Pemilukada Provinsi DKI Jakarta masih sekitar 10 bulan mendatang, aroma panas pertarungan antar Bakal Calon Gubernur sudah kian terasa, baik yang terjadi antar calon maupun antar pendukung, bisa dipastikan semakin dekat ‘countdown’ ke hari H-nya pertarungan akan makin panas, mengapa kemungkinan terjadinya duel maut antar dua pasangan calon independen menjadi terbuka, berikut analisa penulis yang akan lebih banyak menyoroti peluang Yusril untuk bisa ikut bertarung pada Pemilukada DKI Jakarta tahun 2017 ..
Ahok sejak awal sudah memutuskan akan maju melalui jalur independen, pernyataan-pernyataan pedasnya terhadap DPRD Provinsi DKI Jakarta yang notabena adalah representasi dari Partai Politik, secara otomatis merenggangkan hubungannya bahkan dengan Partai Politik yang dulu mengusungnya sebagai Wakil Gubernur berpasangan dengan Joko Widodo (Jokowi), gerakan para pendukungnya yang tergabung dalam Teman Ahok dengan tag ‘KTP Gue Buat Ahok’ menegaskan ketidakpedulian mereka akan dukungan Partai Politik sebagai jalan utama untuk maju sebagai Calon Gubernur. Hal ini sangat mudah dipahami ditengah menurunnya kepercayaan masyarakat pada kinerja Partai Politik yang mereka identikkan dengan sarang koruptor, meski dalam perjalanannya beberapa Partai Politik telah secara resmi menyatakan dukungannya, namun Ahok terlihat bergeming, dia tetap mantap untuk maju lewat jalur independen.
Yusril Ihza Mahendra namanya mendadak muncul sebagai salah satu Bakal Calon Gubernur, di beberapa kesempatan Yusril menyampaikan wacana majunya dia sebagai calon Gubernur justru datang dari lembaga survey Cyrus yang pro Ahok, berawal dari kekalahan adik kandung Ahok atas abangnya Yusril pada Pemilukada Kabupaten Belitung Timur, wacana ini pun bergulir bak bola salju. Hari ini Yusril sendiri terlihat kian mantap untuk menantang sang ‘incumbent’, namun upayanya untuk mendapat tiket dukungan Partai Politik pemilik kursi DPRD Provinsi DKI Jakarta tidaklah mudah.
Tentu tidak sulit memahami keengganan partai-partai politik tersebut mencalonkan Yusril, bagaimanapun Yusril adalah Ketua Umum Partai Bulan Bintang, jika Yusril mereka calonkan dan kemudian ternyata menang, maka di Pemilu 2019 bisa dipastikan sebagian perolehan kursi mereka akan berpindah ke Partai Bulan Bintang, sebuah keputusan politik yang amat sulit bukan ???.
Tidak ingin membahas terlalu dalam tapi mari kita sedikit menoleh ke belakang untuk melihat hubungan Yusril dengan beberapa Partai yang diharapkan mau mencalonkannya sebagai Gubernur DKI Jakarta, Partai Keadilan Sejahtera ( PKS ) metamorfosa dari Partai Keadilan ( PK ) boleh dibilang adalah ‘saudara’ Partai Bulan Bintang, bahkan seingat penulis awalnya tokoh-tokoh yang mendirikan PK ikut ambil bagian dalam rencana mendirikan Partai Bulan Bintang, namun karena satu dan lain hal akhirnya berpisah menempuh jalannya masing-masing, dalam perjalanannya kemudian, diakui atau tidak, ada ‘persaingan’ terselubung di antara dua Partai Islam ini. Berikutnya Partai GERINDRA, meski lahir belakangan namun beberapa tokoh yang ikut mendampingi Prabowo adalah ‘alumni’ Partai Bulan Bintang, yang paling menonjol tentu Fadli Zon, masalah paling prinsip hengkangnya Fadli Zon dari PBB mungkin hanya mereka yang tahu, tapi dalam politik, masalah tetap masalah, dalam pandangan penulis, dengan latar belakang ini akan berat bagi GERINDRA untuk mencalonkan Yusril.
Lanjut menoleh ke partai lain, ada PDI Perjuangan, Yusril kabarnya juga telah mendaftar ke partai moncong putih ini, kedekatan Yusril dengan Megawati dan suaminya Alm. Taufik Kiemas tidaklah berarti memuluskan langkah Yusril, PDI Perjuangan adalah pemenang Pemilu 2014 di DKI Jakarta, mencalonkan bukan kader apalagi Ketua Umum partai lain tentu sulit diterima, namun ganjalan yang paling prinsip bagi penulis adalah masalah Ideologi antara PDI Perjuangan dan PBB. Kita bisa kesampingkan Nasdem, HANURA dan PKB yang memiliki kedekatan dengan Ahok, NASDEM dan HANURA bahkan telah memutuskan mendukung Ahok. Tersisa Partai Persatuan Pembangunan ( PPP ), meski Djan Faridz telah menyatakan secara pribadi mendukung Yusril, namun masalah internal yang hingga hari ini belum tuntas potensial menyulitkan PPP mengambil keputusan-keputusan politik yang strategis, hal yang sama juga akan terjadi pada Partai GOLKAR, posisi Yusril sebagai Kuasa Hukum dari salah satu kubu yang sedang berseteru dalam dua partai ini bisa jadi keuntungan sekaligus kerugian bagi Yusril. Terakhir adalah Partai DEMOKRAT yang dibidani SBY dan PAN, dengan komposisi masing-masing 10 dan 2 kursi di DPRD DKI Jakarta, jika pun dua partai ini mau mencalonkan Yusril, jumlah total 12 Kursi DPRD belumlah cukup.
Yusril telah menjalankan etika politik yang benar dengan inisiatifnya menemui partai-partai yang memiliki kursi DPRD Provinsi DKI Jakarta, Yusril memang memiliki ‘ikatan’ hampir dengan semua partai politik tersebut di atas, nyaris tidak ada tokoh politik nasional yang tidak berkonsultasi tentang masalah hukum dengannya, Pemda DKI Jakarta saat Jokowi masih menjabat Gubernur pun pernah berkonsultasi, namun apa daya jika ‘ikatan’ itu ternyata tidak serta merta memberi jalan bagi Yusril, idiom ‘ dalam politik tidak ada kawan dan lawan abadi, yang ada hanyalah kepentingan abadi ‘ berlaku terang benderang dalam Pemilukada DKI Jakarta kali ini, dengan demikian, maka jalan paling realistis saat ini bagi Yusril untuk bertarung dalam Pemilukada Provinsi DKI Jakarta adalah melalui jalur perseorangan sama seperti Ahok.
Tanpa bermaksud mengecilkan peluang calon-calon lain seperti Sandiaga Uno dan Adhyaksa Dault atau yang masih mengintip kesempatan seperti Idrus dari PKS dan Jarot dari PDIP ???, dalam pandangan penulis, sesuai juga dari survey-survey yang sempat penulis baca, popularitas dan elektabilitas calon-calon lain sementara ini masih dibawah Ahok dan Yusril, bahkan dari hari ke hari makin nyata terlihat kalau yang paling diperhitungkan oleh Ahok dan pendukungnya adalah Yusril, Ahok adalah type yang reaksioner sementara Yusril adalah type penggoda, maka tidak heran bila media massa belakangan ini banyak menyorot perang pernyataan antara mereka berdua, bahkan dalam beberapa kasus belakangan ini yang terkait dengan penggusuran, semisal Bidara Cina dan Luar Batang, Yusril dan Ahok nyata berhadap-hadapan, terakhir insiden pelumuran cat ke mobil Yusril di Bidara Cina pun ada yang mengarahkan tuduhan ke pendukung Ahok sebagai pelakunya.
Setelah melalui pemilihan Presiden yang panas di tahun 2014, nampaknya hal yang nyaris sama juga akan terjadi pada Pemilukada Provinsi DKI Jakarta pada Februari 2017, gejalanya sudah terlihat di berbagai media, khusus lagi di media-media sosial, dan kali ini pemeran utamanya adalah Yusril dan Ahok, untuk memastikan pertarungan ini bisa terlaksana, keduanya harus memaksimalkan seluruh potensi mereka khususnya yang telah mengklaim diri sebagai pendukung. Ahok melalui Teman Ahok telah membuktikan upaya mereka mengumpulkan KTP yang hingga saat ini telah melebihi 500 ribu dari syarat sekitar 550 ribu KTP yang disyaratkan KPU, sementara dari kubu pendukung Yusril kabarnya juga ada Relawan bernama ‘Sayap Yusril’ yang bergerak mengumpulkan KTP, meski awalnya Sayap Yusril ini bergerak mengumpulkan KTP hanya untuk mengukur kadar dukungan masyarakat terhadap Yusril dan infonya telah berhasil mengumpulkan kurang lebih 50 ribu KTP, maka dengan perkembangan saat ini upaya pengumpulan KTP tidak ada salahnya mengarah ke pencapaian target jumlah KTP seperti yang disyaratkan KPU. Jika Teman Ahok bisa, tentu tak ada alasan bagi Sayap Yusril untuk tidak bisa, bukankah di berbagai media diberitakan berbagai deklarasi dukungan dari masyarakat akar rumput kepada Yusril untuk menjadi Gubernur.
Menarik untuk menyaksikan episode lanjutan dari dua bakal calon Gubernur dari jalur perseorangan ini, duel maut Yusril versus Ahok.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H