lewat di samping tong sampah.Kuku-kukunya yang panjang, kotor itu, mengaruk-garuk tanah, tanpa henti. Giliran saya melihat kearah lain dan balik lagi, dia sudah tidak ada. Lanjutkan membaca



Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun