Mohon tunggu...
Abrosia Sihotang
Abrosia Sihotang Mohon Tunggu... -

Hidup memadukan Fikir dan Rasa

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Tanggapi Bencana Banjir

22 Januari 2014   18:14 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:34 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belakangan ini sedang marak pemberitaan mengenai banjir, di setiap stasiun Tv pasti menayangkan berita tentang banjir, dari berbagai tanggapan bermunculan seiring dengan sikap setiap orang yang muncul di media dengan pendapatnya masing-masing. Tidak bisa disangkal lagi, bahwa bencan ini juga telah digunakan oleh partai politik sebagai sosialisasi partai dalam bentuk bantuan kemanusiaan, mengingat persiapan setiap partai menjelang pemilu 2014 ini.

Mungkin bagi sebagian pihak musibah ini menjadi saat yang penuh berkah, mengingat setiap pihak akan melakukan aksi sosial dengan cara mereka masing-masing. Dari bahan makanan, pakaian, sampai salah satu partai menyumbangkan paket televisi dan tanyang indovision gratis di pengungsian, mungkin maksudnya agar para pengungsi betah di pengungsian.

Terlepas dari motivasi bantuan dan mungkin sedikit kejam karena saya kurang setuju dengan bantuan bencana banjir, walaupun tidak sepenuhnya saya tidak setuju. Selain karena sudah cukup muak dengan aksi para aktor politik yang menunjukkan keperdulian karena maksud tertentu juga karena sifat masyarakat yang kurang bertanggung jawab akan kehidupannya sendiri. Karena disadari atau tidak kebanyakan dari korban banjir adalah mereka yang menyebabkan banjir, dan setelah musibah terjadi berlomba-lomba media memfasilitasi mereka untuk menyuarakan penderitaan yang mereka buat sendiri. Media menjadi pihak yang paling mendukung sifat manja ini berlangsung “karena setiap media sudah ditunggangi parpol-parpol terntentu, jadi sudah bisa dipastikan kepentingannya”.

Saat pelaku sekaligus korban banjir itu akan bersuara di media, bahwa mereka sekarat dan itu semua tanggung jawab pemerintah. Itu yang menjadi ketidak setujuan saya, banjir menyalahkan pemerintah, menderita dianggap tanggung jawab pemerintah. Sedangkan perlu diketahui bukan pemerintah yang buang sampah sembarangan, bukan pemerintah pula yang membangun pemukiman di pinggir bahkan di atas kali. Jika dalam kondisi seperti ini kemudian menyalahkan pemerintah, mau sampai kapan? Kalau menurut saya, mereka akan mengajak saudara-saudara mereka dari desa untuk tinggal di Jakarta tanpa perbekalan yang baik, dengan asumsi hidup di Jakarta pasti di pelihara pemerintah. Jika tidak ada bantuan bencana banjir, mereka pasti akan kembali ke kampung halaman mereka dan berjuang di sana. Jangan memaksa masyarakat untuk manja dan kerjanya hanya menuntut, dari semua korban banjir yang saya kunjungi sangat sedikit dari mereka yang seharusnya tinggal di Jakarta.

Saya juga merupakan pendatang di Jakarta, namun saya tidak akan memaksa jika saja saya tidak mampu untuk tinggal di Jakarta. Jika saya memiliki kesempatan untuk bersikap bagi para korban banjir, akan saya berikan tiket untuk pulang ke kampung masing-masing. Memang terdengar sangat kejam, tetapi dengan memberikan bantuan bagi mereka dipenampungan sama besarnya dengan akomodasi pulang kampung, dan menampung mereka juga bukan solusi yang tepat, karena masih akan ada tahun depan, masih ada musim hujan berikutnya mau sampai kapan mereka seperti itu. Dengan memulangkan mereka dan Jakarta bisa dibenahi tanpa ada penggusuran dramatis akan memberikan solusi pada masalah intinya, desa dapat berkembang dan Jakarta bisa ditata dengan baik.

Saya lebih setuju jika bantuan banjir dan bencana lainnya diberikan bagi mereka yang berada dipedesaan sana yang ladang dan sawah mereka gagal panen, itu jauh lebih bermanfaat, tetapi parpol tidak akan mendapat sorotan media dan simpatik dengan melakukan hal itu.

Melihat dari kunjungan saya kepada para korban banjir yang berada di pinggiran rel kereta, mereka memiliki gaya hidup yang salah, karena dengan kondisi tempat tinggal yang menurut saya tidak tepat dan tidak layak itu mereka memiliki kendaraan, dan rata-rata mereka adalah pendatang dengan modal napas dan tekad datang ke Jakarta. Semoga kita lebih bijak untuk mengalokasikan bantuan-bantuan kita agar sampai kepada pihak-pihak yang tepat serta niat dan ketulusan kita tidak akan menguap begitu saja walau tidak di ekspose oleh media.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun