Abustan
SUNGGUH mencerminkan kepongahan, keangkuhan , dan arogansi Intelektual. Dengan predikat seorang peneliti dan seorang ASN tentu merupakan prilaku tak terpuji dengan mengeluarkan pernyataan - pernyataan kebencian yang mengandung provokasi dan agitasi untuk memecah belah persatuan bangsa.
Tentu saja, hal tersebut sangat tak pantas, peneliti dari lembaga yang dibiayai dan/atau difasilitasi oleh rakyat Indonesia, tetapi justru bersikap bar bar layaknya seorang preman dengan mengancam lembaga dan anggota Muhammadiyah.
Pernyataan yang diucapkan sangat berpotensi membuat kegaduhan sosial, sebagai berikut: "perlu saya halalkan gak nih darahnya semua Muhammadiyah ? Apalagi Muhammadiyah yang disusupi Hizbul Tahrir melalui agenda Kalender Islam Global (KIG) dari gema pembebasan ? Banyak bacot emang !!! Sini saya bunuh kalian satu - satu. Silahkan laporkan komen saya dengan ancaman pasal pembunuhan. Saya siap di penjara. Saya capek lihat pergaduhan kalian." (Republika , 24/04).
Ancaman yang disampaikan oleh Andi Pangerang Hasanuddin itu, sangat menodai kerukunan umat beragama. Banyak warga negara yang merasa was was. Sebab menghalalkan darah itu sama dengan ancaman membunuh, sehingga merupakan pernyataan yang sangat serius dan berbahaya.
Karena itulah, wakil ketua umum MUI Anwar Abbas mengatakan, sikap dari peneliti BRIN , Andi Pangerang Hasanuddin yang mengancam akan membunuh warga Muhammadiyah terkait perbedaan penentuan 1 Syawal beberapa waktu lalu menurutnya adalah prilaku yang sudah merupakan tindak pidana. Demikian kata Anwar Abbas dalam siaran persnya kepada Republika (Senin, 24/4/2023).
Sebenarnya yang kecewa dan tersinggung dengan prototife kelakuan seperti itu bukan saja hanya warga muhammadiyah, tetapi kaum Nahdiyin juga banyak yang kecewa, serta umat Islam lainnya.
Bagaimanapun, prilaku oknum ini sangat berbahaya, sehingga diharapkan segera diproses secara hukum berdasarkan ketentuan yang ada dan dipecat oleh BRIN karena terindikasi kuat telah melanggar kode etik ASN. Sejalan dengan itu, Ketua Fraksi PAN DPR RI, Saleh P Daulary , menilai pernyataan Andi P Hasanuddin sangat tidak pantas disampaikan oleh aparatur sipil negara (ASN). Apalagi, ASN tersebut bekerja di Lembaga penelitian seperti BRIN.
Padahal, sejujurnya pedebatan publik menyangkut sebuah kebijakan negara dalam kehidupan beragama acapkali terjadi dan menjadi sesuatu yang lumrah belaka. Dalam konteks inilah, dibutuhkan sebuah kearifan bersama dalam menyikapi sebuah dinamika yang berkembang. Negara (baca: Kementerian Agama) senantiasa hadir dalam menata kehidupan beragama menjadi lebih baik, toleran, bijak dan dewasa.
Apalagi konstitusi negara sudah membuat koridor yang helas dalam kehidupan beragama, serta relasi negara, agama dan rakyat (Pasal 29, ayat 1, 2 ) UUD NRI 1945. Serta memperkuat/memperkokoh toleransi agama dalam masyarakat majemuk.
Dari sinilah perlunya "berkaca" dan belajar toleransi untuk mengeliminasi "arogansi Intelektual". Dan, perlunya pula mengedepankan dimensi etika dan estetika dalam menyikapi sesuatu, sehingga tak nampak sikap vulgar yang terkesan sok jagoan yang pada gilirannya hanya memantik sekali lagi sikap arogansi Intelektual di ranah publik.