Judul di atas adalah ungkapan teman India yang usai menonton pertandingan antara tim India vs Australia di Asian Cup 2011. Ya warga India tahu kondisi sepakbola di negaranya sehingga tidak begitu tinggi ekpekasinya. Kalah 10-0 masih masuk akal dalam hitungan mereka. India adalah negeri gila kriket. Jika kriket menjadi agama maka Sachin Tendulkar adalah nabinya. Setidaknya slogan ini sering saya lihat di pertandingan kriket India. Ya itulah negeri Tendulkar Mania. Negeri Gandhi ini begitu mengelu-elukan Tendulkar ketika menjadi manusia di atas awan di kriket. Tendulkar adalah orang pertama yang mencatakan diri sebgai top skorer dengan mencatat 50 century (100 run) atau 5000 run dalam pertandingan International. Kembali ke sejarah sepakbola India. India pernah berjaya di era 60-70-an. Kemudian mati tergerus dengan animo kriket. Di bisnis olahraga ini bisa mencetak milyaran rupee pertahunnya. Sedangkan sepakbola susah mencari dana. Sehingga praktis bola hanya dimainkan kaum pinggiran. Itulah kenapa kalau kita lihat pamor pemain bola kalah jauh dibanding kriket baik dari segi penampilan maupun tajirnya. Harga pemain profesional kriket dalam lelang pemain untuk IPL (India Premier League) musim ini berkisar 2 -11 11 crore (1 crore =10 juta rupee) . Nah kalao 1 dollar kisaran 45 Indian Rupee mereka dibayar dalam kisaran ratusan ribu sampai jutaan dollar. IPL hanya berlangsung sekitar satu bulan saja. Ini mirip dengan kejuaraan kriket India yang boleh diperkuat pemain asing dan dikelolah secara profesional. 'Bisnis yang membunuh bola di India' ungkap seorang teman India yang gila bola. Karena di kriket ada gula maka semua generasi semut bicara kriket, kriket dan kriket. Pemain kriket duduk sejajar dengan artis Bollywood dalam pemasukan penghasilan. Mereka membintangi berbagai iklan, mulai dari celana dalam sampai iklan mobil. Apa yang saya tarik dari pembicaraan ini? adalah ekspeksi harus bersandar pada kemampuan diri sendiri dan lawan yang dihadapi. Sebagai bangsa kita terlalu berekspeksi berlebihan pada prestasi bola kita. Kita terlanjur mencintai bola sebagai olahraga rakyat. Olahraga ini merakyat karena murah dan mudah dimainkan. Cukup satu bola kita ber -22 bisa menendang sepuasnya di tanah lapang. Satu yang kita lupa bahwa olahraga ini adalah jenis 'direct body contact'. Jadi pemenangnya kebanyakan adalah postur-postur yang tinggi kekar serta kencang larinya. Nasib yang sama diakui temen Pilipina yang terlanjur mencintai bola basket sebagai olahraga rakyat. Tubuh yang pendek membuat olahraga ini hanya gempar di dalam negeri. Di tingkat Asia saja kesulitan bersaing dengan pemain-pemain dari Iran, Libanon, Yordan, Suriah yang berpostur jangkung. Ehm......... Siapa suruh orang-orang itu menghuni benua Asia ya... Ini membuat orang Asia Tenggara mati kutu di ketiak mereka dan Asia Timur seperti Jepang, Korea dan Cina bersusah payah melawan mereka. Pernah orang menyarankan agar kita cerdas memilih jenis olahraga. Kalau mau berbicara di ajang Internasional hindari olahraga yang mengharuskan "body contact". Cabang seperti anggar, panahan, dayung, selancar, bilyard, bowling, tenis meja, golf, badminton, tenis lapangan, senam masih lebih memungkinkan bersaing di Asian Games maupun Olimpiade daripada bola, voli, basket apalagi rughby. Ah........... seandainya gaple dan dakon masuk Olimpiade. Salam olahraga
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H