Â
Tidak berbeda dengan yang lain. Sayapun ikut merayakan tahun baru hari itu. Meskipun tak bisa menikmati indahnya cahaya bulan-bintang, tak lagi merasakan mentari pagi, juga tak merayakan kehangatan dia atas sinar mentari, karna langit terus gulita tertutup awan yang gelap.
Tetap dirayakan, karna hujan terus memainkan irama musik di atap-atap rumah, bunyi-bunyian serasa gendang, suara rintik hujan seperti nyanyian. Situasi membuat tenang, sebab peristirahatan dihibur oleh musikalisasi bisu tanpa sajak kata-kata itu. Disinilah saya merayakannya
Di tahun baru, ada fakta yang tak pernah disingung, ialah pohon bergembira ria mendapatkan nafkahnya, dedaunan yang kering kembali segar, tanah yang gersang jadi lembab seketika. Tapi sudahlah, tak apa ia jarang di sebutkan, kenyataannya manusia sudah seperti itu, takkan menyebut selain dirinya.
Manusia hanya memikirkan manusia, sebab yang fakta hanyalah ketika tentang manusia, jika bukan manusia maka bukanlah fakta. luputlah ia dari pembicaraan serus manusia.
Jadi benarlah jika ada kata, "untuk apa manusia hidup jika harus memikirkan yang lain, bukan dirinya!!" Tapi bukan ini yang ingin kukisahkan. Mungkin karna saya juga manusia hingga sayapun enggan menceritakannnya.
Tahun baru yang baik ini, turut merayakannya dengan bahagia. Sungguh!! bahagia bukan karna perayaannya, tapi dengan siapa merayakannya.
Tentulah bahagia karna dengannya, bernolstalgia dengan masa lalu yang hampir dilupakan oleh ingatan, untung saja terfikir ketika membuka selebaran ingatan masa lalu "ia masih tersimpan beberapa tahun lalu" masih teringat dan ingin menuliskannya kembali.
Sebenarnya bukan tentang dia apalagi untuk dia, melainkan untuk sosok yang lain. sebab dia hanyalah jembatan antara untuk terhubung pada sosok yang lain "tercinta". Karna darinyalah, tulisan ini terurai, kisah tentang kebanggaan sebagai maya meski menyedihkan sebagai fakta.
Motivasi menuliskannya karna didasari pada dua hal, diantaranya: cinta pada pandangan pertama dan cinta pada pandangan tanpa akhir. Pada pandangan pertama, Bukan cinta pada sosoknya tapi pada isi pikiran-pikirannya. Dialah Jeand Baudrillar, seorang filosof prancis dan pemikir postmodern yang sohor.