Mohon tunggu...
abu syariah
abu syariah Mohon Tunggu... Buruh - penulis lepas

saya adalah seorang penulis lepas yang berkerja dilembaga swasta. hobi menulis dimulai sejak menjadi mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Usman Admadjaja dalam Jerat Mega Korupsi BLBI

13 Juli 2019   16:01 Diperbarui: 13 Juli 2019   16:09 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lini massa media sosial-online Indonesia kini kembali gempar dengan kasus megakorupsi BLBI. Netizen mendesak KPK dan instansi terkait segera mengusut kasus dugaan korupsi pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dengan tersangka beberapa pemilik Bank dan mantan kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad.

Tak hanya Syafruddin Arsyad, nama Usman Admadjaja (pemilik bank Danamon) juga terseret dalam kasus ini. Usman terlibat dalam kasus ini karena berstatus sebagai salah satu obligor penerima dana BLBI. Yang paling disoroti dari Usman adalah keengganan  membayar utang sebesar 12,5 Triliun rupiah meskipun memiliki beberapa asset berharga. 

Sosok Usman Admadjaja tak bisa dilepaskan dari Bank Danamon. Bank ini didirikan tahun 1976 setelah mengambil alih Bank Kopra Indonesia. Danamon menjadi bank pertama yang memelopori pertukaran mata uang asing pada tahun 1976 dan tercatat sahamnya di bursa sejak tahun 1989. Bank Danamon sempat menjadi bank terbesar setelah BCA berkat kepiawaian Usman, tetapi mengalami kebangkrutan saat krisis moneter 1997. Danamon mengalami kesulitan likuiditas dan berada dalam pengawasan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) sebagai bank yang diambil alih (bank take over/BTO). Pada 6 November 1998, BPPN dan Usman menandatangani Master of Refinancing and Note Issuance Agreement (MRNIA).

 Perjanjian ini diberikan BPPN kepada obligor besar; Usman Admadjaja (Rp12,53 triliun), Kaharudin Ongko (Rp8,3 triliun), Samadikun Hartono (Rp2,7 triliun), dan Ho Kiarto dan Ho Kianto (Rp297,6 miliar). Total program PKPS MRNIA adalah sebesar Rp 23, 8 triliun. Berdasarkan hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terungkap, jumlah BLBI yang diterima Usman Admadjaja/Bank Danamon pada tanggal 29 Januari 1999 adalah sebesar Rp 23.05 triliun yang terbagi dalam 3 termin; periode 21 Agustus - 31 Desember 1997 sebesar Rp 5.26 Triliun, Fasilitas Saldo Debet periode 1 Januari - 31 Juli 1998 sebesar Rp16.69 triliun dan Dana Talangan Valas periode 4 juli - 4 September 1998 sebesar Rp 1.10 Triliun.

Hasil audit BPK-RI atas penyaluran BLBI menunjukkan adanya penyimpangan yang berindikasi Tindak Pidana Korupsi (TPK) sebagai berikut:

  • Terdapat pembayaran untuk kepentingan pihak terkait sebesar Rp 412.597 juta.
  • Terdapat pembayaran transaksi surat berharga (pembelian SBI) sebesar Rp 118.677 juta.
  • Terdapat pembayaran transaksi valuta asing yang mengakibatkan peningkatan jumlah BLBI sebesar Rp 9.364.027 juta.
  • Terdapat penempatan dana antar bank yang mengakibatkan peningkatan BLBI sebesar Rp 1.477.992 juta.
  • Terdapat pembiayaan ekspansi kredit dalam rupiah sebesar Rp 1.657.812 juta dan dalam valas sebesar USD 274.582.18I,76 mengakibatkan peningkatan BLBI.
  • Terdapat penyertaan pada pihak ketiga yang mengakibatkan meningkatnya BLBI sebesar Rp 4.010 juta.
  • Terdapat investasi dalam aktiva tetap yang mengakibatkan meningkatnya BLBI sebesar Rp 381.621 juta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun