[caption caption="Sahrul Gibran (berdiri kiri) dalam sebuah Mini conference di Kantor Kabarindo.com selasa, 12/4/16 (dokpri)"][/caption]“jika kamu mau ke bulan tapi tidak punya alat, maka pinjamlah tangga pada tetangga sebelahmu, jika belum sampai juga, maka pinjam lagi ke sebelahnya sampai kamu bisa ke Bulan”
Kalimat atau petuah ini lah yang selalu dipegang oleh sahrul dalam mengarungi upaya mengejar impiannya menjadi seorang sutradara film. Tidak muluk-muluk, Ia hanya ingin membuktikan kepada ibunya Namun sayang Ibunya sudah meninggal dan tidak bisa melihat anaknya meraih cita-citanya.
Selasa, 12 April 2016 bertempat di Ruang Mini Confrence Kantor Kabarindo.com lantai 12 Gedung Aswana Sarinah, Jakarta, Markas KOPI (Koalisi Online Pesoan Indonesia) mendapat kunjungan dari kru film Mars, antara lain Sahrul Ghibran sang sutradara, penulis skenario John D Rantau, Bintang Film Cholidi A.Alam KCB dan Chelsea Riansy, Jhonny Chan serta Shafik (Produser).
Selama dua jam lebih Mereka satu persatu membeberkan cerita, pengalaman, dan seluk beluk penggarapan film Mars, film yang mengambil dua lokasi syuting yakni di Gunung kidul dan Universitas Oxford Inggris. Mars dibintangi beberapa aktor berpengalaman diantaranya Acha Septriasa, Cholidi Alam, Kinaryosih dan Chelsea sederet nama lainnya.
Dari obrolan kami (Blogger) bersama mereka, ada yang menarik yang bisa saya share, salah satunya dari kisah Sahrul mengejar impiannya. Apa yang dialami Sahrul mirip dengan cerita yang ada di film ini tentang impian hidup yang diraih dengan tidak mudah. Cerita Sahrul ini bisa menjadi inspirasi bagi saya dan mereka yang sedang berjuang meraih impiannya.
Sahrul bercerita, sejak kuliah, Ia sudah tergila-gila dengan dunia film. everything is movie. Waktu dan uangnya habis hanya untuk membahas atau bahkan mencoba-coba membuat sebuah film dan gagal. Meskipun demikian, kegagalan demi kegagalan tidak bisa memupus harapannya untuk menjadi sutradara. Selain impian menjadi sutradara, Sahrul sangat ingin bertemu dengan sutaradara idolanya, John D Rantau. Akhirnya dengan modal nekad, Ia memberanikan diri pergi ke Jakarta. Namun Ternyata, Sahrul sadar bahwa hidup di Jakarta tidak semudah yang dibayangkan. Jangankan untuk membuat film, buat makan saja susah.
Tidak betah di Jakarta, Bermodal uang 20 ribu, Sahrul naik bis pergi ke Serang, lagi-lagi di sana Ia kehabisan Uang padahal besoknya harus ke Jakarta untuk bertemu dengan John, Sahrul kemudian meminjam uang 50 ribu ke temannya ongkos untuk pergi ke Jakarta.
Menurut cerita Jhon D Rantau-sosok yang kelak memoles Sahrul menjadi Sutradara berkualitas. “waktu itu saya disamperin teman memberi tahu kalau ada orang yang ingin bertemu dengan saya.” kata Jhon awal bertemu dengan Sahrul. “Orang ini ingin sekali menjadi sutradara dan sesumbar kelak bisa mengalahkan seorang Jhon D Rantau.” unkap John menirukan ucapan temannya waktu itu. Jhon pada awalnya menganggap ini sebagai lelucon dan tidak terlalu serius menanggapinya. Namun setelah bertemu, John melihat di mata anak muda ini sebuah tekad yang kuat, dan kemauan keras untuk mengejar impiannya, meskipun John menyadari, Sahrul nggak punya modal kemampuan teknis untuk menjadi sutradara. Sampai-sampai, John pun memberikan istilah “Gembel” pada Sharul, tentunya dengan dua pengertian, pertama, memang gembel benaran nggak punya uang, tidur nggak tahu di mana dan gembel –gemar belajar. Alasana llain, Kenapa John tertarik membantu Sahrul, karena kata John, cerita hidup Sahrul mirip dengan cerita film yang pernah Ia buat, film “Denias, Senanudng di Atas Awan”. dua-duanya tentang sebuah ambisi anak manusia mengejar impiannya.
[caption caption="John D Rantau dalam sebuah Mini Conference di Kabarindo.com 12/4/16 (dokpri)"]
Film perdana Sahrul diberi judul Mars (Mimpi Ananda Raih Semesta). Diangkat dari sebuah novel karya Aishworo Ang, dimana Jhon menjadi penulis skenarionya.
Apa yang menarik dari film ini? Jhon D Rantau mengaku bahwa skenario yang dituliskannya di film ini sebagai yang terbaik dibanding karya-karya sebelumnya. Sedikit bocoran, meskipun kisah di dalamnya adalah fiksi semata, namun dibuat sedemikan rupa agar terlihat seperti based on truly event. Aliran ini sudah banyak dilakukan di negara-negara lain, seperti Iran, dan negara-negara Eropa lainnya. Di Prancis aliran ini dikenal dengan sebutan Neo Realisme. Di Indonesia pun pernah ada yang menggunakan Neo realisme, seperti film-film yang dibintangi Benyamin S, atau karya-karya film era Usmar Ismail dan Arifin C Noer.