Editor Redaksi oleh PikiranKita | Media Penulisan dan Edukasi Pemikiran
Don Ihde pada tahun 2004 menyebarkan keraguan dan harapan. Dengan artikelnya yang berjudul "Apakah Filsafat Teknologi Telah Tiba? Kondisi Terkini," Ihde mengevaluasi secara kritis keadaan disiplinnya sendiri. Pertanyaan evaluasinya cukup sederhana: Apakah filosofi teknologi suatu disiplin? Untuk menjawab pertanyaan ini, Ihde membandingkan wacana filsafat teknologi dengan dua "saudara" kelahirannya, filsafat sains dan sosiologi sains. Apakah Ihde menjawab pertanyaan itu?
Filsafat Ilmu-Teknologi
Sejauh pencarian Ihde, filsafat teknologi dan filsafat sains masih sezaman. Mereka lahir pada awal abad ke-20 sebagai reaksi atas pesatnya perkembangan kedua benda tersebut. Hanya saja, jika filsafat ilmu di awal wacana cenderung didominasi oleh tradisi analitik-positivistik, seperti Hempel, Carnap, dkk., Filsafat teknologi justru merupakan anak dari wacana praksis pragmatisme Amerika Utara, fenomenologi, dan teori kritis Neo-Marxis.
Perbedaan tradisi ini membuat banyak orang salah paham, terutama mengenai status lahirnya filosofi teknologi. Ihde mencontohkan kesalahpahaman ini dalam pernyataan Mario Bunge bahwa pada tahun 1979 belum ada yang menjadikan filosofi teknologi sebagai masalah utama. Padahal di tahun yang sama, Don Ihde dan Bruno Latour menerbitkan buku sistematis tentang filsafat teknologi. Kesalahpahaman ini, bagi Ihde, muncul karena bias yang melingkupi filsafat kontinental sebagai filsafat yang "tidak jelas". Padahal, wacana teknologi telah dibahas secara filosofis oleh filsuf sekaliber Gassett, Jaspers, Gehlen, dan Heidegger.
Implikasinya, memang yang membuat Ihde bertanya-tanya, wacana filosofis sains seolah menghilangkan masalah teknologi dalam proses ilmiah. Secara tidak langsung para filsuf ilmu menganggap bahwa teknologi itu netral. Namun dalam filsafat teknologi, masalah ini masih diperdebatkan (lihat perdebatan tentang substansialisme, instrumentalisme, teori kritis, dan determinisme teknologi). Contoh paling krusial adalah karya Laudan, yang bagi Ihde seolah mengingatkan kita pada masalah lama tentang masalah proposisi dalam teori.
Kuy Baca juga, untuk nambah wawasan PikiranKita:
Masalah Analogi Masjid dan Pasar di Masa COVID 19
Nikotin Agama
Filsafat untuk Kehidupan yang Bahagia
Menjadi Bangsa Demokratis Otentik ala Socrates
Setelah perkembangan filosofi teknologi, mulai ada banyak pemisahan, dan mungkin penggabungan baru, antara batas-batas ilmu pengetahuan dan teknologi. Dari situ terlihat betapa eratnya hubungan iptek.Â
Pengaruh teknologi terhadap sains terlihat dalam berbagai aspek, seperti dalam sejarah sains (Galileo), penemuan fisika terkini, sikap teknologi dalam sains, hingga masalah keterbatasan mata pelajaran keilmuan. Jika ingin ditarik pada garis yang cukup jelas, arah perkembangan perdebatan ini menyempit ke dua sisi.Â
Pertama, posisi filsafat yang cenderung memisahkan teknologi dan filsafat ilmu. Asumsinya, kedua benda tersebut memang terpisah meski saling mempengaruhi. Sains memiliki logikanya sendiri, begitu pula teknologi. Kedua, posisi yang terasa kedua disiplin ilmu tidak bisa dipisahkan. Argumen ontologis adalah bahwa sains dan teknologi saling bergantung.Â
Meski begitu, pada satu titik, ada kemungkinan teknologi bisa menjadi otonom, bahkan bisa memengaruhi logika sains. Dari sini terlihat jelas bahwa pengaruh distopia (ketakutan akan teknologi) dari tokoh-tokoh kontinental seperti Heidegger, Marcuse, Elul, dan Mumford; sangat kontras dengan pandangan filsuf pragmatis seperti Dewey.
Sketsa awal ini menunjukkan bagaimana wacana teknologi berkembang cukup pesat. Belum lagi jika arah pembicaraannya diarahkan pada masalah ekologi, masa depan teknologi, hubungan dunia-pikiran, etika, dll. Namun, bagi Ihde, hal tersebut ternyata belum cukup. Ada beberapa keraguan yang membuatnya menahan diri untuk tidak mengatakan bahwa diskusi teknologi sudah mapan.
Keraguan Internal dan Eksternal
Keraguan Ihde tentang filosofi teknologi sebagai disiplin yang matang bermula dari respon akademis. Respon ini menyerang filosofi teknologi dalam dua arah, ruang internal dan eksternal. Menariknya, Ihde, sebagai filsuf teknologi, sependapat dengan serangan itu.