Masing-masing “mayoritas’ ini punya kepentingan yang berbeda-beda yang belum tentu bersinggungan satu dengan lainnya. Sebagai contoh, apakah kita perlu mengamandemen konstitusi kita agar presiden Republik Indonesia hanya dibolehkan dari suku Jawa yang mayoritas di negeri ini?
Islam politik di negeri ini juga harus menghilangkan ilusi “mayoritas Muslim” bila ingin menjadi kekuatan politik yang diperhitungkan. Lebih buruk lagi, banyak pejabat publik dan politisi yang mendekat kepada kelompok garis keras dan fundamentalis dengan perhitungan yang salah bahwa suara mereka yang vokal itu adalah cermin sumber suara terbesar.
Tidak salah bahwa Indonesia adalah negeri dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia. Namun Islam kita disini adalah Islam yang sudah sejak lama mampu berintegrasi dengan budaya dan kearifan lokal dan karenanya punya warna tersendiri tanpa harus diartikan telah menyimpang dari prinsip-prinsip Islam yang benar. Dengan pengertian yang benar tentang “mayoritas Muslim” maka langkah kita tidak akan tersesat dan merugikan kita sendiri serta bangsa ini secara keseluruhan.
AT – 20-03-16
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H