Mohon tunggu...
Abu Kemal
Abu Kemal Mohon Tunggu... Pensiunan -

- 33 : 70-71

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

film Dibawah Lindungan Ka'bah (emang tahun 1922 sudah ada Chocolatos?)

2 September 2011   21:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:17 1482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Kamis 1 September,hari kedua lebaran,  kami memborong tiket Studio 3 Sineplex XXI , hampir setengah dari jumlah kursi  penonton di sineplex itu kami beli semua tiketnya, hanya untuk memuaskan kami sekeluarga nonton film "Dibawah Lindungan KA'BAH".

Pada saat kami masuk studio sineplex  pukul 21.20,  kami  telat 5menit dari jam yang tertulis di tiket, kursi penonton sudah terisi 20%, dan begitu kami  ber empat masuk, kursi langsung terisi 50%. Benar demikian, karena saat film diputar sampai "S E K I A N", sineplex hanya terisi 10 (iya, sepuluh) penonton.  LUAR BIASA. Mungkin karena penonton masih lelah berlebaran atau masih berkeliling ke sanak famili dan lain2, sehingga film bagus  yang diputar sineplex di salah satu mall di Surabaya timur ini kurang mampu menyedot mereka untuk nonton.

Film ini  di ambil dari roman (novel percintaan) karya pujangga besar  HAMKA ( Haji Abdul Malik Karim Amrullah),  seorang ulama besar, sekaligus  pujangga besar  angkatan  pujangga baru.  Pada zamannya,  buku roman ini seolah  menjadi bacaan wajib para penggemar cerita roman dalam  kurun waktu yang  lama, bukan hanya didalam negeri, tetapi  konon sampai negeri jiran banyak yang mengagumi keindahan cinta dalam roman ini.

Cerita  film,  di setting di tahun 1922 di tanah Minangkabau,  Sumatera barat,  mengkisahkan roman percintaan artara Hamid (diperankan Herjunot Ali)  pemuda  anak dari  seorang janda miskin, dengan Zainab  remaja putri rupawan 18 tahun yang diperankan oleh Claudia Cintya Bella. Dan  ibu Hamid  yang janda dan sakit2an itu bekerja sebagai pembantu pada orang tua Zainab yang kaya.

Alur cerita film ini runtut, sangat enak diikuti, tanpa ada flashback yang membingungkan,  bahkan bagi yang belum pernah membaca novelnya sekalipun (seperti saya).  Meski (ciri khas) film2 kita masih tetap ada,  yaitu cerita nya mudah ditebak sejak awal dan mudah diduga pula ending nya.  Secara sinematek, menurutku film ini lumayan bagus.  Memfisualisasikan  kondisi di sebuah desa muslim jaman dulu cukup apik dan natural sekali, situasi perkampungannya, pasarnya dsb sangat bagus, bisa benar2 "muncul" di layar. Surau yang menjadi sentral dalam  film ini sangat2 pas tampil apa adanya. Kereta api uap dan apalagi stasiun kerta api tua jaman baheula (entah stasiun mana ya) benar2 cantik sangat mewakili jaman itu (1922), begitupun jembatan besi yang membentang diatas sungai jernihnya, sungguh bagus, aku berdecak kagum melihat peninggalan sejarah ini tampil sangat menawan.

Tetapi dibalik yang pas pas pas itu, tak luput  kelemahan klise film dalam negeri,  yaitu kostum pemain yang selalu  terlihat masih baru semua,  pasar yang tanahnya becek  ketika hujan ini, tenda atap lapaknya masih sangat putih bersih seperti baru keluar dari toko, payung2 lapak pasarpun juga terlihat semuanya masih serba baru, tidak ada yang kusut2 apalagi sobek.   Meski tidak mengganggu jalan cerita, tetapi  bagiku yang beginian ini menjadi slilit sepanjang  film, meskipun kecil tetap sangat mengganggu, terkesan  rasa bahwa ini "serba buatan, dan asal2an". Sunggguh amat sangat pantas disayangkan.

Yang kukagumi lagi  adalah adegan klimaks film ini, setting situasi Ka'bah jaman itu, benar2 "kena",  Ka'bah dengan latar belakang kondisi Mekkah kala itu. Nyaris detail, kondisi bangunan2 (mungkin hotel ya) disekitar Masjidil Haram terlihat sangat apik. Apalagi ada engle shooting bird view (pandangan dari burung terbang/dari atas),  yang dalam film2 kita masih jarang ada. Wuih, aku ga bisa bayangkan bagaimana membuat, adegan terkhir ini. Saya acungkan 2 jempol untuk adegan2 di Ka'bah ini.

Sayang tidak ada gading yang tajk retak. Dan yang paling amat sangat retak  adalah,  SPONSOR2 yang dimunculkan dengan SANGAT KASAR, NORAK, dan maaf kampungan.  Perhatikan :   sponsor pertama muncul, saat dimeja tamu rumah Zainab, tersaji Chocolatos,  kudapan anak2 masa kini, emangnya  sudah ada di tahun segitu ?  Coklat yang tag line nya berbunyi "mamia lezatos" ini rupanya manjadi menu andalan atau penjaga meja tamu orang tua Zainab karena setiap adegan di ruang tamu orang kaya tersebut, coklat ini selalu ada. Tetapi di jaman itu rupanya Chocolatos bukan penganan untuk anak kecil  seperti sekarang, tetapi adalah makanan untuk orang dewasa, terbukti  sepanjang jalannya film makanan anak2 jaman kini itu di kudap oleh ayah Zainab yang diperankan  Didi Petet dan pamannya si  Arifin yang anatagonis.

Lagi, sponsor berikutnya yang muncul dengan sangat dipaksakan adalah ketika dipasar, tiba2 saja Hamid berseru pada penjual di lapak : "kacang garuda, dua" , lalu tertayang adegan Hamid memasukkan dua kantung (di close up)  Kacang Garuda kedalam tas cangklongnya. Lucu,  bahwa di tahun 1922  sudah  kacang dalam kemasan yang rapih masa kini,   lagi di tengah film,   dirumah tokoh Rosna  tersaji kacang garuda komplit  ber macam jenis, ada  kacang kulit, ada kacang atom yang di close up  sedang dituang dari bungkusnya "kacang garuda".  Ehm. Jangan bohongin penonton dong, memangnya sudah ada jaman tahun itu kacang atom kemasan ?

Lagi, kelucuan yang tidak lucu,  rupanya di rumah orang tua Zainab yang kaya, yang setiap tempat tidurnya dilengkapi kelambu,  kelambunya dianggap masih belum mampu menangkal nyamuk. Maka setiap akan tidur harus pasang obat nyamuk bakar Baygon.  Sepanjang film, adegan bakar obat nyamuk ini sedikitnya ada dua kali, obat nyamuk bakar warna hijau, dengan alas kertas dilipat dengan merk "jelas"  di close up tertulis BAYGON.  Seingatku tahun 60an saja belum ada obat nyamuk bakar warna hijau (seperti yang ada sekarang), obat nyamuk ketika itu bentuknya seperti cacing melingkar dan warna nya coklat, bukan hijau.

Sebagai penonton, sepertinya  kita dipakasa harus maklum, bahwa pembuatan film hampir pasti ada pihak2 yang terkait, dan berkepentingan untuk MINTA produknya HARUS ditonjolkan, tetapi apa iya sih harus se norak itu ?

Akibat nila setitik, rusak susu sebelanga.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun