Mohon tunggu...
Jong Celebes
Jong Celebes Mohon Tunggu... Administrasi - pengajar

"Tidak ada kedamaian tanpa Keadilan"

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Gugatan Si Guru Privat, "Hukuman Mati bagi Koruptor" Berhenti di MK

14 Juli 2016   21:42 Diperbarui: 14 Juli 2016   21:49 790
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Adakah hubungan antara korupsi dan kesejahteraan masyarakat? Sekilas seperti tidak ada hubung kaitnya, tapi coba lihat fakta-faktanya. Khusus korupsi di dunia pendidikan saja, contohnya, seperti data yang dilangsir oleh ICW selama satu dasawarsa terakhir menyebutkan bahwa terdapat 296 kasus korupsi pendidikan, indikasi kerugian negara sebesar 619 Milyar rupiah. Bayangkan jika dana sebesar itu digunakan untuki subsidi anak-anak usia sekolah atau membangun sekolah dan prasarana pendidikan lainnya?

Itu contoh disatu bidang saja, bagaimana dengan korupsi di pemerintahan, seperti penggelapan pajak, projek fiktif, mark up biaya kunjungan kerja dan studi banding, dan sebagainya. Tidak salah jika Indonesia disebut surganya para koruptor.

Korupsi telah merenggut pundi-pundi anggaran negara yang seharusnya digunakan untuk pertumbuhan dan pemerataan pembangunan. Akibatnya, timbul kesenjangan sosial-yang kaya makin kaya dan yang miskin tambah miskin. Akses masyarakat terhadap pendidikan, kesehatan dan pekerjaan akan terpengaruh dengan bocornya anggaran.

Realitas inilah yang menggugah seorang guru privat yang tinggal di Rawasari Jakarta pusat, Pungki Harmoko, mengajukan gugatannya (Judicial Review) ke Mahkamah Konstitusi atas Undang-undang Tindak pidana Korupsi yang dirasakannya tidak adil dan tidak memiliki efek jera terhadap para koruptor di Indonesia, yakni Undang-Undang tentang Tindak pidana Korupsi No.20 tahun 2001 pasal 2 ayat 2 serta pasal 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11 dan 12.

Pada pasal 2 ayat (2) UU No. 20 Tahun 2001, Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu pidana mati dapat dijatuhkan. Menegaskan bahwa frasa “keadaan tertentu” ini adalah bahwa apabila suatu tindak pidana korupsi dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi, maka para pelaku tersebut dapat di pidana mati.

Selain tidak adil dan tidak memberikan efek jera, ketentuan ayat di atas menurut Pungki juga membatasi pemberlakuan hukuman mati bagi koruptor dengan adanya frasa “keadaan tertentu”. Padahal syarat untuk pemberlakuan hukuman mati telah terpenuhi. Alasannya, secara pribadi dirinya sangat dirugikan secara materi dengan kasus korupsi di Indonesia. Pungki memberikan gambaran, trend pemberantasan korupsi di tahun 2014, kerugian negara mencapai Rp 5,29 trilyun. Rentang waktu dari 2001 s/d 2015 adalah 14 tahun. Apabila korupsi dianggap stabil pertahunnya ,maka kerugian negara adalah Rp 74,06 trilyun. Jika dibagi dengan 250 juta rakyat Indonesia, maka kerugian per orang adalah 296.240. Sementara itu, jika mengutip pernyataan Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD, bahwa kerugian rakyat per individu per bulan akibat korupsi mencapai 10 juta.

Namun demikian, pada siang tadi, Kamis 14 Juli 2016, Mahkamah Konstitusi melalui 9 hakim konstitusi yang diketuai oleh Arif Hidayat membacakan putusannya yang isinya menolak segala tuntutan yang diajukan oleh Pungki Harmoko karena tidak memiliki Legal Standing atau dianggap tidak memenuhi ketentuan pasal 51 ayat 1 huruf c UU MK tentang kerugian konstitusional harus bersifat spesifik dan aktual atau setidak-tidaknya potensial menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi.

Menanggapi hasil putusan sidang tadi siang, Pungki menyatakan, "kecewa karena hakim tidak melihat permohonan secara menyeluruh dan menganggap pemohon tidak memiliki legal standing."

“Badai korupsi yang lebih besar pasti akan terjadi, dan khawatirnya bisa terjadi chaos,” tutur Pungki.

Jadi, untuk saat ini, siapa yang diuntungkan dengan hasil sidang ini? koruptor dan calon koruptor pastinya, bagaimana tidak, para penjahat kerah putih akan semakin leluasa dan bisa bernafas lega, karena ganjaran hukum bagi mereka paling hanya kurungan. Sementara kita bisa saksikan, bahwa kurungan badan belum bisa menghentikan niat para calon koruptor untuk berbuat korupsi menggerogoti uang negara, setelah bebas, siapa yang bisa menjamin mereka tidak akan berbuat hal yang sama? Wallahu a’lam

(Mht)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun