Mohon tunggu...
Abustomih Al Ishaq
Abustomih Al Ishaq Mohon Tunggu... Konsultan - Direktur Riset

Direktur Riset Yayasan Jalin Alam Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Derau Sangsaka Ibukota

18 Juli 2013   00:35 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:24 387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sayatan darah mengalir ke tanah
Terpelanting kepala tertumbuk aspal
Bertahan dalam kobaran api
Penggusuran lapak dagang kami

Duhai Tuan Tanah Jakarta
Kau ludahi kami dgn serapah
Agar segera pindah
Mengosongkan tanah leluhur
Tempat kami mempertaruhkan nasib
Berdagang agar tetap bisa makan

Kau lumuri rerindang pohon kami
Dgn getah globalisasi
Kau tancapkan pancang paku bumi
Menghisap air tanah kami
Kau congkakkan apartemen
Mall
Gedung mewah nan melambung
Seraya menghina kami
Dgn nyinyir kami si miskin kota

Kini kau merayu kami
Memilih dirimu lagi
Dibalik rumahmu yg megah
Tanahmu yg dimana mana
Hartamu yg kian melambung

Belum puas kau hisap kami?
Lantas siapa itu yg berbaris
Sepertinya mirip kau dulu
Menawarkan makan
Menawarkan jalan
Menawarkan sumbangan

Kami kau buru
Bahkan untuk sekedar KTP?
Kami msh belum mengerti
Apa mau kalian?
Apa yg membuat kalian serakah?
Kenapa begitu tamak?

Duhai Tuhanku yg Maha Besar
Darah kami tertumpah diaspal panas
Saat kami mempertahankan hak kami
Kami tak rela setetes darah ini
Tanpa pembalasan pada mereka
Kami tersiksa di ambang jalan
Gontai bertahan hidup
Tergusur penguasa
Mereka yg bermain dgn hidup kami
Di gedung pisang
Mirip monyet
Tertawa tanpa rasa malu
Bernegosiasi lobi - lobi
Bangun gedung ini itu
Proyek ini itu

Entah mereka tak malu
Hamburkan uang
Pelesiran ke negeri orang
Mengajak keluarga mereka leha leha
Minta rumah, mobil bahkan pesawat!
Aih muntah kami di gubuk ini
Mual keracunan asap tiap hari

Ada tangis di selasar rumah sakit
Syair ttg anak miskin penyakitan
Ttg sulitnya pendidikan layak
Ttg ketakutan disepanjang jalan
Negeri sakit

Tersudut kami dlm elegi
Suatu masa saat kami hidup layak
Saat anak miskin boleh sakit
Saat yg miskin juga boleh hidup.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun