Perbaikan dan mulai stabilnya ekonomi pada masa Orde Baru ini, Menyebabkan Urbanisasi dan pertumbuhan penduduk di wilayah perkotaan yang dimulai sejak tahun 1970an. Â Pada tahun 1961 peduduk diperkotaan hanya 15,9% (BPS, 1961). Kemudian berkembang hingga mencapai angka 135,61 juta jiwa atau 55, 2% dari total penduduk pada 2015 berdasarkan hasil SUPAS 2015. Dari data di atas menunjukkan pengaruh pergeseran penduduk dari pedesaan ke perkotaan menyebabkan pertumbuhan penduduk di perkotaan yang begitu pesat selama setengah abad terakhir.
Para pendatang dari pedesaan ini, mengadu nasib di perkotaan untuk memperbaiki ekonomi karena mereka menganggap tidak dapat mengembangkan ekonomi mereka di tempat asalnya. Orang-orang ini kemudian lebih dikenal dengan julukan perantau. Para perantau ini menetap lama di kota bahkan bertahun-tahun dan berpisah jauh dari keluarga mereka. Karena tidak bertemu lama dengan keluarganya membuat rasa rindu pada keluarga dan kampung halamannya muncul. Walaupun sudah terdapat pos keluarganya mengirim surat dan telegram untuk berkomunikasi dengan keluarga di kampung halaman, namun tidak dapat menghilangkan rasa rindu para perantau terhadap keluarganya.
Kemudian para perantau ini memanfaatkan waktu libur Panjang seperti pada hari raya idul fitri untuk Kembali ke kampung halaman. Hal tersebut tidak hanya dilakukan oleh satu dua orang atau kelompok saja, tetapi sudah menjadi pola perilaku para perantau di perkotaan. Fenomena tersebut terus dilakukan oleh para perantau setiap tahunnya, kemudian dikenal dengan istilah mudik.
Pengertian dan Sejarah Perkembagan Mudik
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mudik memiliki arti:
- (berlayar, pergi) ke udik (hulu, pedalaman): dari Palembang -- sampai ke Sakayu;
- Pulang ke kampung halaman, seminggu menjelang Lebaran sudah banyak orang yang --
Menurut Antropolog Universitas Gajah Mada (UGM), Prof Heddy Shri Ahimsa Putra dikutip dari detik.com, mudik berasal dari bahasa Melayu yaitu udik yang memiliki arti hulu atau ujung. Sebab, masyarakat Melayu dulunya yang ditinggal di daerah hulu sungai sering berpergian menggunakan perahu ke daerah hilir, kemudian kembali ke hulu pada sore harinya. Selain itu mudik dapat diartikan dalam bahasa Jawa yaitu Mulih dhisik atau pulang dulu. Disini dapat kita simpulkan bahwa mudik adalah kegiatan yang dilakukan masyarakat perantau kembali ke kampung halamannya.
Mudik pada awalnya berkembang pada tahun 1970an bersamaan dengan pesatnya perkembangan Urbanisasi masyarakat pedesaan ke kota terutama di Kota Jakarta. Awalnya pada tahun 1950 penduduk Jakarta hanya 1, 5 juta jiwa kemudian melonjak pesat pada 1961 menjadi 2, 97 juta jiwa dan 1971 sebanyak 4,58 juta jiwa. Hal ini tidak terlepas dari Jakarta yang memang sudah menjadi pusat ekonomi di Jawa dan Indonesia sejak masa Kolonial Belanda. Istilah mudik sendiri mulai digunakan masyarakat pada 1980an.
Kuatnya Ikatan Kekeluargaan antara Perantau dan Kelurga di Kampung Halaman
Mudik tidak hanya tentang perjalanan dari kota ke kampung yang dibumbui dengan kemacetan saja, tapi bagaimana usaha yang dilakukan oleh para perantau untuk menjalin kembali interaksi yang sudah lama tidak terjalin antara mereka dan keluarga di desa. Dalam mengupayakan hal tersebut para perantau ini melakukan mudik setiap tahunnya pada waktu-waktu tertentu seperti pada hari raya Idul Fitri. Hal tersebut kemudian menjadi sebuah kebiasaan baru dan melahirkan budaya baru, bagaiamana mudik menjadi sebuah tradisi tahunan yang dilakukan perantau untuk Kembali ke kampung halaman.
Mudik yang sudah menjadi bagian tradisi masyarakat Indonesia, akibat kurangnya interaksi para perantau dengan keluarganya di kampung halaman. Walaupun pada saat ini perkembangan teknologi semakin pesat membuat komunikasi dapat lebih mudah. Â Hal tersebut tidak dapat memuaskan bagi para perantau, karena sejatinya manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan interaksi secara langsung. Ini menunjukan masih kuatnya ikatan antara perantau dan kelurga di kampung halaman.
Mudik menunjukan bagaimana para perantau tidak lupa akan jatidirinya dari mana dia berasal. Tradisi mudik menggambarkan masih kuatnya ikatan primordial para perantau di perkotaan, padahal nilai-nilai di perkotaan seharusnya lebih berwatak mondial. Kota, bagi para perantau tisak lebih dari rumah tempat berteduh, tempat mencari penghidupan mereka merasa tempat tinggalnya masih di desa asalnya.