Air :
Aku air adalah pelayan engkau wahai manusia di bumi, Â aku air sangat kagum kepadamu. Aku air bangga jadi bagian yang menghidupkan kemuliaanmu wahai engkau manusia.
Jakarta :
Iya air, bagaimana kami jakarta bisa hidup tanpamu,  engkau adalah  bagian sumber kehidupan yang tak bisa terpisahkan.
Air :
Wahai engkau jakarta, Â aku tahu engkau adalah sebuah tempat kami berkumpul sebelum menuju samudra laut nan biru. Â Berikanlah kami tempat untuk bisa lewat, Â mohon ijin aku lewat. Jangan halangi aku, Â tempat aku berdiam sebagai serapan, engkau telah tutup dengan beton dan aspal. Aku air tak bisa diam, aku harus pergi dari tempatku dan tempatmu juga.
Jakarta :
Iya air, Â maafkan kami Jakarta. Berilah kesempatan untuk kami agar bisa membagun kesadaran betapa engkau air harus kami pelihara sebaik-baiknya. Â Engkau tidak salah air.
Air :
Terimakasih Jakarta, Â aku air sudah banyak mendengar tentang engkau yang kesulitan mengendalikan aku saat datang melimpah ke Jakarta. Â Aku tidak bermaksud menyakitimu Jakarta, tetapi aku sulit menetap di jalan-jalan yang aku lewati. Beri aku lahan yang subur, Â beri aku tumbuhan dengan akar-akar yang menyerapku. Jangan halangi aku oleh tumpukan sampah yang bau, jangan tutupi semua lahan tanah tempat aku meresap ke bumi.
Jakrata :
Baiklah air, Â ijinkan aku jakarta berdaya upaya menghidupkan warga kami untuk membuang sampah pada tempatnya, merawat jalan sungai yang engkau lewati, menanam tumbuhan nan hijau. Kami berikan ikan-ikan untuk keceriaamu air.
Air :
Alhamdulillah Jakartaku, aku air bangga dengan kepedulian dan niat yang sungguh-sunguh dari engkau untuk bersahabat dengan Aku
(Air & Jakarta Bicara)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H