[caption caption="Dr Armi Susandi, Ketua tim Peneliti dari ITB sedang memaparkan Data kajiannya tentang Kerentanan DAS Ciliwung di Wisma PMI, Jumat, 22/4/2016 (doc Humas PMI)"][/caption]Tren kerentanan bencana yang disebabkan oleh iklim semakin meningkat akhir-akhir ini. Bencana banjir, tanah longsor, kenaikan muka laut, penurunan muka tanah dan semakin minimnya persediaan air tanah merupakan efek dari perubahan iklim tersebut. Hal ini yang mendorong Palang Merah Indonesia (PMI) bersama tim peneliti Institut Teknologi Bandung (ITB) mengadakan sebuah penelitian pemetaan kerentanan iklim yang dilakukan di DAS Ciliwiung. Penelitian ini dilakukan pada kurun waktu 2013 – 2014 dengan menggunakan pemodelan proyeksi kebencanaan iklim. Model tersebut bisa memprediksi curah hujan secara spasial di masa depan dengan melihat pola curah hujan masa lalu dan juga pola anomali.
Saya bersama beberapa Blogger yang tergabung dalam #taudariblogger mendapat kesempatan menyaksikan secara langsung peluncuran hasil penelitian dari tim ITB yang bekerjasama dengan Palang Merah Indoenesia. Penelitian ini mendapat dukungan dari American Red Cross. Kegiatan berlangsung di Wisma PMI Jalan Wijaya Jakarta Selatan, pada Jumat, 22/4/2016.
Dalam kegiatan itu, Palang Merah Indonesia (PMI) dan tim riset ITB meluncurkan hasil risetnya yang berbentuk data infografis dan videografis tentang potensi Bencana iklim di DAS Ciliwung. Hadir dalam kesempatan itu, beberapa Pejabat PMI pusat, Pejabat walikota Jakarta Selatan dan beberapa tenaga sukarelawan PMI dari berbagai daerah. Yang hadir antara lain; Plh Ketua Umum PMI, Ginanjar Kartasasmita, Wakil Walikota Jakarta Selatan, Drs Irmansyah, Ketua Perwakilan Palang Merah Amerika di Indonesia, Tom Alcedo.
Sebagai Pemateri; Ketua tim Peneliti Kebencanaan Iklim ITB, Dr Armi Susandi, AhliTata ruang dari Universitas Trisakti, Bapak Yayat Supriatna dan Kadiv Penanggulangan Bencana PMI Pusat Arifin M Hadi. Acara dipandu oleh Program Coordinator American Red Cross, Dino Argianto.
Ginanjar Sasmita dalam kesempatan itu menjelaskan, melalui sinergi antara PMI dan ITB, akan memperkuat upaya advokasi kebijakan bencana iklim sebagai salah satu mandat PMI untuk mengurangi korban bencana yang didukung oleh basis data dan analisis secara akurat.
Lebih lanjut Ginanjar menyebutkan, PMI sebagai auxiliary dari pemerintah tidak dapat bekerja sendiri, untuk itu dengan adanya hasil riset ini diharapkan pemerintah khususnya DKI Jakarta dan Jawa Barat, wilayah yang dilalui Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung ini dapat melanjutkan hasil riset ini.
Sisi lain, Dr Armi Susandi, Ketua tim peneltiti dari ITB lebih lanjut mengungkapkan, penelitian yang dilakukan ITB menggunakan model iklim cerdas (smart climate model) yang telah terverifikasi di berbagai negara dengan akurasi prediksi mencapai 80 %.
“Untuk kajian kerentanan di DAS Ciliwung tersebut kami menggunakan data dari 19 titik stasiun pengamatan curah hujan dan 7 stasiun pengamatan temperatur di wilayah Bogor, Depok, dan Jakarta. Penelitian ini menghasilkan 4 model proyeksi yaitu proyeksi curah hujan, temperatur, kebencanaan dan kerentanan dalam spasial dari 2015 -2035, serta pilihan tindakan mitigasi kebencanaan dan opsi adaptasi jangka panjang bagi pemerintah, swasta dan masyarakat, “ ungkap Armi.
Armi mengingatkan bahwa 10 porsen wilayah Jakarta akan hilang permanen di masa mendatang jika tidak segera dilakukan upaya pengendalian.
Hal yang sama diutarakan oleh Bapak Yayat Supriatna seorang Ahli Tata ruang dari Universitas Trisakti yang mengharapkan ada upaya komprehensif dan pendekatan tidak hanya struktural namun juga non struktural. Struktural yang dimaksud adalah Pemerintah provinsi, daerah dan juga pusat. Sedangkan Non struktural yakni berkaitan dengan komunitas-komunitas LSM yang ada di tengah masyarakat terutama yang berdekatan langsung dengan DAS Ciliwung.
Sementara itu, Tom Alcedo, kepala Perwakilan Palang Merah Amerika di Indonesia menekankan pentingnya koordinasi antar pemangku kepentingan. “Para pemangku kepentingan di Jakarta dan wilayah penyangga harus mengedepankan koordinasi dan komunikasi untuk mengurangi dampak bencana iklim yang terjadi di wilayah DAS Ciliwung melalui tata ruang DAS yang komprehensif.” Jelas Tom.