Menjelang hujan sore hari ini, saya tuliskan opini penutup tentang tema ini. Semoga memberi manfaat setidaknya untuk saya sendiri, minimal mengingatkan saya kembali motivasi saya dulu ketika memilih untuk menjadi pegawai negeri. Syukur-syukur bisa meningkatkan (upgrading) motivasi saya sehingga usaha saya menjadi lebih sungguh-sungguh dan kontribusi saya juga semakin bermakna.
Semua Berawal dari Niat (Motivasi)
Seperti halnya sebuah buku kumpulan hadits (Riyadhus Shalihin) karya seorang ulama besar (Imam An-Nawawi) yang menempatkan tema "Niat" sebagai tema pembuka, maka dalam setiap amaliyah kita niat menjadi hal yang penting. Mengapa? Karena kita akan mendapati usaha dan hasilnya seperti apa yang kita niatkan itu. Niat adalah amalan hati tetapi sebagian ulama memasukkan lafadz sebagian perwujudan kuat atas niat, sebagaimana banyak motivator mengarahkan kita untuk membayangkan rasa keberhasilan dan meneriakkan kuat-kuat kondisi yang kita inginkan di masa depan.
Setiap PNS tentu ingat bahwa dirinya pernah disumpah ketika diangkat menjadi CPNS dulu. Di situ muncullah kalimat janji setia dan motivasi ideal bagi setiap pegawai negeri. Momen itu adalah momen bagi setiap PNS untuk meluruskan niat/motivasi mereka ketika memasuki dunia birokrasi ini sebagai seorang abdi negara/masyarakat. Apapun motivasi awal mereka maka motivasi dasarnya adalah berbakti dengan sungguh-sungguh demi kejayaan nusa dan bangsa ini, sekali-sekali bukan untuk kepentingan pribadi atau golongan.
Tidak perlu berkhayal tentang negara adidaya yang mengatur tata dunia baru seperti yang diidamkan Amerika Serikat atau menjadi negara bahari yang menguasai separuh samudera raya. Mendambakan Indonesia menjadi negara yang mandiri, aman, berpendidikan, dan berkeadilan saja mungkin lebih dari cukup. Terlebih lagi karena impian itu tidak akan terwujud tanpa kerja keras setiap warga negaranya, termasuk pegawai negeri. Masing-masing punya porsi untuk kejayaan negeri ini. Khusus pegawai negeri, menjadikan pemerintahan (birokrasi) yang bersih dan profesional adalah porsi yang paling ideal. Tidak banyak, bukan berarti sepele dan tidak perlu usaha yang sungguh-sungguh.
Mulai dari Yang Sederhana
Memikirkan permasalahan yang begitu banyak dan kompleks di negeri ini tentu membuat kita pusing, akhirnya mungkin sikap apatis dan acuh tak acuh yang muncul. Termasuk ketika melihat wajah birokrasi yang coreng-moreng dan lusuh, terlebih karena adanya campur tangan pihak yang ingin mengambil keuntungan. Sebagai pegawai negeri tentu tidak boleh berbangga dengan kondisi ini, malu dan minder memang bukan pilihan tetapi kesadaran bahwa ini adalah kondisi yang harus diperbaiki mestinya ada di setiap benak PNS. Alih-alih membuat kondisi lebih baik, sebagian dari kita malah ikut-ikutan mengambil keuntungan sehingga kondisi semakin parah.
Trus apa yang mesti diperbuat? Mengikuti saran ulama nasional yang pernah berjaya, ingat 3 M: mulai dari yang paling kecil, mulai dari diri sendiri, dan mulailah dari sekarang. Saya singkat saja, mulailah dari yang sederhana. Satu contoh, bila kita menjadi garda depan pelayanan masyarakat yang terbiasa berwajah "jutek", maka hal yang paling sederhana adalah "tersenyumlah". Ya memang yang sederhana itu kadang relatif tetapi bukankah senyum itu yang paling khas dari negeri ini. Indonesia adalah Smile Country, apa bukan?
Setiap pekerjaan besar apapun dimulai dari yang sederhana. Seperti menghitung kebutuhan bahan bakar pesawat ulang-alik untuk bisa sampai ke bulan, dimulai ketika manusia menghitung 1 hingga 10 di usia balitanya. Membangun gedung pencakar langit yang atapnya menjulang di atas awan, dimulai ketika manusia menyusun balok-balok mainan di masa kecilnya. Begitu juga mewujudkan birokrasi yang ideal, dimulai dari disiplin hadir dan pulang tepat waktu. Setelah yang sederhana itu akan muncul pekerjaan yang lebih rumit, tetapi yakinlah bahwa dari yang sederhana kita telah belajar banyak hal sehingga mampu mengatasi persoalan rumit.
Lakukan dengan Sungguh-sungguh
Sungguh mengesankan bagaimana seseorang mencapai suatu prestasi yang membanggakan, tetapi coba tengok prosesnya. Boleh jadi kita akan lebih takjub bagaimana orang itu mencapai prestasi itu. Thomas Alfa Edison menghabiskan ratusan bahkan ribuan bohlam lampu sebelum berhasil menghidupkan sebuah bohlam lampu. Nabi Muhammad memulai dakwah dari satu-dua orang keluarga sebelum ummat Islam bisa menguasai lebih dari sepertiga dunia. Lihatlah betapa keberhasilan tidak lepas dari kesungguh-sungguhan untuk mencapai apa yang diidam-idamkan. Kesungguhan selalu berujung kemuliaan, meskipun tidak selalu berujung pada keberhasilan.