Mohon tunggu...
Yusuf
Yusuf Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan swasta

Belajar dan terus belajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kangen Sekolah

3 September 2015   16:52 Diperbarui: 30 Agustus 2018   13:07 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Awal masuk SMK N di Jakarta, tak ada motivasi tinggi. Saat itu tahun 1997, setelah lulus Mts (setingkat SMP). Kepengen banget ngelanjutin ke pesantren. Dan waktu itu sudah beberapa pesantren yang dikunjungi, mulai daerah Jawa Barat hingga Jawa Timur. Disana bertemu beberapa orang santri dan sudah membayar uang formulir pendaftaran. Tiba dirumah selepas pulang dari jajaki pesantren, formulir itu dibaca ulang, setiap gambar dilihat beberapa kali, hingga akhirnya kebawa mimpi-jadi santri-tengah malam sdh mandi-pagi lanjut mengaji-dan duduk bareng kiyai, tsssaaah.. (rupanya hanya mimpi). Dan mimpi itu pupus, keinginan untuk masuk pesantren tidak terlaksana, karena faktor biaya dan lainnya.

Hari itu, adalah saat pengumuman kelulusan (tingkat MTs/SMP). Berangkat dari rumah lebih santai, tak bawa buku seperti hari-hari aktif belajar. Hanya bawa tas merk Alpina, sebuah merk tas gaol saat itu (1997) dengan kepala resletting unik yang merangkap bisa dibuat gelang gaol coy. “Aa berangkat ke sekolah dulu ya mah”, Taraaaa… (ucapan pamit taon itu).

Tiba disekolah, sudah banyak teman-teman sekelas yang biasa duduk dibangku kayu panjang yang diletakkan diantara pintu masuk sekolah, dan juga didepan kelas. Mereka suka ria menyambut kedatangan idola mereka. Yap, saya satu-satunya siswa yang mereka merasa kehilangan jika saya tidak masuk sekolah, dan bahagia yang sangat ketika saya hadir ditengah-tengah mereka, tsaaaahhh (lebaaayyy).

Kami segera masuk ruang kelas, dan sesuai yang dijadwalkan, hari itu masing-masing dari kami berdebar cemas dan penuh harap. Cemas takut dan malu jika tak lulus, dan penuh harap agar hasil akhir belajar kami mendapat nilai terbaik atau LULUS. Ditengah kecemasan itu, terdengar suara wali kelas yang membuka awal pengumuman dengan ucapan salam, kami pun menjawab haru salam tersebut (kan anak Madrasah).

“Murid-murid sehat?”

“ sehat ci gu, Alhamdulillah” teriak kami sekelas.

“baiklah, baiklah, bagus, kalo semua sehat, boleh ci gu mengumumkan hasi kelulusan kalian”

“owh, tentu. Boleh, boleh, boleh. Silahkan ci gu”

“baiklah, baiklah.., dari selembar kertas yang ci gu pegang ini, ada nama-nama kalian disertai nilai akhir ujian kalian.., ci gu harap semua bisa terima dengan lapang dada, tak perlu menyesal, apalagi sampe menangis, terus bunuh diri..”

Mendengar itu, suasana kelas hening. Jantung kami pun semakin kencang berdebar. Keringat keluar bercucuran membasahi tubuh kami, bahkan ada yang menangis dan berteriak histeris.

“mengapa kamu berteriak histeris dan menangis, nak” tanya ramah ci gu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun