Mohon tunggu...
Eko Setiadi
Eko Setiadi Mohon Tunggu... -

Praktisi migas

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Agenda Strategis Pembangunan Kilang Minyak Nasional

15 Mei 2017   08:46 Diperbarui: 15 Mei 2017   09:57 3428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Eko Setiadi, Sr Analyst Strategic Planning & Portfolio - Pertamina Hulu Energi

Tulisan di bawah ini adalah opini pribadi dan pernah dimuat di Majalah Tambang, Juli 2016

Seiring pertumbuhan ekonomi yang meningkat, maka kebutuhan BBM juga diproyeksikan mengalami peningkatan rata-rata 8 persen setiap tahun, sehingga diproyeksikan total kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) nasional di tahun 2025 mencapai 2,6 juta barel per hari (bph)1. Saat ini pun, konsumsi bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia sekitar 1,6 juta bph. Dari jumlah tersebut, kapasitas kilang di Indonesia sebesar 1,1 juta bph, namun kemampuan kilang yang sebagian besar sudah beroperasi di atas 30 tahun tersebut hanya mampu mengolah minyak mentah menjadi produk BBM hanya sekitar 800 ribu bph. Sedangkan kekurangan BBM sekitar 800 ribu bph dipenuhi melalui import, dengan kebutuhan dana untuk import tersebut sebesar US$ 150 juta/hari atau senilai 1,95 trilyun rupiah/hari (data tahun 2015). Bagaimana dengan negara tetangga, Singapura dan Malaysia? Singapura, negara yang luasnya hanya 716 km2 dengan populasi penduduk 5 juta jiwa, konsumsi BBM domestik sebesar 148 ribu per hari, namun memiliki kilang minyak berkapasitas 1,3 juta bph, sehingga sisanya diekspor ke negara lain, termasuk ke Indonesia. Adapun kapasitas kilang minyak Malaysia sekitar 722 ribu bph, dengan produksi minyak mentah mencapai 825 ribu per hari, sedangkan konsumsi BBM domestik sebesar 650 ribu bph, dengan populasi penduduk 30 juta jiwa. Dampak lainnya adalah dengan kapasitas kilang dan kondisi stok BBM yang terbatas, Indonesia hanya memiliki cadangan operasional BBM milik Pertamina selama 22 hari, sedangkan Singapura selama 90 hari dan Malaysia selama 25 hari.

Rencana pembangunan kilang minyak, sebenarnya sudah dimulai sejak akhir tahun 2005. Ketika itu, Pertamina sudah menandatangani kesepakatan pembangunan kilang minyak di Tuban bersama Sinopec (perusahaan minyak China) dengan kapasitas 200 ribu bph. Di tahun 2006, konsorsium swasta yang didukung pendanaan Arab Saudi sempat merencanakan pembangunan kilang minyak di Pare-Pare dengan kapasitas 300 ribu bph dan ditargetkan beroperasi pada tahun 2010. Pertamina juga sempat bekerja sama dengan NIORDC dari Iran dan Petrofield dari Malaysia untuk membangun kilang Bojonegoro di tahun 2009. Namun sampai saat ini, belum satu pun kilang minyak baru yang berhasil dibangun. Mundurnya rencana pembangunan kilang minyak tersebut karena menemui berbagai kendala, antara lain: sulitnya pembebasan lahan, perlunya insentif, baik fiskal dan non fiskal dari pemerintah kepada investor terkait jaminan kepastian investasi, serta kendala perijinan dan regulasi. Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya konkrit untuk menarik investasi dari sumber pendanaan di luar negeri maupun investor swasta nasional, sekaligus menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif, seperti adanya kepastian tata ruang lokasi kilang, simplifikasi perizinan, kepastian regulasi, serta pemberian insentif fiskal dan non fiskal.

Perpres Pelaksanaan Pembangunan dan Pengembangan Kilang Minyak Domestik

Sebagai respon atas berbagai hambatan pembangunan kilang yang dipaparkan di atas, Presiden Joko Widodo telah meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 146 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Pembangunan dan Pengembangan Kilang Minyak di Dalam Negeri2. Perpres tersebut memuat skema pembangunan kilang minyak yang dapat dilakukan oleh pemerintah dan badan usaha. Pembangunan kilang minyak oleh pemerintah dilaksanakan melalui dua cara. Pertama, Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Kedua, melalui mekanisme penugasan dengan pembiayaan pemerintah dan penugasan dengan pembiayaan korporasi.

Untuk pembangunan kilang minyak dengan skema KPBU, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjuk PT Pertamina (Persero) sebagai Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PPJK). Sebagai PPJK, Pertamina berwenang melakukan perencanaan, penyiapan transaksi, dan penandatangan transaksi, serta melaksanakan pengawasan proyek KPBU. Dalam proses perencanaan, Pertamina sebagai penanggung jawab proyek kerjasama akan membentuk badan usaha pelaksana, penandatanganan perjanjian KPBU dengan Badan Usaha Pelaksana, dan memastikan pemenuhan pembiayaan oleh Badan Usaha Pelaksana. Dalam Perpres ini, pemerintah juga akan memberikan insentif dan jaminan dalam pembangunan kilang. Jaminan diberikan atas risiko infrastruktur sesuai dengan alokasi risiko berdasarkan perjanjian KPBU. Adapun bentuk insentif dari pemerintah adalah pembebasan pajak dan pembebasan bea masuk terhadap barang impor. Selain itu, insentif lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Untuk mempercepat pembangunan kilang melalui skema KPBU ini, Menteri Keuangan juga akan menyediakan fasilitas penyiapan pembangunan kilang minyak dan pendampingan transaksi sesuai dengan ketentuan undang-undang.

Untuk skema penugasan, Pertamina dapat membiayai sendiri pembangunan kilang minyak atau bekerjasama dengan badan usaha lain melalui pembentukan perusahaan patungan. Apabila menggunakan mekanisme pembiayaan korporasi, Pertamina mendapatkan fasilitas pendanaan berupa penyertaan modal negara (PMN), laba yang ditahan, pinjaman langsung atau pinjaman pemerintah yang berasal dari luar negeri termasuk lembaga keuangan multilateral, serta penerbitan obligasi oleh Pertamina.

Pembangunan kilang minyak oleh Badan Usaha, dilakukan berdasarkan penyelenggaraan kegiatan usaha hilir minyak dan gas bumi sesuai dengan ketentuan peraturan dan perundangan. Badan usaha terdiri dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), badan usaha swasta, atau koperasi. Dikeluarkannya perpres tersebut diharapkan menjadi kebijakan konkrit untuk mendorong agenda percepatan pembangunan kilang minyak nasional dan tentunya mengurangi ketergantungan impor bahan bakar minyak (BBM).

Agenda Pembangunan Kilang Minyak Nasional

Dari evaluasi terhadap demand versus supply BBM, kapasitas infrastruktur kilang domestik yang saat ini beroperasi, dan proyeksi kebutuhan BBM nasional sampai tahun 2025, maka diperlukan  agenda pembangunan kilang minyak yang sifatnya krusial dan mendesak untuk dilaksanakan, yaitu: upgrading kilang minyak eksisting, pembangunan kilang minyak baru, dan mempercepat pembangunan kilang minyak skala mini (mini refinery plant).

Upgrading Kilang Minyak Eksisting

Saat ini, Pertamina mengelola enam kilang yang mengolah total minyak mentah sekitar 1,1 juta bph. Keenam kilang tersebut adalah: UP II Dumai-Riau, UP III Plaju-Sumsel, UP IV Cilacap-Jateng, UP V Balikpapan-Kaltim, UP VI Balongan-Jabar, dan UP VII Kasim-Papua. Kilang-kilang eksisting tersebut desain awalnya untuk mengolah minyak mentah domestik, yang umumnya berjenis light sweet crude. Produknya pun disesuaikan dengan kebutuhan konsumen Indonesia saat itu, yaitu premium, kerosene, dan solar.3Minyak mentah jenis light sweet crude ini harganya lebih mahal, dengan kandungan sulfurnya rendah sekitar 0,2%. Padahal di pasaran, lebih banyak beredar jenis minyak mentah sour dengan harga lebih murah meski kandungan sulfurnya tinggi, sekitar 2%. Untuk mengatasi berbagai kendala, seperti spesifikasi kilang eksisiting, menurunnya efisiensi maupun fleksibilitas, maka Pertamina melakukan upaya revitalisasi dan modernisasi kilang eksisting melalui Proyek Residual Fuel Catalytic Cracking (RFCC) Cilacap, Proyek Langit Biru Cilacap (PLBC) di kilang Cilacap dan Proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) di kilang Balikpapan, kilang Cilacap, kilang Dumai dan kilang Balongan. RFCC sudah beroperasi sejak November 2015, dengan penambahan produksi premium 730 ribu barel per bulan, HOMC 200 ribu barel per bulan dan elpiji 31 ribu ton per bulan. PLBC fokus pada peningkatan kualitas produk kilang, yaitu minyak berkadar oktan 92, setara dengan pertamax, yang dimulai sejak tahun 2015 dan ditargetkan rampung pada tahun 2018. Pengoperasian kembali kilang TPPI Tuban oleh Pertamina, juga menyumbang produksi premium sebanyak 61 ribu bph. Dengan RDMP ini kilang akan mampu mengolah minyak jenis sour crude yang lebih murah, juga diproyeksikan akan mendongkrak kapasitas pengolahan minyak mentah dari posisi saat ini sekitar 820 ribu barel per hari (bph) menjadi 2 juta bph di tahun 2023. Fleksibilitas kilang juga ditargetkan meningkat, yang ditunjukkan dengan kemampuannya untuk mengolah minyak mentah dengan tingkat kandungan sulfur setara 2%, di mana saat ini kandungan sulfur pada minyak mentah yang dapat ditoleransi hanya 0,2%. RDMP kilang Balikpapan ditargetkan selesai tahun 2019, RDMP kilang Cilacap ditargetkan selesai tahun 2022, dan RDMP kilang Dumai dan Balongan ditargetkan selesai tahun 2023.

peta-kilang-minyak-591907f0cf7e613c612d6835.jpg
peta-kilang-minyak-591907f0cf7e613c612d6835.jpg
Sumber: Statistik Migas, ESDM, Maret 2015

Pembangunan Kilang Minyak Baru

Selain upgrading kilang eksisting melalui RDMP, Pertamina juga merencanakan untuk membangun 3 kilang pengolahan minyak mentah baru melalui proyek New GRR (Grass Root Refinery), yaitu: GRR East di Bontang dan GRR West 1 di Tuban (perkiraan selesai di tahun 2020) dan GRR West 2 (perkiraan selesai di tahun 2024). Nilai masing-masing proyek GRR tersebut diperkirakan mencapai USD 10 miliar atau Rp 130 trilyun.4Berdasarkan roadmap peningkatan kapasitas kilang yang disusun Pertamina, target produksi BBM dari berhasilnya proyek RDMP dan New GRR, mencapai 2,3 juta bph di tahun 2025. Terealisasinya proyek ini tentu akan membuat Indonesia lepas dari ketergantungan impor BBM, juga dipastikan akan menghasilkan pendapatan yang signifikan dan kontribusi dalam bentuk devisa kepada negara.

Selain itu, pembangunan kilang minyak baru juga berpotensi meningkatkan nilai tambah ekonomi melalui added value creation di sektor hilir. Kalangan industri melalui KADIN meminta pemerintah membuat skema investasi terintegrasi antara kilang minyak dan gas dengan industri intermediate petrokimia yang menggunakannnya sebagai bahan baku, dapat menekan harga bahan baku industry intermediate di dalam negeri, otomatis berdampak pada harga bahan baku yang diterima industri hilir ditekan lebih rendah.

Pembangunan Kilang Minyak Skala Mini

Gagasan pembangunan kilang minyak skala mini (mini refinery plant) merupakan terobosan yang menarik, berdasarkan pertimbangan adanya beberapa daerah yang sulit dijangkau, namun memiliki lapangan minyak, baik yang sudah beproduksi maupun lapangan yang belum masuk tahap eksploitasi, dengan produksi crude oil di bawah 20 ribu bph. Kondisi produksi minyak eksisting yang tidak memiliki fasilitas penyimpanan (storage), jarak yang jauh ke fasilitas bongkar muat terapung (floating storage offloading/FSO) dan kilang BBM, sehingga selama ini minyak mentah tersebut dikirimkan melalui pipa atau truk tangki sejauh ratusan kilometer ke storage atau FSO terdekat. Adanya biaya transportasi ini menambah komponen biaya produksi. Kilang mini memiliki model skid mounted, sudah dalam bentuk fabricated, dan bisa dipindah-pindah, dengan durasi konstruksi sekitar 18 bulan, diperkirakan biaya pembangunan senilai USD 50 juta-150 juta untuk kapasitas 6 ribu-18 ribu bph. Untuk menjadi proyek yang feasible, komponen utama yang harus dimasukkan adalah harga minyak mentah dengan formula di kepala sumur, yang mereduksi handling cost. Pembangunan kilang minyak skala mini yang lokasinya dekat dengan lapangan produksi, dinilai efektif untuk meningkatkan keekonomian lapangan marjinal, menghapuskan biaya transportasi sehingga menurunkan biaya produksi, mengoptimalkan lifting dan memenuhi kebutuhan BBM daerah setempat.

Kilang mini pertama yang sudah dibangun di Indonesia adalah kilang milik PT. Tri Wahana Universal (TWU) di Bojonegoro dengan kapasitas 16 ribu bph, yang mengolah minyak mentah dari lapangan Banyu Urip, Cepu sejak tahun 2009. Merujuk pada penelitian LPPM Universitas Gadjah Mada soal keberadaan kilang mini TWU tersebut, pada tahun 2014, multiplier effect (efek pengganda) pengoperasian kilang minyak tersebut memberikan nilai tambah ekonomi Rp 1,3 triliun di tingkat Kabupaten Bojonegoro, Rp 2,6 triliun di tingkat Provinsi Jawa Timur, dan Rp 9,8 triliun secara nasional.

Sebagai tindak lanjut dari Perpres Percepatan Pembangunan Kilang, kementerian ESDM, sedang menyiapkan peraturan menteri yang menjadi dasar pembangunan kilang mini, sekaligus penyiapan skema lelang proyek tersebut5. Terdapat delapan kluster yang menjadi lokasi pembangunan kilang mini, yaitu:1. Sumatera Utara meliputi Lapangan Rantau dan Pangkalan Susu 2. Selat Panjang Malaka meliputi Blok EMP Malacca Strait dan Petroselat 3. Riau meliputi Blok Tonga, Siak, Pendalian, Langgak, dan West Area Kisaran 4. Jambi meliputi Blok Palmerah, Mengoepeh, Lemang, dan Karang Agung 5. Sumatera Selatan meliputi Blok Merangin II dan Ariodamar 6. Kalimantan Selatan yakni Blok Tanjung 7. Kalimantan Utara meliputi Blok Bunyu, Sembakung, Mamburungan, dan Parmusian Juawat, dan 8. Maluku meliputi Blok Oseil dan Bula. Apabila proyek pembangunan kilang skala mini ini mulai berjalan, tentu secara otomatis akan memicu pertumbuhan ekonomi setempat, berikut efek pengganda lainnya, seperti yang sudah terjadi dengan beroperasinya Kilang TWU Bojonegoro.

Referensi:

  • Kajian Supply & Demand Energi, Pusat Data dan Informasi, Kementerian ESDM, 2014
  • Perpres Perpres Kilang Terbit, Pemerintah Janjikan Insentif dan Jaminan, Katadata.co.id, 15 Januari 2016
  • Proyek RDMP Pertamina Naikkan Daya Saing Kilang Nasional, Siaran Pers Pertamina, 23 Januari 2015
  • Grass Root Refinery: Pertamina Incar Mitra Strategis, Bisnis Indonesia, 14 Agustus 2015
  • Pemerintah Bakal Lelang 8 Proyek Kilang Mini, Berita Satu, 16 Februari 2016
  • Petroleum Refining in Nontechnical Language (4th Edition),PennWell, 2008, Leffler, William L.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun