"Sayang, hari ini saya pulang kerja lebih awal, ada yang mau dititip?" tulisku di WA kepada istri. "Tidak ada" jawab istri singkat. "Saya segera tiba di rumah" balasku lagi. "Hati-hati di jalan" tambah istri.
Beberapa lama kemudian terdengar suara sang suami tiba di rumah. "Assalamualaikum" suara salam diikuti terbukanya pintu rumah. "Waalaikum salam" jawab istri dan anak-anak serentak.
"Sayang, hari ini kamu masak apa?" tanyaku. "Ini ada sayur sop, tahu dan ayam goreng" jawab istri. "Ya udah ayo kita makan! Saya sudah lapar" ajakku.Â
"Bismillah" dan kami pun mulai makan. "Hmmmm sayang, Masya Allah sekali nikmat makanan yang sudah Allah berikan kepada kita, tapi sepertinya kali ini kamu memasak sopnya sedikit kelebihan garam" ucapku. "Sopnya terlalu asin ya? Maaf ya, tadi nggak dicicipin dulu" jawab istri.
Cuplikan di atas mungkin akan terjadi di keluarga anda. Hal yang sederhana, tetapi jika salah menyikapi akan berdampak besar. Perjuangan seorang istri untuk menyajikan makanan terbaik untuk suaminya terkadang tidak sesuai dengan harapan suami. Ternyata Rasulullah _shalallahu 'alaihi wasallam_ sudah memberikan contoh bagaimana seorang suami harus menyikapinya. Rasulullah adalah manusia paling mulia. Keteladanan darinya mutlak harus kita contoh. Lantas, bagaimana Rasulullah menyikapi situasi seperti di atas?
Simaklah hadits dari Abu Hurairah, dia berkata:Â
"Tidaklah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mencela suatu makanan sedikit pun. Seandainya beliau menyukainya, beliau menyantapnya. Jika tidak menyukainya, beliau meninggalkannya (tidak memakannya)." (Muttafaqun 'alaih. HR. Bukhari no. 5409 dan Muslim no. 2064).
Rasulullah ketika menyukai makanannya, beliau akan memakannya. Jika tidak menyukainya, beliau meninggalkannya. Tidak ada celaan untuk makanan yang sudah disajikan.
Makanan merupakan rezeki dari Allah _subhanahu wata'ala_. Ketika kita mencela makanan artinya kita mencela rezeki dari Allah. Hal tersebut sangat dilarang dalam Islam. Selain itu, ketika kita mencela makanan, maka akan membuat istri merasa sedih bahkan tersinggung. Apakah dengan meninggalkan makanan tidak menyinggung perasaan istri? Itulah pentingnya memiliki istri yang juga mengerti tentang ilmu agama. Ketika istri mengerti tentang ilmu agama, saat suami meninggalkan makanan yang sudah dibuat, maka istri sudah paham bahwa ada yang salah dari masakan yang dibuat dan istri mengerti bahwa meninggalkan makanan adalah sebaik-baik sikap.
Rasulullah juga mencontohkan ketika memakan makanan yang beliau sukai, maka beliau memujinya. Pujian sebagai ungkapan syukur atas nikmat makanan dan juga pujian kepada istri yang telah membuat makanan. Memuji makanan disunnahkan oleh Rasulullah. Untuk itu jangan segan-segan memuji makanan yang sudah dibuat oleh istri. Dengan memujinya, maka istri akan merasa bahagia dan semakin bersemangat untuk memasak lagi dikemudian hari. Imbasnya apa? Jika memiliki istri pintar memasak, maka suami akan semakin bengkak. Bisa jadi.