Mohon tunggu...
Abu Jundullah
Abu Jundullah Mohon Tunggu... -

Hamba Allah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Belajar dari Cikeusik dan Temanggung

10 Februari 2011   01:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:44 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Jika saya diajukan pertanyaan: apakah muslim yang melakukan kekerasan di Cikeusik dan Temanggung ? Jawaban saya: IYA.

“Wah berani sekali anda menuduh muslim pelakunya. Ini penistaan agama !”, demikian kata pembela muslim (ini juga gaya penulisan EA, model tanya jawab).

Memang kenyataannya yang melakukan kekerasan itu umat muslim. Ini tidak mengada-ada atau menuduh. Coba saja tanya mereka, dan kalau kurang percaya, lihat di KTP-nya. Tapi apakah itu mewakili SEMUA muslim ? Atau apakah semua muslim memiliki tendensi sikap dan perilaku yang demikian? Tentu saja tidak.

Dalam hal ini, kita perlu memilah-milah. Tidak menggeneralisasi, dan tidak menjadikan itu sebagai standar penilaian terhadap muslim. Fakta dan kenyataan sayangnya menggerus pandangan bijak ini. Orang akhirnya seolah semakin yakin bahwa muslim itu penggemar kekerasan, dan kemungkinan juga, bibit kekerasan itu ada dalam ajaran agamanya. Kekerasan seolah menjadi DNA agama itu.

Jika orang mengaitkan kerusuhan, kebrutalan, keonaran dengan muslim (terkadang dibaca: Islam), dari fakta dan sejarahnya, dapat dipahami jika orang berpendapat demikian. Dekade ini kita melihat banyak kerusuhan, kebrutalan, keonaran besar yang dilakukan dengan pelakunya adalah muslim. Mulai dari bom menara kembar, bom teroris, bom natal, bom jihad bunuh diri dimana-mana, penyerangan penganut Ahmadiyah, penyerangan kelompok pluralism, penyerangan gereja, dan terakhir peristiwa Cikeusik dan  Temanggung.  Orang boleh mengatakan, ada yang mengendalikan, rekayasa dan sebagainya. Silakan dibuktikan, tapi yang jelas, pelakunya memang muslim. Dan kalau ternyata terbukti ada yang merekayasa, muslim malah akan menjadi pecundang 2 kali: penggemar kekerasan iya,  dan begitu bodohnya sehingga mudah diperdaya (direkayasa).  Brutal dan bodoh adalah 2 kombinasi yang tepat untuk dijadikan mesin pembunuh.

Seolah tiada tempat di muka bumi ini yang aman damai jika ada muslim di dalamnya. Beberapa tahun lalu misalnya diberitakan, sampai ada penolakan warga suatu desa di Australia yang menolak kehadiran muslim menjadi warganya. Ini karena mereka khawatir kehadiran muslim akan membuat onar . Dalam liputan berita itu, disebutkan bahwa warga menganggap akan ada saja yang akan mereka (muslim) protes. Dan kalau protes muslim ini tidak dituruti, muslim itu akan rela berjihad dengan  berbagai cara agar tujuannya tercapai.  Warga menganggap itu berpotensi akan mengganggu kedamaian dan ketenangan hidup di desa itu, yang telah berlangsung berpuluh-puluh tahun sebelumnya.

Dekade ini memang ditandai semakin harfiahnya orang beragama. Ayat-ayat kitab suci diartikan dan dijalankan apa adanya sebagaimana tertulis. Kecenderungan ini banyak menghinggapi umat muslim. Perbedaan interpretasi adalah terlarang. Haram dan laknat. Cuma boleh ada satu pemahaman, satu interpretasi dan pengertian. Pemahaman, pendapat, opini selain daripada itu adalah setan, dan setan wajib dimusuhi seluruh umat muslim, dengan segala cara (halus atau kasar), termasuk halal darahnya.  Ada ulama atau kelompok ulama yang dengan ringannya memfatwakan mati bagi muslim lain yang berbeda pendapat atau mengajukan pandangan yang baru atas suatu hal.

Kita bisa melihat hal demikian di rubrik agama kompasiana (dulu), bagaimana sikap anti dan proteksi dengan segala cara dipraktekan kaum “suci” agamawan itu kepada kompasianer yang berbeda pandangan dari mereka.  Yang tidak puas berkomentar di lapak, akan melapor ke admin untuk minta akun pemilik pandangan berbeda itu untuk dihapus,  lengkap dengan ayat-ayat kitab suci yang menyertainya. Dan jika tidak dilakukan, admin pun akan kena semprotannya, tunai di blog kompasiana.

Dulu kita jarang melihat, mendengar, menyaksikan kebrutalan dan kebringasan itu. Kini  perilaku itu makin mudah dilakukan. Rasa terusik mudah sekali muncul. Sedikit saja mereka menemukan perbedaan, melihat ada yang tidak compliance dengan ajaran Islam, langsung bertindak brutal, atas nama Tuhan, baik dengan kata-kata, terlebih-lebih dengan perbuatan. Muslim kini seolah menjadi kumpulan orang-orang yang selalu resah dan cemas, atas segala yang terjadi di lingkungannya.  Dan mereka akan mudah menemukan ayat-ayat suci untuk mendukung sikap dan perilaku itu. Kecemasan dan keresahan seolah bagian dari iman, sesuatu yang harus dijalani sebagai muslim taat di dunia ini, sebagai ujian dari Tuhan. Jika tidak ditemukan ayatnya, maka mereka akan menyalahkan umat lain sebagai perekayasanya (paling favorit, itu dialamatkan kepada Yahudi).

Ini kontras dengan sikap dan perilaku muslim “zaman dulu” yang teduh dan damai, minim keonaran dan kebrutalan. Sekeras-kerasnya Buya Hamka misalnya, tidak pernah memfatwakan mati, mengajak umat untuk menyerang (apalagi membunuh) penganut keyakinan lain misalnya. Saya jadi teringat pada buku terbitan NU beberapa waktu yang lalu, yang menganalogikan kondisi ini sebagai pertarungan antara jiwa-jiwa yang tenang dengan jiwa-jiwa yang resah,  antara pandawa dan kurawa, muslim yang cinta damai (pandawa) dengan muslim yang cinta kekerasan (kurawa),

Kunci permasalahan terletak pada sikap yang selalu merasa benar atau monopoli kebenaran. Ada umat muslim berani bahkan memonopoli pengertian dan pemahaman akan suatu kebenaran (Islam), bahkan memonopoli Tuhan itu sendiri. Sikap ini, menutup peluang dialog, menghapus kesempatan bagi Tuhan untuk menggenapi upaya manusia di muka bumi ini, dan memicu cara penyelesaian dengan kebringasan dan kebrutalan, sebagaimana ditunjukan di Cikeusik dan Temanggung.

Bagaimana menurut anda ?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun