Catatan sederhana tatkala melihat spanduk, baliho dan pamflet yang bertebaran dari para calon di Pilkada. Juga tatkala melihat tawaran untuk kaya mendadak dengan cara yang Islami
“KARENA mereka memperdayaiku, maka kepada Engkau Wahai Yang Mahaperkasa, tolonglah aku. Karena mereka membodohiku, maka kepada Engkau Wahai Yang Mahabijaksana, bimbinglah aku. Karena mereka melemahkanku, maka kepada Engkau Wahai Yang Mahakuasa, kuatkanlah aku. Karena mereka menipuku, maka kepada Engkau Wahai Yang Maha Pemberi Petunjuk, terangilah hatiku. Sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik penolong. Sesungguhnya Engkau adalah kawan yang dekat.”
Aku keluhkan ini kepada-Mu, ya Allah. Aku keluhkan kebodohan-kebodohanku sendiri. Engkau telah berjanji dengan janji-janji yang pasti, tetapi aku justru lebih sering memercayai janji-janji manusia yang mereka sendiri tak percaya dengan janjinya. Bahkan mereka tak percaya pernah mengucapkannya karena janji itu memang keluar begitu saja. Tanpa dipikir, tanpa dihayati, tanpa disadari tanggung-jawabnya kepada-Mu. Tetapi ya Allah, alangkah sering lupa hati ini.
Ya Allah, ada gelombang manusia yang datang berbondong-bondong. Di tangan mereka ada impian-impian yang dijejalkan. Mereka pergunakan nama-Mu, ya Allah, tetapi tanpa mengingat-Mu. Mereka berbicara kepada kami seolah-olah berkuasa menentukan hidup dan zaman ini, dapat membalik keadaan dalam sekejap dan mampu membuat setiap manusia meraih surganya di dunia. Mereka bahkan “melebihi-Mu”, ya Allah. Engkau ajarkan, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah apa-apa yang ada pada suatu kaum sehingga (mereka) mengubah apa-apa yang ada pada jiwa mereka”, sementara orang-orang itu mengajarkan kepada kami bahwa hidup akan dengan sendirinya berubah apabila mereka berkuasa. Padahal, mereka sendiri tak kuasa mengubah dirinya.
Akan tetapi, alangkah sering hati ini lupa, ya Allah. Hati ini mudah goyah oleh janji-janji yang diucapkan tanpa mengingat tanggung-jawabnya kepada-Mu. Hati ini sering lupa bahwa hidup ini harus diperjuangkan, hanya karena mabuk oleh impian tentang hidup yang berubah tanpa usaha. Astaghfirullahal ‘adzim…. Alangkah tamak hati ini. Dan alangkah heran jiwa ini kepada mereka-mereka yang mempergunakan nama-Mu untuk merebut amanah demi dunia yang sesaat.
Ya Allah, tiada Tuhan selain Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menzalimi diri sendiri. Kukeluhkan kepada-Mu, ya Allah, jiwaku yang mudah tergesa-gesa oleh gemerlapnya dunia. Kukeluhkan kepada-Mu, ya Allah, hatiku yang mudah terpedaya oleh apa-apa yang tampaknya menjadi kekuatan yang nyata. Kami ajak manusia kepada-Mu, tetapi pada saat yang sama kami sering lupa bahwa Engkau yang memberi kekuatan.
Jiwa-jiwa kami ini, ya Allah, alangkah sering lalai bahwa Engkau telah kuatkan kami di saat jumlah kami masih sedikit. Tetapi begitu jumlah kami bertambah, kami lupa pada jiwa. Kami lupa pada kuasa-Mu. Seakan-akan tak pernah ada ayat yang turun:
لَقَدْ نَصَرَكُمُ اللّهُ فِي مَوَاطِنَ كَثِيرَةٍ وَيَوْمَ حُنَيْنٍ إِذْ أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنكُمْ شَيْئاً وَضَاقَتْ عَلَيْكُمُ الأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ ثُمَّ وَلَّيْتُم مُّدْبِرِينَ
“Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai para mukminin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu di waktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlahmu, maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikit pun, dan bumi yang luas itu terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari ke belakang dengan bercerai-berai.” (QS: at-Taubah [9]: 25).
Seolah-olah, tak pernah kudengar juga sabda nabi-Mu, “Laa haula wa laa quwwata illa billah. Tidak ada ada dan upaya kecuali dari Allah” (HR. Bukhari dan Muslim, dari Abu Asy’ari).
Ya Allah…, ampunilah kami. Di saat kami masih sedikit dan tak punya apa-apa, dekat sekali jiwa kami dengan-Mu. Di saat kami tak mempunyai siapa-siapa untuk berbincang dan mengadu, Engkau saja tempat kami memohon pertolongan. Engkau pula yang menjadi sahabat untuk berkeluh-kesah. Dalam kesendirian, Engkau yang menjadi teman. Dalam ketakberdayaan, Engkau yang menjadi tumpuan kekuatan. Tetapi, begitu segalanya kami miliki atas pertolongan-Mu, langkah kami justru goyah. Kami takut kepada benda. Kami sibuk dengan jumlah. Seakan-akan Engkau sudah tak ada lagi.