Mohon tunggu...
Abu Laka
Abu Laka Mohon Tunggu... -

Membaca, Menganalisis, Diskusi dan Menulis. Email: bangabu.98@gmail.com I Facebook: http://www.facebook.com/tuan.musafir I Twitter: https://twitter.com/Abulaka (@Abulaka)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Meluruskan Paradigma Asrama Mahasiswa

19 April 2013   08:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:57 929
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Perbincangan fungsi asrama mahasiswa dari masing-masing daerah kembali mencuat seiring tertangkapnya pelaku pengeroyokan anggota TNI di asrama mahasiswa salah satu daerah di Yogyakarta. Sejak awal terjadi pro dan kontra ketika tahun 2009 keinginan wali kota Yogyakarta akan menjadikan asrama mahasiswa sebagai anjungan budaya dan seni dari daerah asal, bukan tempat tinggal mahasiswa semata. Keputusan tersebut muncul ketika sering terjadinya penyerangan asrama mahasiswa antar daerah.

Sejatinya asrama mahasiswa dibangun diperuntukkan bagi mahasiswa yang kurang mampuh secara ekonomi. Sehingga, dengan adanya asrama tersebut bisa mengurangi beban kebutuhan mahasiswa setiap bulan. Itu artinya, tujuan dibangun asrama sebagai tempat tinggal, bukan hanya sebatas simbol (anjungan) daerah asal. Selanjutnya, pemerintah daerah asal berharap adanya kegiatan positif baik itu berkaitan dengan budaya asal atau yang berkaitan dengan akademik mahasiswa itu sendiri.

Harapan tersebut memang tidak semua asrama bisa merealisasikan karena ada beberapa faktor yang mempengaruhi. Faktor yang penulis maksud di antaranya: Pertama, perekrutan penghuni asrama tidak ada standar prosedural, sehingga sering kali terjadi, seharusnya orang yang tidak punya hak menghuni asrama, tapi tetap tinggal di asrama. Kedua, Kurangnya kegiatan yang bersifat eksternal. hal ini menjadikan penghuni asrama kurang menjalin komunikasi dengan pihak luar asrama baik mahasiswa daerah mereka maupun mahasiswa antar daerah.

Ketiga, kurangnya kontrol dan perhatian pemerintah daerah asal. Seharusnya pemerintah daerah membuat peraturan yang mengikat, agar penghuni asrama tidak hanya tinggal di asrama dan tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat mendidik dan mempublikasikan budaya-budaya asal. Selanjutnya, kurang perhatian dalam artian tunjangan setiap bulan dan dana untuk kegiatan tidak disediakan. Jika hal ini tidak dilakukan pemerintah, maka mahasiswa terkesan tidak peduli terhadap asrama, karena merasa pemerintah saja tidak peduli pada mereka. Tidak adanya anggaran mempersulit mahasiswa melaksanakan kegiatan yang bertujuan mengkampanyekan nilai-nilai budaya daerah asal dan aktivitas eksternal sebagai media membangun komunikasi dengan mahasiswa lintas daerah.

Melihat pokok persoalan tersebut dapat ditarik benang merahnya bahwa seringnya terjadi tauran antar asrama dan penyalahgunaan fungsi asrama mahasiswa bukan terletak pada asrama sebagai tempat tinggal semata. Dengan demikian pengalihan fungsi asrama bukan solusi yang tepat. Bagi penulis, yang hasrus dilakukan pemerintah daerah asal adalah lebih memberikan perhatian terhadap mahasiswa yang tinggal di asrama. Jika perlu buatkan aturan yang tegas, karena ketika mahasiswa tinggal di asrama berarti mereka menjaga nama baik daerah mereka.

Selanjutnya pemerintah setempat (provinsi dan kota Yogyakarta), memfasilitasi asrama-asrama daerah terkait kebutuhan-kebutuhan kegiatan yang mendidik. Bisa juga membuat program yang kegitannya bisa menumbuhkan nilai-nilai persatuan antar daerah. Dengan kegiatan tersebut mahasiswa akan belajar bersama bagaimana hidup dalam perbedaan, apalagi di Yogyakarta dari semua daerah ada perwakilannya. Dos, akan terbentuk laboratorium keberagaman, toleran dan kerukunan. Realitas tersebut tentunya akan meneguhkan kota Yogyakarta sebagai kota toleran, budaya dan pendidikan.

Langkah di atas tidak bisa terealisasi tanpa ada komunikasi yang masif antara pemerintah Yogyakarta dan daerah asal. Komunikasi yang dibangun antara kedua pemerintah tersebut akan tercipta kebijakan yang terintegral dalam bingkai mencari solusi atas sekian persoalan yang telah disebutkan di atas. Jika demikian yang dibutuhkan, adalah keharusan kemunikasi dilakukan segera mungkin dilaksanakan. Sehingga tidak terjadi lagi tauran antar asrama dan tidak ada lagi penyalahgunaan fungsi asrama mahasiswa di Yogyakarta. Semoga

Penulis adalah Pengurus Ikatan Keluarga Pelajar Mahasiswa Sumatera Selatan

Email (bangabu.98@gmail.com), Twitter (@abulaka)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun