Di media massa dan sumber-sumber terbuka lainnya, tragedi perang sipil di Poso masih belum jelas pelakunya sampai sekarang. Nah, untuk membuka kabut yang ada, mungkin ringkasan analisa Dr. A.C. Manullang yang pernah menjabat sebagai Direktur BAKIN ini bisa memberi perspektif baru, diantaranya:
Pertama, banyaknya suplai senjata organik laras panjang seperti M-16, AK-47, SS-1 yang banyak box amunisinya ada cap PIN*** dan tidak adanya investigasi hulu penyebaran senjata-senjata itu, padahal sudah beberapa kali digagalkan upaya penyelundupannya.
Kedua, akibat konflik berkelanjutan, masyarakat jadi ketakutan dan akan membutuhkan kehadiran aparat negara. Dalam soal ini, konflik yang terjadi cenderung diawetkan untuk memulihkan citra baik kepada Po*** dan T**. Mereka akan hadir sebagai pengayom rasa aman masyarakat, sebuah citra yang rusak sejak Reformasi 1998.
Ketiga, konflik yang menahun telah mendatangkan biaya pengamanan tersendiri. Pengerahan pasukan memerlukan biaya besar. Dengan demikin, konflik itu ada benefit impact tertentu. Jika bukan untuk Po*** dan T** secara institusional, maka paling tidak untuk oknum yang jadi handler urusan keamanan di Poso.
Keempat, setiap diumumkannya rencana penarikan/pengurangan pasukan, selalu ada aksi teror pada masyarakat umum yang dilakukan dengan cepat, sigap dan taktis. Pola serangannya mengindikasikan adanya komando tempur yang jelas tak dimiliki warga dan milisi biasa.
Kelima, mayoritas tokoh agama yang jadi provokator adalah orang luar Poso, bahkan luar Sulawesi. Dimana pola agitasi, pendanaan juga konsolidasi mereka terlalu cepat dan terlalu taktis untuk dilakukan oleh orang sipil. Ditemukan juga indikasi hubungan gelap mereka dengan orang berpangkat yang punya hasrat untuk berkuasa di level nasional.
Keenam, ada temuan dari kalangan LSM bahwa bom Tentena jelas terkait korupsi dana kemanusiaan Poso yang melibatkan banyak pejabat selama 2001-2005. Aliansi Ornop (organisasi non pemerintah) melakukan investigasi atas kasus tersebut dan banyak orang merasa terusik dengan adanya investigasi itu. Terkait bom Tentena, Aliansi Ornop menemukan keanehan, bahwa orang-orang yang dulu ditahan karena kasus korupsi di Rutan Poso, tiba-tiba meloloskan diri sebelum dan setelah bom itu meledak. Yang lebih mencurigakan lagi adalah, beberapa tersangka korupsi itu ada TKP sesaat sebelum bom di pasar Tentena meledak.
Nah, dari sini bisa kita ambil pelajaran dalam konteks Indonesia ya, kita ini orang biasa dan jangan langsung percaya dan marah-marah dengan suatu peristiwa SARA. Udah terjadi berulang kali! Ya berkali-kali di Indonesia kalo konflik SARA itu cuma jadi alat "orang atas" untuk nutupin mata masyarakat dari rebutan duit dan kuasa antar mereka atau untuk jadi pengalih perhatian dari adanya kasus korupsi! Selalu cek bener-bener 5W+1H dari kasus SARA yang ada. Ini Indonesia! Negeri penuh drama! Kalian jangan sampe jadi korban drama "orang atas" padahal gak dapet apa-apa! Jangan mau diadu-domba sesama warga RI!
Sumber:
Manullang, A.C. (2001). Menguak Tabu Intelijen (Teror, Motif dan Rezim). Yogyakarta: Panta Rhei.
Manullang, A.C. (2006). Terorisme & Perang Intelijen; Behauptung Ohne Beweis (Dugaan Tanpa Bukti). Jakarta: Manna Zaitun.