Mohon tunggu...
Hasbiyanto Baharuddin
Hasbiyanto Baharuddin Mohon Tunggu... -

hanya orang biasa yang lahir dari keluarga biasa berpendidikan biasa dan tumbuh dilingkungan yang biasa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Lentera yang Hilang

25 April 2014   15:18 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:13 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Manusia adalah hewan yang berpikir,begitulah digtum yang terkenal dari seorang filosof yunani,Aristoteles.mungkin pembaca keberatan tuk dikatakan sebagai hewan karena dalam bayangan sebagian orang dan mungkin termasuk anda,yang dimaksud hewan adalah gajah,kuda,burung dan lain sebagainya.

Bukankah “aktivitas” kita sebagai manusia ada yang mirip dengan binatang lainnya.makan,minum,berjalan,tidur dan hubungan seks juga dilakukan binatang yang lain,manusia mampu membangun peradaban tersendiri sampai jauh seperti ini dengan kecanggihan teknologi dan informasi karena memanfaatkan potensi yang ada dalam dirinya yang tak dimiliki oleh spesies yang lain yakni berpikir dengan akalnya.

Dalam perjalanan peradaban manusia, dengan kemajuan informasi dan tekhnologi yang digagas oleh manusia sendiri, dia mampu membentuk sebuah peradaban yang tak mampu dibangun oleh makhluk lainnya. ini menunjukkan kalau manusia dengan potensi-potensi istimewa dimilikinya yang Tuhan berikan kepadanya mampu menciptakan dan merintis segala hal yang tentunya sangat bermanfaat bagi kemanusiaan itu sendiri.

Kehidupan dalam dunia yang material ini adalah salah satu fase dan proses perjalanan manusia dalam menuju sebuah tingkat perbaikan dan kesempurnaan, namun dalam perjalanan itu tentunya banyaknya kesamaran atau bahkan ketidaktahuan kita akan setiap tapak jalan yang kita lalui,maka dari itu Tuhan memberikan kita sebuah “lentera” yang disebut akal tuk melihat yang benar dan baik dan hati nurani sebagai fitrah tuk lebih mendorong lentera akal tuk lebih menyinari perjalanan manusia.

Namun dalam perjalanan kehidupan yang penuh dengan benturan-benturan,munculnya egoisme,hedonisme dan materialisme meredupkan sedikit demi sedikit cahaya lentera yang ada,agama tidak lebih dari sebuah symbol dan pesan para nabi tidak lebih dari sebuah ungkapan yang hanya diangkat dalam acara-acara keagamaan yang sifatnya seremonial tanpa meninggalkan jejak pencerahan spiritual yang sangat substantif dalam diri manusia.

Kesombongan yang berawal dari sikap egoisme menjadikan manusia-manusia materialis menjadi serakah,dan menjadi cikal bakal munculnya ketimpangan dan ketidak adilan social.

Keserakahan dan kesombongan yang makin mengakar dan membukit akan menguburkan nilai-nilai kemanusiaan dan cahaya ilahi yang terpancarkan lewat lentera akal akan makin redup dan redup.dan kita tak akan tahu lagi kemana hendak melangkahkan kaki didunia yang gelap ini,itu tergantung apakah kita akan mengikis kembali bukit-bukit egoisme dan menggali kembali nilai yang tertanam untuk menemukan kembali lentera kita yang hilang, tergantung komitmen dan kesungguhan kita.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun