Mohon tunggu...
Abu Al Givara
Abu Al Givara Mohon Tunggu... Lainnya - Hanya Menulis, Bukan Penulis

Jadilah pembelajar yang terus bersabar

Selanjutnya

Tutup

Politik

Debat Cawapres: Etika Gibran Tak Layak Memimpin

22 Januari 2024   01:42 Diperbarui: 22 Januari 2024   16:11 1432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Etika. Bukan e-Tika, nama samaran perempuan cantik yang kerap diucap teman bernama Ukay. sosok santun asal Sumatra yang jauh. Tika yang ia selalu rindukan. Bukan itu.

Etika yang dimaksud itu tentang tata nilai. Ia yang harus melekat dalam diri setiap manusia. Mewujud menjadi sifat dan mempengaruhi cara berperilaku. Ia yang menggenapkan kemanusiaan manusia.

Etika yang terpisah dalam diri akan melahirkan keangkuhan. Manusia akan lupa diri. Absennya etika buat diri berlaku meninggi kemudian merendahkan. Tak pandang bulu, pirang atau beruban.

Keterpisahan etika akan membuat manusia menghalalkan segala cara. Hilangnya etika bisa mengabaikan norma, menaggalkan kesopanan juga meninggalkan kesantunan. Tak jarang pula mengejek dan merendahkan. Tanpa berkaca, walau ia sedang retak etika.

Hilang etika dalam debat cawapres ke-2, begitulah gaya debat Girban Rakabumingraka, Cawapres anak muda yang lulus karena putusan MK, yang di pimpin paman Usman yang juga melanggar kode etik kehakiman.

Girban tak beretika, sedang etika sebagai modal dasar dalam membamgun fondasi kepemimpinan. Tergambar dari cara bertanya dan menjawab pertanyaan. Selalu dimulai dengan bahasa merendahkan juga ejekan. Sedikit substansi dan isi, tapi ragam intrik dan bahasa jebakan—bertanya dengan singkatan dan istilah.

Sebagai anak muda calon pemimpin bangsa, Gibran harusnya memperlihatkan kualitas etikanya. Menunjukan bahwa ia berpegang teguh pada budaya timur yang kental sopan santun dan menghargai yang lebih tua. Namun itu tidak terlihat, justru jauh dari kata beradab.

Gibran kehilangan etika kepemimpinan dalam debatnya. Mengedepankan hasrat memenangkan debat ketimbang menonjolkan kualitas debat dengan intelektualitasnya. Ia krisis kepemipinan.

Kepemimpinan krisis etika ini cukup membahayakan demokrasi. Ia berpotensi mengancam berbagai aspek kehidupan. Baik sosial, politik, hukum termasuk yang paling lekat dalam kehidupan hari-hari manusia, seperti moralitas.

Karena pemimpin ialah pemberi keteladanan. Maka pemimpin harus memberi contoh tentang keadaban. Bukan mempertontonkan cara-cara yang tidak beradab. Seperti meninggi dengan merendahkan, mengeja kata untuk mengejek.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun